Sukses

Pemerintah Bedah 2.658 Rumah Tak Layak Huni di Aceh Utara, Anggaran Dikucurkan Rp 53,4 Miliar

Sebanyak 2.658 unit rumah tidak layak huni (RTLH) di wilayah tersebut telah dibedah dan ditingkatkan kualitasnya menjadi layak huni.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan aksi bedah rumah lewat program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Aceh Utara, Aceh.

Sebanyak 2.658 unit rumah tidak layak huni (RTLH) di wilayah tersebut telah dibedah dan ditingkatkan kualitasnya menjadi layak huni.

"Program bedah rumah kami salurkan kepada masyarakat kegiatan guna mengurangi kesenjangan sosial, pengangguran dan mewujudkan hunian layak bagi masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan," ujar Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto dalam keterangan tertulis, Jumat (10/2/2023).

Iwan menerangkan, penerapan program BSPS dilakukan dengan skema padat karya tunai untuk mempertahankan daya beli masyarakat dan mengurangi angka pengangguran. Caranya, dengan memperkerjakan pemilik rumah untuk membangun rumahnya ataupun warga sekitar desa setempat.

"Kami mengalokasikan anggaran program BSPS senilai Rp 20 juta per unit rumah. Masyarakat yang menerima bantuan tersebut untuk biaya material sebesar Rp 17,5 juta dan upah tenaga kerja sebesar Rp 2,5 juta," terangnya.

Kepala Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan Sumatera I, Teuku Faisal Riza, membeberkan aksi bedah rumah yang dilakukan di Kabupaten Aceh Utara untuk 2.658 unit rumah tidak layak huni.

"Total alokasi anggaran Program BSPS di Kabupaten Aceh Utara tahun 2022 lalu sebesar Rp 53,4 miliar. Kami harap tahun ini jumlah rumah tidak layak huni ini bisa lebih banyak lagi dan kami akan mendorong kolborasi dari berbagai pihak untuk mensukseskan Program BSPS ini," ungkapnya.

2 dari 3 halaman

Berbekal Rp 3,1 Triliun, Pemerintah Target Benahi 145 Ribu Rumah Swadaya di 2023

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengalokasikan anggaran dari APBN 2023 sebesar Rp 3,19 triliun untuk menyalurkan bantuan rumah swadaya.

Melalui skema Bantuan Stimulan Rumah Swadaya (BSPS) yang dulu dikenal sebagai Program Sejuta Rumah (PSR), Kementerian PUPR target meningkatkan kualitas rumah tidak layak huni sebesar 145 ribu unit yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

"Kami akan melanjutkan kembali Program BSPS di tahun 2023 ini. Program ini sangat membantu masyarakat untuk memiliki hunian yang layak dengan dana stimulan yang disalurkan oleh pemerintah," ujar Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto dalam keterangan tertulis, Senin (23/1/2023).

Menurut Iwan, pada 2022 lalu capaian pembangunan rumah masyarakat melalui Program BSPS mencapai 183 ribu rumah. Namun, target pemerintah membangun rumah swadaya pada tahun ini turun nadi 145 ribu unit.

"Untuk tahun 2022 capaian Program BSPS sebanyak 183 ribu di seluruh Indonesia. Sedangkan untuk tahun 2023 jumlahnya 145 ribu. Namun, kami ingin agar Program BSPS ini direplikasi oleh Pemda dan sektor swasta sehingga lebih banyak rumah masyarakat yang terbantu lewat bedah rumah sehingga lebih layak huni," terangnya.

Iwan menerangkan, setidaknya ada tiga fokus penanganan rumah swadaya 2023. Antara lain, percepatan penurunan kemiskinan ekstrem (PKE) melalui peningkatan kualitas rumah tidak layak huni, penanganan kawasan perumahan dan permukiman kumuh terintegrasi dan perluasan cakupan pelayanan Klinik Rumah Swadaya.

 

3 dari 3 halaman

BSPS 2023

Untuk itu, pihaknya juga melaksankan pembinaan teknis pelaksana kegiatan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Tahun 2023 agar hasil kualitas rumahnya bisa lebih baik lagi.

Sedangkan indikator keberhasilan Program BSPS terdiri dari dua hal, yakni kesadaran masyarakat yang meliputi kesadaran terhadap pentingnya rumah layak huni, keaktifan dalam proses kegiatan pembangunan serta nilai atau besaran swadaya masyarakat sebagai penerima bantuan.

Kedua, kualitas rumah layak huni sesuai SDGs seperti ketahanan bangunan, akses sanitasi, akses air minum, dan kecukupan rumah, serta indikator kesehatan yakni kecukupan pencahayaan, penghawaan dan ketuntasan bangunan meliputi adanya pintu dan jendela serta proses finishing bagian luar bangunan.

"Kami juga berharap dukungan dari pemerintah daerah agar mengalokasikan dana APBD serta tidak mengandalkan dana APBN dalam penanganan rumah tidak layak huni di daerah. Selain itu dukungan dari sektor swasta melalui dana CSR program perumahan dan perguruan tinggi dalam pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan rumah layak huni juga sangat diperlukan," tuturnya.