Sukses

Jika Ojol Gratis Lewat ERP, Bakal Marak Pengemudi Ojek Online Fiktif

Ojol melihat masih ada cara lain untuk pengendalian lalu lintas yang tidak membebankan masyarakat dengan kutipan-kutipan biaya atau dimana masyarakat harus membayar seperti konsep ERP.

Liputan6.com, Jakarta - Wacana pembebasan ojek online (ojol) dari pengenaan tarif jalan berbayar ERP atau Electronic Road Pricing justru ditentang para supir ojol yang tergabung dalam Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia.

Ketua Umum Garuda Indonesia Igun Wicaksono tak ingin ojol fiktif bermunculan. Ia khawatir banyak pengguna jalan lewat di jalan berbayar ERP yang nantinya memanipulasi atribut ojol seperti helm dan jaket, agar bisa terbebas dari pungutan tarif online tersebut.

"Adanya manipulasi atas atribut ojol demi ERP akan menimbulkan permasalahan. Untuk menghindarinya, maka lebih tegas ERP batalkan total," ujar Igun kepada Liputan6.com, Senin (13/2/2023).

Oleh karenanya, ia bersikeras menentang kebijakan jalan berbayar elektronik itu tanpa pengecualian.

"Kami bersama rekan-rekan pengemudi ojek online yang beberapa kali telah melakukan aksi unjuk rasa menolak ERP, menyatakan tetap menolak ERP tanpa syarat apapun," ungkapnya.

Alasannya, Igun menekankan, kebijakan itu terkesan tidak adil dan hanya akan menimbulkan beban bagi rakyat kecil, bukan hanya ojek online.

"Kami sangat yakin semua pengemudi ojek online maupun pengendara bermotor semua keberatan dengan adanya ERP," seru dia.

"Batalkan ERP dan hapus ERP dari Raperda DKI Jakarta adalah harga mati yang tidak dapat ditawar lagi. Kami menolak dengan keras ERP ini," tegas Igun.

Menurut dia, masih ada cara lain untuk pengendalian lalu lintas yang tidak membebankan masyarakat dengan kutipan-kutipan biaya atau dimana masyarakat harus membayar.

Pasalnya, Igun menyatakan, pemerintah sudah banyak diuntungkan oleh masyarakat lewat setiap pembelian kendaraan pribadi melalui pengenaan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan lain sebagainya.

"Mobil maupun sepeda motor sudah membayar pajak daerah dari STNK yang tidak sedikit. Maka kebijakan ERP ini menjadikan beban pengeluaran berlipat-lipat. Silahkan Pemprov DKI Jakarta menerapkan kebijakan lain yang pro rakyat tidak mengutip uang lagi dari masyarakat," tuturnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penerapan ERP Dalam Tahapan Kajian, Pemprov DKI Jakarta Minta Masyarakat Beri Masukan

Sebelumnya, Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan, penerapan kebijakan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) hingga kini masih dalam tahap kajian.

Oleh sebab itu, masyarakat diberikan kesempatan untuk menyampaikan masukan dan aspirasi soal ERP.

“Rencana implementasinya masih butuh waktu panjang, aturannya pun masih dalam proses kajian. Silakan bagi masyarakat untuk memberikan masukan dan aspirasinya,” kata Heru dalam keterangannya, dikutip Rabu (8/2/2023).

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, Syafrin Liputo menambahkan, pengkajian penerapan kebijakan ERP, dikhususkan untuk melihat kesiapan fasilitas transportasi publik di Jakarta.

Selain itu, Syafrin menyebut pihaknya juga akan mempertimbangkan masukan dan aspirasi dari komunitas transportasi dan masyarakat. Adapun kebijakan ERP, dimaksudkan dapat mengurai kemacetan di Ibu Kota.

“Kajian penerapan ERP yang sedang dilakukan bertujuan untuk mengurai titik-titik kemacetan di Jakarta dengan cara memindahkan pengguna kendaraan pribadi untuk beralih ke transportasi publik. Oleh karena itu, kami memastikan kesiapan layanan dan infrastruktur transportasi publik di Jakarta,” kata Syafrin.

3 dari 3 halaman

Sosialisasi Dilakukan Secara Masif

Syafrin menyampaikan sosialisasi secara masif juga terus dilakukan kepada seluruh pemangku kepentingan.

Dia mengaku hal itu dilakukan untuk memastikan tidak ada pihak yang dirugikan jika kebijakan ERP ini ke depan jadi diterapkan.

Lebih lanjut, Syafrin menjelaskan bahwa penerapan ERP diharapkan menjadi salah satu cara mendorong masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.

Sehingga juga berdampak mengurangi polusi udara di DKI Jakarta.

"Namun demikian, kami tetap memerlukan masukan dari para pihak dan penerapannya masih butuh waktu yang panjang," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.