Sukses

Layanan BPJS Kesehatan Diklaim Tak Lagi Ribet

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, memastikan pelayanan fasilitas kesehatan menggunakan BPJS Kesehatan tidak akan sulit seperti dulu.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, memastikan pelayanan fasilitas kesehatan menggunakan BPJS Kesehatan tidak akan sulit seperti dulu. Karena kondisi keuangannya sudah surplus, sehingga tidak ada tunggakan pembayaran tagihan dari rumah sakit.

"Karena itu proses lama dulu di rumah sakit, dianggap BPJS bayarnya kurang, masih utang, lambat, makanya kita sekarang kasih uang muka, tarif kita sepakat naikkan biar mutunya bagus, meningkat, tidak diskriminatif," kata Ali Ghufron dalam Diskusi Publik dengan tema “Outlook JKN : Satu Dekade Jaminan Kesehatan Nasional, Sudahkah Sesuai Harapan?”, Senin (30/1/2023).

Oleh karena itu, dia meminta agar rumah sakit maupun pemberi fasilitas kesehatan lainnya bisa meningkatkan layanan kesehatan, seiring tarif kapitasi telah dinaikkan Pemerintah.

Ketetapan tarif kapitasi tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan yang baru diundangkan pada 9 Januari 2023.

Dia menegaskan, dengan pembayaran tarif kapitasi dibayar dimuka oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) ataupun Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), pihaknya meminta agar pelayanan yang dilakukan pemberi fasilitas kesehatan tidak lagi diskriminatif dan sulit.

"Saya yakin sekarang kita juga tidak punya utang, tapi belum terverifikasi saja, kita sudah jaga cashflow RS yang pelayanannya bagus kita berikan uang muka. Nah, dengan membaiknya keuangan tadi tentunya tantangan berikutnya tentu banyak sekali, termasuk karena kita masih dengar dari peserta BPJS disuruh fotokopi, padahal buat apa fotokopi kita sudah integrasi dengan KTP, pakai KTP saja bisa," ujarnya.

Adapun Standar tarif kapitasi terbaru sebagai berikut:

- Puskesmas sebesar Rp3.600 sampai dengan Rp9.000 per peserta per bulan.

- Rumah sakit Kelas D Pratama, klinik pratama, atau fasilitas kesehatan yang setara sebesar Rp9.000 sampai dengan Rp16.000 per peserta per bulan.

- Praktik mandiri dokter atau praktik dokter layanan primer sebesar Rp 8.300 sampai dengan Rp15.000 per peserta per bulan.

- Praktik mandiri dokter gigi sebesar Rp3.000 sampai dengan Rp4.000 per peserta per bulan.

2 dari 3 halaman

Pertumbuhan Ekonomi Terdongkrak Tingginya Jumlah Peserta BPJS Kesehatan

Jumlah kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan telah mencapai mencapai 90,3 persen dari total penduduk Indonesia. Angka ini cukup tinggi mengingat BPJS Kesehatan baru dibentuk pada 2014. 

Direktur Eksekutif SEGARA Research Institute, Piter Abdullah, mengatakan bahwa tingginya persentase kepesertaan BPJS Kesehatan dibanding jumlah penduduk Indonesia ini berdampak positif jika dilihat dari ekonomi makro.

Semakin tinggi jaminan kesehatan yang diberikan oleh negara, maka pengeluaran masyarakat untuk kesehatan akan menurun dan dapat beralih ke daya konsumsi. Dengan data tersebut maka pengeluaran dari 90 persen penduduk Indonesia sudah dijamin oleh BPJS Kesehatan.  

Dengan terjaminnya kesehatan masyarakat oleh BPJS Kesehatan ini maka dana yang dimiliki oleh penduduk bisa disalurkan ke sektor konsumsi. Maka secara otomatis berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi.

"Meningkatkan layanan jaminan kesehatan universal health coverage menurunkan secara signifikan pengeluaran biaya kesehatan, bisa dipergunakan untuk belanja dan potensi meningkatkan konsumsi dan pertumbuhan ekonomi," ujar Piter di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (30/1/2023).

 

3 dari 3 halaman

Perbandingan dengan Malaysia

Piter bahkan menyebut beban minim pengeluaran masyarakat Indonesia untuk kesehatan hampir sama dengan Malaysia. Meski di satu sisi, pengeluaran kesehatan masyarakat Thailand disebut Piter masih lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia dan Malaysia.

Piter menganalisa, kondisu tersebut bukan karena layanan BPJS Kesehatan yang belum optimal namun beberapa faktor yang membatasi cakupan JKN seperti perbaikan pelayanan di rumah sakit.

"Sebenarnya bukan perbaikan dari BPJS-nya justru tuntutannya adalah bagaimana kita memperbaiki layanan rumah sakitnya," sebut Piter.

Faktor selanjutnya adalah ketimpangan kualitas layanan kesehatan di wilayah Indonesia. Selanjutnya adalah layanan kesehatan yang belum terjangkau di daerah-daerah miskin, dan terpencil.

"BPJS sudah menyediakan layanan yang sudah baik tapi karena ketidakmerataan ini masih banyak masyarakat kita yang harus memilih di luar layanan BPJS Kesehatan dan ini yang menyebabkan biaya kesehatan masyarakat kita masih relatif tinggi," pungkasnya.