Sukses

Bocoran OJK Soal Kelanjutan Restrukturisasi Kredit Perbankan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan tidak adanya perpanjangan restrukturisasi kredit perbankan di beberapa sektor karena adanya indikasi sektor tersebut mampu untuk membayar kewajibannya terhadap perbankan.

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan tidak adanya perpanjangan restrukturisasi kredit perbankan di beberapa sektor karena adanya indikasi sektor tersebut mampu untuk membayar kewajibannya terhadap perbankan.

Hal tersebut diungkapkan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae.

Dalam agenda Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2023, di Jakarta, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyebutkan perpanjangan restrukturisasi diberikan kepada sektor padat karya.

"Sebetulnya industri-industri yang dicover oleh restrukturisasi sudah lepas, artinya industri ini sudah bisa jalan, sudah bisa memenuhi kewajibannya kepada bank secara normal," ujar Dian dalam konferensi pers virtual, Senin (6/2/2023).

Dian mengatakan, OJK sudah terlebih dahulu melakukan survei untuk mengklasifikasi sektor mana saja yang tepat untuk diberikan perpanjangan masa restrukturisasi kredit, dengan yang tidak.

Berdasarkan hasil survei OJK, sejumlah sektor selain industri padat karya telah mampu untuk beraktivitas kembali. Meski ia tidak menampik kebangkitan ekonomi di semua sektor berjalan tidak merata, tergantung kondisi geografis.

"Sejauh ini, sektor-sektor lain (selain padat karya) itu sebetulnya masih dikategorikan sudah keep up, memang masih belum merata tentu kami masih meneliti kemungkinan-kemungkinan apa yang terjadi ke depannya," ucapnya.

Sebelumnya, Mahendra menyampaikan restrukturisasi kredit pada tahun 2022 akibat pandemi Covid-19 mengalami penurunan signifikan, menjadi Rp469 triliun dari puncaknya Rp829 triliun pada Oktober 2020.

"Dapat diartikan kita siap mengakhiri masa restrukturisasi pada akhir Maret 2023 kecuali untuk beberapa sektor padat karya yang akan diperpanjang hingga Maret 2024," ucap Mahendra.

2 dari 3 halaman

Restrukturisasi Kredit Terkait Covid-19 Perbankan Turun Jadi Rp 469 Triliun di 2022

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, menyampaikan sepanjang 2022, kredit restrukturisasi kredit terkait Covid-19 perbankan turun signifikan menjadi sebesar Rp 469 triliun dari puncaknya sebesar Rp 830 triliun pada Oktober 2020.

Hal itu didukung dengan meningkatnya coverage pencadangan 24,3 persen dari total kredit restrukturisasi. Dengan angka ini, OJK siap mengakhiri masa restrukturisasi pada Maret 2023 kecuali untuk beberapa sektor padat karya yang akan diperpanjang hingga Maret 2024.

"Itu sejalan dengan rencana pemerintah memperoleh saran WHO terkait penurunan status pandemi Covid-19," kata Mahendra Siregar dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2023, Senin (6/2/2023).

Lebih lanjut, untuk likuiditas industri perbankan pada 2022 dalam level yang memadai, AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 137,7 persen dan 31,2 persen, jauh di atas ambang batas sebesar 50 persen dan 10 persen.

Tingginya permodalan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) juga memberikan bantalan menyerap risiko dan menunjang kebutuhan penyaluran pembiayaan. CAR perbankan 25,6 persen, sedangkan RBC industri asuransi umum dan asuransi jiwa 327 persen dan 484,2 persen. Selain itu, Gearing ratio perusahaan pembiayaan 2,1 kali.

Disisi lain, OJK mencatat kredit perbankan dan piutang pembiayaan tumbuh 11,4 persen dan 14,2 persen, lebih tinggi dari rerata 5 tahun sebelum pandemi sebesar 8,9 persendan 4,4 persen.

3 dari 3 halaman

Asuransi

Optimisme tersebut juga terus berlanjut tercermin dengan besarnya investasi nonresiden pada SBN di Januari 2023 yang mencatatkan pembelian netto sebesar Rp 49,7 triliun. Kemudian, premi asuransi umum dan reasuransi tumbuh sebesar 13,9 persen mencapai Rp 119 triliun.

Namun, premi asuransi jiwa tahun lalu mengalami kontraksi 7,8 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa mutlaknya penyelesaian masalah-masalah sejumlah perusahaan asuransi jiwa dalam waktu dekat.

Stabilitas sektor keuangan juga tetap terjaga dan semakin kondusif. Hal tersebut adalah buah hasil sinergi sangat kuat antara Kemenkeu, Bank Indonesia, OJK dan LPS dalam KSSK maupun masing-masing.

"Ke depan, ruang pertumbuhan LJK masih terbuka lebar mengingat terjaganya profil risiko yang didukung kecukupan likuiditas dan permodalan, tercermin dari rasio NPL gross perbankan 2,4 persen dan rasio NPF Perusahaan Pembiayaan 2,3 persen," pungkasnya.Â