Sukses

Wujudkan Hunian Layak, DJKN Teken MoU dengan Kementerian PUPR dan PT SMF

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020, angka backlog kepemilikan perumahan mencapai 12,7 juta pada 2021. Hal tersebut menjadi suatu tantangan karena rasio KPR Indonesia termasuk yang terendah.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menjalin kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR, dan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau PT SMF.

Kerja sama tersebut ditandatangani langsung oleh Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian PUPR, Herry Trisaputra Zuna, Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan, Rionald Silaban, dan Direktur Utama PT SMF, Ananta Wiyogo.

Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan, Rionald Silaban mengatakan ekosistem dalam sektor perumahan ini melibatkan banyak pihak mulai dari sisi supply hingga sisi demand, baik regulator, BUMN, swasta, maupun masyarakat itu sendiri.

Guna mewujudkan cita-cita negara untuk memberikan tempat tinggal yang layak bagi seluruh masyarakat, maka dukungan seluruh pihak dalam ekosistem perumahan mutlak dibutuhkan.

"Kami melihat bahwa sektor perumahan adalah salah satu sektor yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kita, arena ia memiliki multiplayer effect yang sangat tinggi terhadap sektor yang lain," kata Rionald, Rabu (25/1/2023).

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020, angka backlog kepemilikan perumahan mencapai 12,7 juta pada 2021. Hal tersebut menjadi suatu tantangan karena rasio KPR Indonesia  termasuk yang terendah.

 

2 dari 3 halaman

Jenis Subsidi

Adapun Pemerintah melalui berbagai instrumen fiskal telah berupaya mendukung pengembangan sektor perumahan khususnya kepemilikan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), antara lain melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Selisih Bunga (SSB), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), pembangunan Rusun dan Rusus, serta insentif pajak berupa pembebasan PPN dan PPh 1 persen untuk rumah sederhana dan sangat sederhana. Oleh karena itu, optimisme ini perlu dijaga dalam menjalani tahun 2023 ini.

“Sejak Tahun 2010, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk program FLPP total sebesar Rp79,77 triliun untuk membiayai pembangunan 1.169.579 unit rumah MBR dengan nilai sebesar Rp100,32 triliun. Pemerintah melalui pemberian tambahan PMN kepada PT SMF (Persero) juga mengalokasikan porsi 25 persn pembiayaan KPR FLPP sejak tahun 2017 sebesar Rp7,8 triliun yang kemudian di-leverage untuk menyalurkan pendanaan sebesar Rp15,04 triliun guna mendukung pembiayaan bagi penyediaan 421.650 unit rumah MBR”, jelas Rionald.

Selama lima tahun terakhir alokasi SBUM bagi MBR rata-rata mencapai Rp774 miliar untuk membantu 186.174 MBR setiap tahunnya. Pemerintah juga merealisasikan SSB sebesar Rp2,57 triliun pada tahun 2022 untuk membiayai 769.903 unit rumah MBR.

“Dana APBN untuk perumahan juga dialokasikan melalui anggaran belanja Kementerian PUPR dimana selama tahun 2018-2022 telah direalisasikan sebesar Rp36,22 triliun untuk 1.139.654 unit rumah baik dalam bentuk pembangunan rumah susun, rumah khusus, rumah swadaya dan sarana prasarana umum”, terang Rionald.

 

3 dari 3 halaman

PMN

Selain kepada PT SMF, pada tahun 2022 dana APBN untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pembiayaan perumahan bagi masyarakat dalam bentuk PMN juga dialokasikan kepada Perum Perumnas sebesar Rp1,57 triliun, Bank Tanah, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk sebesar Rp2,48 triliun.

Oleh karena itu, DJKN menyambut dibentuknya sekretariat ekosistem perumahan. Dia berharap sekretariat ekosistem ini dapat melihat permasalahan perumahan dengan jernih.

"Pengalaman saya di Bank dunia bahwa menunjukkan institusi seperti ini penting terlepas nanti ada putusan public policy yang sifatnya kontemporer, artinya bergantung dari situasi dan keadaan tapi sekretariat ekosistem ini harus bisa jernih melihat masalahnya," pungkasnya.