Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pemerintah bisa membuat agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun tidak mengalami defisit atau menambah utang. Hanya saja, hal tersebut akan berdampak besar bagi masyarakat.
“Konsep APBN defisit itu seolah-olah negatif padahal APBN ini fleksibel. Kalau Indonesia butuh support, ini ya kita kasih dukungan,” kata Sri Mulyani saat memberikan Kuliah Umum di HUT Media Indonesia Ke-53, Jakarta, Jumat (3/2/2023).
Baca Juga
Sebagai bendahara negara, dia mengaku bisa saja membuat APBN seimbang atau pengeluaran dan pendapatan negara diatur sedemikian rupa agar tidak kekurangan anggaran.
Advertisement
Misalnya dengan mencabut subsidi energi dan kompensasi yang dibayarkan kepada PLN dan Pertamina. Mengingat hanya dengan mencabut anggaran energi, neraca keuangan APBN akan seimbang.
“Kalau mau ini di-balance-kan ini bisa sih. PLN enggak saya bayar Rp171 triliun, itu langsung defisit. Bu Nike (Pertamina) enggak saya bayar itu langsung turun 0 defisitnya. Mau PLN dan Pertamina?,” ungkap Sri Mulyani.
Kebijakan ini kata Sri Mulyani bisa saja diterima PLN dan Pertamina. Namun, kemungkinan besar perusahaan akan menaikkan tarif energi yang selama ini disubsidi pemerintah. Namun, kebijakan ini dinilai berisiko karena bisa menuai protes masyarakat dari berbagai kalangan.
“Lalu (Pertamina dan PLN) boleh saja (subsidi dicabut), nanti saya naikkan tarif listrik. Ya monggo saja kalau mau dimarahin rakyat Indonesia. Kalau enggak butuh subsidi ya enggak apa-apa,” kata dia.
Pilihan Pemerintah
Hanya saja, kondisi ini pun pada akhirnya menjadi pilihan bagi pemerintah. Pemerintah mendesain APBN menjadi defisit bukan karena senang menambah utang.
Melainkan untuk menyeimbangkan kebutuhan masyarakat yang masih perlu mendapatkan bantuan. Baik berupa subsidi langsung untuk membuat harga-harga kebutuhan menjadi terjangkat, atau membutuhkan infrastruktur dan hal lain yang membutuhkan anggaran.
“Jadi persoalan ini sering pilihan. Ini bukan karena hobi bikin defisit atau hobi utang,” ungkapnya.
Selain mencabut subsidi, Pemerintah juga bisa membuat APBN menjadi seimbang dengan cara menarik pajak yang lebih besar. Namun pilihan kebijakan ini juga dinilai kurang tepat karena berdampak langsung kepada masyarakat.
“Sekarang belanja kita mencapai Rp3.090 triliun, kalau penerimaan negara dinaikkan menjadi jumlah yang sama, nanti bilang napas aja dipajakin bu,” katanya.
Makanya, Sri Mulyani menegaskan mengelola ekonomi merupakan upaya menjaga kepercayaan, keseimbangan. Agar permintaan dan pasokan barang tetap seimbang dan semua dilakukan sesuai dengan target.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Anggaran Subsidi Energi Menciut, Harga BBM dan Tarif Listrik Bakal Naik?
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, alokasi anggaran untuk subsidi energi di 2023 dipatok Rp 339,6 triliun. Angka ini jauh di bawah realisasi subsidi dan kompensasi energi di 2022 yang sebesar Rp 551 triliun.
Untuk diketahui, subsidi dan kompensasi energi ini untuk memberikan subsidi ke harga BBM khususnya Pertalite dan Solar, harga gas atau LPG 3 Kg dan tarif listrik golongan tertentu.
"Kita alokasikan subsidi dan kompensasi Rp 551 triliun tahun 2022 dan tahun ini Rp 399 triliun," kata Sri Mulyani dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forkopimda 2023 di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Selasa (17/1/2023).
Menengok tahun lalu, dengan alokasi untuk subsidi energi Rp 551 triliun, pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi 30 persen. Angka ini jauh jika dibandingkan dengan beberapa negara lain. Untuk diketahui, harga minyak mentah yang menjadi bahan dasar BBM memang mengalami kenaikan tinggi di tahun lalu. Hal ini terjadi karena perang antara Rusia dengan Ukraina.
"Walau harga BBM di luar negeri naik karena perang Ukraina, ini (harga BBM) meningkat hingga 2-3 kali lipat. Di Indonesia BBM naik 30 persen saja," katanya.
Besarnya anggaran subsidi dan kompensasi tahun lalu terjadi karena APBN tahun 2022 sebagai shock absorber di tengah tingginya risiko global untuk menjaga daya beli masyarakat.
Alokasi Belanja
Sri Mulyani menuturkan total alokasi belanja dalam APBN 2023 sebesar Rp3.601 triiun. Terdiri dari Rp2.246,5 triliun untuk belanja pemerintah pusat dan Rp814,7 triliun untuk transfer ke daerah (TKD).
Secara khusus anggaran belanja pemerintah pusat untuk ketahanan pangan tercatat Rp 104,2 triliun, naik dari tahun 2022 hanya sebesar Rp 92,3 triliun. Dana ini akan digunakan untuk pengembangan budidaya pertanian, pengawasan food estate, penguatan cadangan pangan nasional , penguatan infrastruktur pertanian dan optimalisasi CBP dan CSHP.
Sementara itu tahun ini alokasi anggaran untuk TKD mencapai Rp 339 triliun. Dana ini digunakan untuk melindungi masyarakat dan mengendalikan kenaikan inflasi.
Kemudian belanja bidang infrastruktur senilai Rp 392 triliun, sektor pendidikan senilai Rp 612 triliun dan belanja bidang kesehatan Rp 178 triliun untuk belanja non covid - 19. Sektor pendidikan mencapai Rp 612 triliun.
Advertisement