Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berhasil menyelamatkan keuangan negara dari pemborosan sebanyak Rp 117,83 triliun di sepanjang 2022.
Hasil tersebut merupakan kinerja pengawasan dari pelbagai aspek yang terdiri dari proyek infrastruktur prioritas, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial.
Baca Juga
"Kontribusi positif sebesar Rp117,83 triliun ini mungkin rekor terbesar di BPKP ini," kata Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh dalam acara Media Gathering di Kantor BPKP, Jakarta Timur, Rabu (1/2).
Advertisement
Ateh merinci, kontribusi penyelamatan uang negara tersebut bersumber dari efisiensi belanja sebesar Rp76,32 triliun. Kemudian, penyelamatan keuangan negara Rp37,01 triliun, dan sebesar Rp4,50 triliun berasal dari optimalisasi penerimaan negara.
Ateh menyebut, hasil pengawasan BPKP dalam kurun waktu 12 bulan (Januari-Desember) telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo. Adapun rentang pengawasan yang dilakukan BPKP meliputi pengawasan terhadap 86 kementerian/lembaga, 542 pemerintah daerah, dan 74.961 pemerintah desa.
Sedangkan dalam sektor pembangunan BPKP melakukan pengawasan di 212 proyek dan program strategis nasional serta 112 proyek pembangunan lainnya. Sementara dalam bidang korporasi BPKP mengawasi 114 BUMN dan anak perusahaannya, 1.154 BUMD, 1.340 BLU/BLUD serta 39.769 BUMDES.
"Tahun 2022 BPKP melakukan sebanyak 18.300 kegiatan pengawasan yang terbagi menjadi 14.413 kegiatan assurance (audit, reviu, evaluasi) dan sisanya 3.887 kegiatan consulting (pembinaan APIP, tata kelola, dan pengelolaan keuangan negara)," ucap Ateh
Menurutnya, pengawasan yang dilakukan sepanjang tahun 2022 diprioritaskan untuk mendorong pemulihan ekonomi yang cepat dan kuat, serta membantu pemerintah dalam resilensi berbagai tantangan ke depan.
"Untuk tahun 2023 BPKP juga telah menyusun Agenda Prioritas Pengawasan (APP) dan Agenda Prioritas Pengawasan Daerah (APPD) untuk menjaga akuntabilitas dan tata kelola pemerintah pusat maupun daerah," jelas Ateh.
BPKP: Manajemen Risiko Jadi Kunci Penting Pencegahan Korupsi
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memandang manajemen risiko korupsi jadi poin penting dalam mencegah praktik risiko dalam organisasi. Mengingat ada corak karakter berbeda di tiap-tiap organisasi.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Utama BPKP Ernadhi Sudarmanto dalam diskusi bersama Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah beberapa waktu lalu. Salah satu poinnya adalah cara mencegah praktik korupsi.
Manajemen risiko korupsi yang dimaksudkan Ernadhi tertuang dalam buku Teori dan Metodologi Manajemen Risiko Korupsi, Pendekatan Integratif, Interaksionis dan Prosesual. Buku inimerupakan buah karya insan-insan BPKP yang berkontribusi dalam upaya pemberantasan korupsi, khususnya di sisi pencegahan.
Menurutnya, pengalaman berkontribusi dalam bidang investigasi memberikan gambaran atau perspektif korupsi menjadi risiko. Oleh karena itu kata Ernadhi, risiko korupsi memerlukan Mitigasi Risiko Korupsi atau MRK di setiap organisasi yang notabene memliki perbedaan karakteristik masing-masing.
“Buku ini hadir untuk memberikan kontribusi positif dalam menciptakan pemahaman yang komprehensif melalui manajemen risiko korupsi dalam mencegah korupsi dalam organisasi,” ujar dia dalam keterangannya, Minggu (18/12/2022).
Dalam kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Nunuy Nur Afiah juga memberikan komentar tentang pencegahan korupsi. Menurutnya, mekanisme pencegahan korupsi diawali dari budaya kerja organisasi, penciptaan iklim yang etis, pengintegrasian pengendalian internal, dan manajemen risiko.
“Kapabilitas pencegahan fraud terkait dengan ciri dan kemampuan utama yang dimiliki organisasi dalam mengetahui potensi terjadinya fraud dan mengambil langkah pencegahan yang tepat. Buku ini sangat tepat dalam upaya pencegahan korupsi dalam organisasi,” ungkapnya.
Advertisement
Hulu ke Hilir
Sementara itu Jaksa Ahli Madya pada Jaksa Agung Muda Intelijen, Eri Satriana, menyatakan, berbicara mengenai korupsi itu bicara dari hulu ke hilir. Hal ini menyangkut, motif ekonomi menjadi dasar oknum untuk melakukan korupsi.
Maka dalam konsep rasionalitas pelaku atau, oknum pelaku korupsi sudah mengkalkulasi keuntungan yang akan didapat. Buku ini sebut Eri, membahas pencegahannya melalui manajemen risiko dengan lengkap.
“Buku ini merupakan terobosan ilmupengetahuan khususnya peran ilmu ekonomi di dalam pencegahan tindak pidana korupsi, buku ini memuat langkah strategis dan penting dalam pencegahan korupsi di Indonesia,” pungkasnya.