Liputan6.com, Jakarta Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 tercatat 5,31 persen (yoy). Angka ini meroket jauh dari capaian di tahun 2021 yang tumbuh 3,69 persen (yoy).
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bapppenas, Suharso Monoarfa mengungkapkan, capaian pertumbuhan ekonomi tersebut sudah sesuai dengan yang diproyeksikan pemerintah yakni 5,3 persen (yoy).
Baca Juga
“Kalau soal pertumbuhan saya kira hampir dekat dengan yang dihitung Bappenas,” kata Suharso saat ditemui di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Selasa (7/2).
Advertisement
Hanya saja, tingginya pertumbuhan tersebut belum signifikan mendorong penurunan angka kemiskinan. Tercermin dari angka kemiskinan per September 2022 sebesar 9,6 persen, sedangkan per September 2021 berada di posisi 9,7 persen.
Terkait hal tersebut, Suharso mengatakan penurunan angka kemiskinan terjadi karena adanya perubahan jenis lapangan kerja yang dibutuhkan. Sehingga kebutuhan tenaga kerja menjadi terbatas.
“Karena distribusi dari jenis pekerjaan itu sedang mengalami perubahan setelah kita berhadapan dengan pandemi,” kata Suharso.
Selain itu, kondisi ekonomi global yang bergejolak juga mempengaruhi pasar tenaga kerja. Bahkan beberapa jenis pekerjaan terindikasi berguguran.
“Jadi ada pekerjaan-pekerjaan yang hilang, (digantikan) pekerjaan-pekerjaan baru, dan pekerjaan yang baru ini membutuhkan tingkat keterampilan yang berbeda,” kata dia.
Tak Sejalan
Berbagai faktor tersebut yang membuat penurunan angka kemiskinan tidak signifikan sebagaimana pertumbuhan ekonomi yang melonjak dalam waktu satu tahun. Hal ini menunjukkan membaiknya perekonomian tidak selalu sejalan dengan penurunan angka kemiskinan.
“(Sehingga) angka penurunan kemiskinan yang tidak terlalu signifikan dari sisi terbentuknya lapangan kerja memang tidak linier dengan pertumbuhan ekonomi itu dapat kita bisa pahami,” kata dia,
Untuk itu ke depan dia berharap pertumbuhan ekonomi akan sejalan dengan penurunan angka kemiskinan. “ Saya kira ke depan mudah-mudahan bisa sedikit linier,” pungkasnya.
Advertisement
Kemiskinan Ekstrem DKI Jakarta Saat Ini 95.668 Jiwa, Pj Heru Budi Targetkan 0 Persen pada 2024
Angka kemiskinan ekstrem di Ibu Kota DKI Jakarta mencapai 0,89 persen atau setara dengan 95.668 jiwa, dari total penduduk yang mencapai 10,7 juta orang pada Maret 2022. Angka ini meningkat 0,29 persen dari tahun 2021.
Kepala Bagian Umum Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta Suryana mengungkapkan, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono meminta pihaknya untuk erifikasi data warga yang teridentifikasi sebagai penduduk miskin ekstrem. Tujuannya, agar warga tersebut dapat diberikan pelayanan lebih lanjut.
“Nah tadi arahan dari Pj Gubernur bahwa akan menelusuri siapa, di mananya akan melakukan verifikasi data. Kemudian dilakukan semacam intervensi terbaik apa yang harus dilakukan agar kemisikinan ekstrem di DKI Jakarta bisa tertuntaskan,” ujar Suryana belum lama ini.
Lebih lanjut, Suryana menjelaskan, posisi kemiskinan ekstrem di Jakarta sangat mudah untuk turun.
“Kondisi kemiskinan Jakarta dalam posisi hard rock. Dalam arti memang sudah di kerak-keraknya itu. Jadi sangat mudah naik, sangat sulit untuk turun, itu kondisi kemiskinan di daerah-daerah yang kemiskinannya sangat rendah,” kata Suryana.
Adapun kata Suryana, penduudk miskin ekstrem adalah warga yang pengeluaran per kapitanya di bawah Rp11.633. Kemudian, untuk karakteristik, mayoritas merupakan Kepala Rumah Tangga lulusan SMA dengan rata-rata usia 45,5 tahun.
“Jadi orang akan terkategori sebagai penduduk miskin ekstrem kalo pengeluaran per kapita per harinya itu di bawah Rp11.633 tadi atau secara akumulasi rumah tangga di bawah 350.000 per kapita per bulan,” kata Suryana.
Target 0 pada 2024
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menargetkan kemiskinan ekstrem di Ibu Kota dapat mencapai titik 0 persen di 2024. Untuk mewujudkan hal itu, Heru menjalankan program intervensi kemiskinan terpadu sebagai upaya menangani kemiskinan ekstrem di DKI Jakarta.
"Berbagai langkah intervensi Pemprov DKI Jakarta dalam dalam menangani kemiskinan ekstrem di Jakarta terus dilakukan untuk mewujudkan target 0 persen kemiskinan ekstrem di Jakarta pada tahun 2024," kata Heru dalam keterangan tertulis dikutip Minggu (5/02/2022).
Heru menyampaikan setidaknya ada empat strategi sebagai langkah proaktif yang bakal dilakukan. Bentuk intervensi pertama, turun langsung ke wilayah kota administrasi untuk memperoleh data yang valid berdasarkan nama dan alamat.
“Saya minta agar seluruh jajaran turun langsung ke lapangan untuk mendapatkan data by name by address yang akurat, sehingga dapat ditemukan akar masalahnya dan segera dilakukan intervensi yang tepat sasaran. Kita pastikan target 0 persen itu dapat tercapai pada tahun 2024,” kata Heru.
Kemudian, intervensi kedua melalui program pengurangan beban pengeluaran bagi keluarga tidak mampu yang meliputi program bantuan/layanan sosial, antara lain Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus, Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU).
Ada pula Bantuan Pendidikan Masuk Sekolah (BPMS) untuk sekolah swasta, dan Kartu Anak Jakarta (KAJ) untuk pemenuhan kebutuhan dasar meliputi kebutuhan nutrisi anak usia 0-6 tahun.
Selanjutnya juga ada program bantuan atau layanan sosial lainnya, seperti Kartu Peduli Anak dan Remaja Jakarta (KPARJ) untuk anak dan remaja yang orang tuanya meninggal karena Covid-19, Kartu Lansia Jakarta (KLJ).
Advertisement