Sukses

Ramai-ramai Prediksi 2023 Resesi, Bos BRI Yakin Peluang Indonesia Resesi Rendah

Banyak yang menyebut tahun 2023 penuh dengan ketidakpastian alias resesi, bahkan banyak yang meramalkan ekonomi global 2023 gelap.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), Sunarso, mengatakan peluang resesi ekonomi global tahun 2023 meningkat, namun hal itu tidak berlaku bagi Indonesia. Artinya, peluang resesi Indonesia rendah.

Dia menjelaskan, berdasarkan riset maupun berbagai informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber, tidak bisa dipungkiri banyak yang menyebut tahun 2023 penuh dengan ketidakpastian, bahkan banyak yang meramalkan ekonomi global 2023 gelap.

"Kita selalu terlalu sering mendengar di telinga, bahwa tantangan terbesar bahwa tahun 2023 ini situasinya sungguh tidak menentu uncertainty, dan juga banyak yang meramalkan ini begitu gloomy situasi perekonomian, terutama di Global. Bersyukurlah kita bahwa peluang resesi di Indonesia itu rendah," kata Sunarso dalam acara BRI Microfinance Outlook 2023, Kamis (26/1/2023).

Lebih lanjut, Sunarso menyebut terdapat tiga kondisi yang memberikan tantangan terbesar terhadap perekonomian global.

Pertama, tekanan inflasi yang masih tinggi. Kata dia, tren inflasi yang masih tinggi di beberapa negara seperti Amerika Serikat 6,5 persen, Eropa 10,4 persen, Singapura 6,7 persen.

Maka, tekanan inflasi berdampak pada kenaikan biaya produksi, penurunan pendapatan riil masyarakat dan pengetatan likuiditas.

"Tekanan inflasi yang tinggi kemudian bank bank sentral di seluruh dunia di negara-negara yang mengalami inflasi yang tinggi ini meresponnya dengan menaikkan suku bunga acuan," ujarnya.

Kedua, tensi geopolitik global dan disrupsi rantai pasok. Ketidakpastian berakhirnya perang Rusia-Ukraina dan memanasnya China-Taiwan mendorong ketidakpastian geopolitik global meningkat dan berpotensi mengganggu rantai pasok global.

"Tensi geopolitik global dan disrupsi rantai pasok ini juga adalah challenge tersendiri," katanya.

Ketiga, kebijakan pengetatan likuiditas. Menurutnya, pengetatan likuiditas yang terlalu agresif oleh Bank Sentral berpotensi berdampak negatif ke pertumbuhan ekonomi.

 

2 dari 2 halaman

Peluang Resesi

FFR telah naik 0,5 persen pada Maret 2022 menjadi 4,5 persen pada Desember 2022 dengan potensi naik sebesar 0,5 persen pada 2023.

"Kebijakan pengetatan likuiditas yang merupakan bagian dari respons terhadap tantangan tingginya inflasi dan inilah yang kemudian terakumulasi kemudian membentuk peluang terjadinya resesi di berbagai negara," ungkapnya.

Dia menegaskan, Indonesia patut bersyukur karena berdasarkan data dari Bloomberg peluang terjadinya resesi di Indonesia hanya sekitar 3 persen, artinya rendah.

"Mudah-mudahan kita memang benar bisa menunjukkan resiliensi ini, sehingga tidak terjadi resesi di Indonesia. Sekali lagi saya sampaikan kita bersyukur," pungkasnya.