Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah memutar strategi demi menyelesaikan permasalahan truk ODOL. Rencananya, pada 2023 ini, Kemenhub mulai menerapkan kebijakan Zero ODOL.
Namun, penyelesaian truk ODOL ini tak mudah. Komisi V DPR RI masih banyaknya permasalahan yang terjadi pada saat Zero ODOL ini dijalankan.
Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, mengatakan penyelesaian masalah ODOL ini belum terselesaikan hingga sekarang karena belum adanya koordinasi dengan para stakeholder. Para sopir truk misalnya, hingga kini masih belum bisa menerima kebijakan Zero ODOL ini karena merasa sangat dirugikan.
Advertisement
“Para sopir merasa keberatan dengan penindakan ODOL yang hanya dikenakan hanya kepada mereka saja, sementara pemilik kendaraannya tidak. Nah, permasalahan ini hingga sekarang masih belum ada solusinya,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat, dikutip Senin (6/2/2023).
Permasalahan lainnya yang juga belum ada solusinya hingga kini adalah antara Kementerian Perindustrian dengan Kepolisian dan Dirjen Perhubungan Darat. Selain itu, antara daya dukung jalan dengan beban yang melewati tidak seimbang. Hal ini menyebabkan jalan-jalan itu menjadi cepat rusak. “Ibarat manusia, dia hanya mampu membawa 100 kilo dikasih beban 1 ton, ya ambruk lah orangnya,” tukasnya.
Lasarus juga melihat adanya permasalahan di jembatan timbang yang sampai saat ini belum memiliki gudang-gudang penyimpanan barang. Katanya, hal itu sangat merugikan para sopir karena barang-barang mereka yang diturunkan akibat kelebihan muatan akan menjadi rusak.
“Begitu juga pemilik truk ODOL yang sudah dipotong Kemenhub, mereka komplain karena pemotongan serupa ternyata tidak itu dilakukan di semua daerah. Ini kan menjadi panjang urusannya,” ucapnya.
Sudah 8 Tahun
Wakil Ketua Komisi V, Ridwan Bae juga menyampaikan hal serupa. Dia mengatakan sudah 8 tahun di Komisi V, namun permasalahan ODOL ini masih diangkat terus hingga sekarang dan tidak pernah tuntas. Menurutnya, kebijakan ODOL ini berdampak luas sehingga Kemenhub perlu berkoordinasi dengan kementerian-kementerian terkait lainnya.
“Masyarakat juga banyak yang dirugikan karena barang-barang mereka tidak bisa bersaing di tempat lain. Jadi banyak faktor yang harus dilihat. Karena itu, sudah tidak boleh kecil berpikirnya Pak Dirjen, harus besar. Nah, cara besarnya adalah bagaimana caranya berkoordinasi dengan kementerian yang lain,” ucapnya.
Anggota Komisi V, Suryadi Jaya Purnama, bahkan menyarankan perlu mengevaluasi dan menyusun kembali target-target terhadap penerapan larangan ODOL. Dia beralasan masih banyaknya aspek yang harus dibenahi terkait pelarangan ODOL ini dan masalahnya sangat kompleks.
“Oleh karena itu, kami mengusulkan agar larangan ODOL ini dievaluasi, kemudian dibuat perencanaan ulang secara lebih terintegrasi,” tukasnya.
Dia menyoroti adanya peran industri karoseri yang justru memicu keberadaan ODOL ini, tapi pemerintah justru memberikan izin untuk penjualannya. Tapi, saat dilakukan penindakan di jalan terhadap truk-truk ODOL, yang dikenakan hukuman itu justru para sopir dan tidak industri karoserinya. “Oleh karena itu, kita perlu membuat regulasi yang lebih adil,” tukasnya.
Advertisement
Masalah Lainnya
Permasalahan lainnya yang masih muncul terkait larangan ODOL adalah adanya perlakuan yang berbeda di masing-masing daerah yang juga sangat merugikan para sopir truk. Di mencontohkan dalam satu rute jalur transportasi misalnya lintas nasional dari Jawa ke Bali yang berbeda-beda perlakuannya di jalur ini.
“Di Jawa para sopir ini tidak ada masalah, tapi begitu di Bali, mereka tidak diizinkan masuk dan bahkan disuruh pulang lagi ke Jawa. Ini kan sangat merugikan para sopir, apalagi yang membawa muatan cabai atau tomat, bisa rusak semua,” katanya.
Jadi, katanya, Kemenhub sama sekali belum siap untuk mengimpementasikan kebijakan pelarangan ODOL ini. “Saya menyarankan lebih baik kelas jalannya saja yang dibenahi dan harus kita tingkatkan. Kalau ini dilakukan, berapapun bobot dari truk itu tidak akan bermasalah lagi,” ujarnya.
Anggota Komisi V lainnya seperti Hamka Baco Kady, Bakri, Eddy Santana Putra, dan Muhammad Aras, menyoroti keberadaan jembatan timbang yang justru memicu kemacetan jalan.
“Dari kunjungan saya ke Jambi kemarin, saya melihat di sana ada jembatan timbang yang dijejali dengan truk- truk yang berat. Saya melihat paparan bapak Dirjen Hubdar untuk tahun 2023, belum ada satu langkah konkret yang dilakukan untuk penyelesaian ODOL ini,” ungkap Hamka.
Bakrie juga mengatakan jembatan timbang di Indonesia itu penuh dengan masalah. “Saya tidak bayangkan kalau truk-truk itu distop karena melebihi timbangannya dan dibongkar, bisa dibayangkan akan terjadi kemacetan yang sangat panjang di sana,” ucapnya.
Edi Santana bahkan menyampaikan bahwa sangat sulit untuk menerapkan Zero ODOL itu. “Kalau lebih muatan, itu kan perlu gudang untuk penyimpanannya. Dan gudang-duang itu belum tersedia di jembatan-jembatan timbang kita,” ujarnya.
Banyak Jembatan Timbang Tak Berfungsi
Aras juga menemukan banyaknya jembatan-jembatan timbang yang tidak berfungsi. Tidak hanya itu, dia juga melihat kurangnya petugas yang bekerja di jembatan timbang itu.
“Ini harus dipikirkan, karena akan memperlambat atau menghambat perjalanan barang dan jasa. Para sopir akan sangat dirugikan kalau misalnya tertahan di jembatan timbang dan tidak bisa bergerak,” katanya.
Sementara, Anggota Komisi V, Sumaill Abdullah, menyoroti pemotongan truk yang dilakukan Kemenhub di Banyuwangi. “Saya kasihan melihat masyarakat yang punya transportasi yang punya kesadaran diri untuk memotong alat transportasinya itu. Akan tetapi di sisi lain masih dilakukan pembiaran terhadap truk-truk ODOL lainnya. Mereka hari ini merasa ada ketidakadilan,” ucapnya.
“Mereka punya armada-armada itu siap dilakukan pemotongan dengan catatan bahwa tidak ada lagi juga vendor-vendor yang mengeluarkan mobil-mobil truk dengan sasis yang panjang, karena mobil-mobil yang tahun lama tidak mungkin bisa menyaingi,” pungkasnya.
Advertisement