Sukses

3 Alasan Perusahaan Startup Banyak Gulung Tikar di 2022

Fenomena kegagalan perusahaan rintisan atau startup hingga hingga berbuntut aksi PHK marak terjadi di 2022

Liputan6.com, Jakarta Fenomena kegagalan perusahaan rintisan atau startup hingga hingga berbuntut aksi PHK marak terjadi di 2022. Menurut data Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika Serikat (AS), sekitar 20 persen bisnis baru gagal dalam tahun pertama mereka.

Untungnya, beberapa penelitian baru dapat menjelaskan hambatan terbesar mengenai kegagalan perusahaan startup untuk berkembang.

Mengutip CNBC, Selasa (24/1/2023), Skynova yang merupakan perusahaan yang membuat invoicing software untuk UMKM mensurvei 492 pendiri startup pada November 2022. Ditemukan tiga alasan paling umum di balik kegagalan perusahaan rintisan pada tahun lalu:

1. Kurangnya pembiayaan atau investor

Studi tersebut mencatat, 47 persen kegagalan startup pada 2022 disebabkan oleh kurangnya pembiayaan, hampir dua kali lipat persentase kegagalan karena alasan yang sama pada 2021.

2. Kehabisan uang

Faktor kehabisan uang menyebabkan 44 persen kegagalan. Meskipun hal itu dapat disebabkan oleh perencanaan keuangan yang buruk, hal itu juga dapat menunjukkan kurangnya dana yang tersedia.

Isu soal permodalan ini tak mengherankan, mengingat tahun lalu muncul kekhawatiran akan resesi. Sehingga menyebabkan investasi pada perusahaan rintisan di Amerika Utara anjlok 63 persen dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Alhasil, siapa pun yang ingin memulai bisnis baru pada 2023 mungkin menghadapi hambatan serupa untuk mendapatkan pendanaan, selama ketidakpastian ekonomi terus berlanjut.

3. Pandemi Covid-19

Dampak pandemi Covid-19 masih terus berlangsung. Sementara 33 persen dari kegagalan startup dikaitkan dengan efek pandemi yang meluas ke sektor bisnis dan ekonomi.

Data CB Insight menunjukan, jumlah kegagalan itu turun dari 59 persen pada tahun sebelumnya. Itu jadi tanda bahwa banyak pelaku bisnis kecil perlahan pulih, meskipun beberapa terus berjuang untuk kembali normal.

 

2 dari 3 halaman

Saran Sukses

Kendati tidak ada satupun yang dapat menjamin kesuksesan, para pendiri startup yang disurvei Skynova punya banyak saran kepada siapa pun yang ingin terjun dan meluncurkan bisnis mereka sendiri.

Sekitar 58 persen dari para pendiri yang disurvei mengatakan bahwa mereka akan melakukan lebih banyak riset pasar sebelum diluncurkan. Persentase yang sama mengatakan mereka berharap telah menyusun rencana bisnis yang lebih kuat.

Hal penting lainnya, kemampuan untuk berpikir dan membuat perubahan jika rencana tidak berjalan baik seperti yang diharapkan. Saat dimintai saran, 79 persen pendiri startup mengatakan kepada calon pengusaha baru, "belajar dari kesalahan Anda."

Ungkapan itu muncul dari pengalaman, lantaran 40 persen dari pendiri startup yang disurvei menyampaikan, startup yang dibawahinya berputar haluan dengan cara tertentu untuk menghindari kegagalan. Dan, 75 persen di antaranya berhasil meraih kesuksesan.

3 dari 3 halaman

Kebutuhan Orang Indonesia pada Startup Dinilai Makin Tinggi

Kinerja produk digital, seperti startup, di Indonesia pada 2022 dinilai tidak menujukkan penurunan dan kebutuhan orang Indonesia akan perusahaan rintisan pun kian tinggi.

Hal ini disampaikan oleh Associate Profesor Hukum Teknologi Informasi Universitas Padjajaran, Danrivanto Budhijanto, melalui keterangan resminya, dikutip Selasa (20/12/2022).

“Kita harus jeli melihat, yang terjadi bukan kinerja produk digitalnya menurun, bukan startup-nya juga yang turun. Akan tetapi sedang ada penyesuaian dari sisi bisnis, terutama investor itu sedang menyesuaikan kembali modal yang mereka miliki," kata Danrivanto.

Ia menuturkan investor tidak menumpuk semua dananya di startup, tapi ditarik dulu untuk ditempatkan ke bidang yang tengah menguntungkan.

Pernyataan ini senada dengan data terbaru dari Startup Ranking, yang menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi negara di Asia Tenggara dengan jumlah startup terbanyak dalam beberapa tahun terakhir ini.

Pada 2022, terdapat 2.305 startup atau dua kali lipat lebih dari posisi rangking dua yakni Singapura dengan 989 startup.

Selain secara kuantitas, data kualitatif dari Google, Temasek, serta Bain Company juga menunjukkan bahwa 42 persen dari injeksi modal investor tersebut juga disalurkan ke perusahaan-perusahaan startup asal Indonesia.

Danrivanto bahkan menyebut kebutuhan orang Indonesia akan startup juga sudah makin tinggi, sudah bukan lagi tren atau prestise sosial sesaat. Interaksi masyarakat yang demikian tinggi pada produk digital telah menciptakan budaya hidup baru yang teguh.

“Maka dari itu, kalau konteksnya Telkom sebagai BUMN teknologi informasi komunikasi, saya pribadi menilai produk digital itu sudah harus terus dikembangkan. Posisi direksi terkaitnya jadi sangat strategis, harus menjadi bagian dari decision maker utama di perusahaan,” ujar Komisioner BRTI 2009-2019 tersebut.