Sukses

Inflasi Tinggi Tak Halangi Warga Jepang Borong Cokelat Buat Valentine Day

Menjelang Hari Valentine, harga sebatang cokelat di Jepang naik 7 persen lebih mahal.

Liputan6.com, Jakarta - Meningkatnya biaya kebutuhan sehari-hari di Jepang membuat banyak konsumen cemas di tengah pertumbuhan upah yang stagnan. Tetapi cokelat mungkin menjadi pengecualian menjelang perayaan Valentine's Day atau Hari Kasih Sayang di negara itu.

Melansir Japan Times, Senin (13/2/2023) lonjakan inflasi mendorong harga cokelat di Jepang menjadi mahal, dengan bahan produksi seperti kakao yang ikut naik di tengah tren inflasi global.

Sebatang cokelat di Jepang kini harganya sekitar 7 persen lebih mahal daripada setahun sebelumnya, menurut sebuah survei yang dilakukan oleh sebuah lembaga penelitian Teikoku Databank.

Ini termasuk bagi masyarakat yang memilih merek cokelat mewah impor, di tengah pelemahan yen yang menyebabkan harganya semakin mahal.

Merek cokelat impor mengalami peningkatan harga rata-rata hingga 33 Yen per potong dari tahun sebelumnya, atau dua kali lipat keuntungan merek domestik, menurut Teikoku Databank.

Tetapi tingginya inflasi tidak menghentikan masyarakat di Jepang untuk mengeluarkan pengeluaran demi perayaan Hari Valentine. Tak terkecuali untuk hadiah cokelat. 

Memasuki bulan Februari, negara itu sudah melihat peningkatan pada permintaan cokelat. Pengeluaran rata-rata rumah tangga di Jepang untuk cokelat pada bulan tersebut biasanya lebih tinggi, mencapai sekitar 1.200 Yen selama dua tahun terakhir, bahkan di tengah pandemi Covid-19. 

"Jumlah kasus Covid-19 telah menurun dan masyarakat sudah mulai bepergian. Kami sibuk menghadapi permintaan yang sangat tinggi untuk barang-barang yang berkaitan dengan Hari Valentine," kata seorang pekerja di sebuah supermarket Jepang.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Inflasi Tinggi, Warga AS Bakal Kurangi Pengeluaran di Hari Valentine

Menjelang perayaan Valentine Day, inflasi di Amerika Serikat sudah menunjukkan penurunan. Negara itu mencatat inflasi telah menurun menjadi 6,5 persen pada Desember 2022. 

Meski inflasi sudah menunjukkan penurunan, masyarakat di AS masih menghadapi mahalnya harga di pertokoan dan restoran, salah satunya untuk perayaan Hari Valentine.

Melansir CNBC International, Jumat (10/2/2023) tingginya biaya hidup telah mendorong 41 persen orang di Amerika untuk memutuskan tidak mengeluarkan banyak uang saat Hari Valentine, dan 23 persen lainnya masih ragu apakah akan merayakan Valentine tahun ini, menurut survei terbaru oleh platform ulasan Trustpilot.

Alih-alih membeli cokelat dan kencan makan malam, survei tersebut juga menemukan hampir separuh orang di AS Amerika berencana tidak akan membuat pengeluaran Hari Valentine, dan uang tersebut akan dipakai untuk keperluan sehari-hari seperti bensin, biaya sewa, dan bahan makanan. 

Perayaan Valentine Day tampaknya juga masih cukup mahal di negara itu.

Data yang dikumpulkan oleh situs keuangan pribadi The Balance menunjukkan, harga cokelat dan kartu Hari Valentine di AS ikut terdampak inflasi.

Sejumlah harga sebatang permen coklat di AS naik menjadi USD 2,60 pada Desember 2022, yang kira-kira mewakili kenaikan 12 persen dari tahun sebelumnya.

Selain itu, biaya makan malam di restoran juga semakin mahal.

Restoran merasakan sedikit kenaikan biaya untuk bahan dan tenaga kerja, menyebabkan beberapa orang menaikkan harga menu mereka dan membebankan biaya kepada pelanggan. Biaya keseluruhan untuk makan di luar di AS per Desember 2022 naik 8,2 persen dibandingkan tahun lalu, menurut data BLS.

3 dari 4 halaman

Bakal Rogoh Rp 389 Triliun, Ini Sederet Hadiah Valentine Day Paling Diminati Warga AS

Warga di Amerika Serikat berencana menghabiskan pengeluaran hingga USD 25,9 miliar atau setara Rp 389,8 triliun pada perayaan Valentine's Day atau Hari Kasih Sayang tahun ini. 

Hal itu diungkapkan dalam survei tahunan dari National Retail Federation (NRF).

Melansir CNBC International, Selasa (31/1/2023) angka tersebut naik dari USD 23,9 miliar tahun lalu dan menandai tahun pengeluaran tertinggi kedua sejak NRF mulai mensurvei pada tahun 2004.

Lebih dari separuh responden juga mengatakan berencana untuk merayakan Hari Valentine. Meskipun demikian, tidak semua akan mengeluarkan uang untuk perayaan tersebut.

Adapun temuan dalam survei NFR yang mengungkapkan generasi milenial menjadi kelompok usia dewasa di AS yang akan menghabiskan pengeluaran terbanyak saat perayaan Hari Valentine. Mereka berencana menghabiskan rata-rata USD 336 untuk menyambut Hari Kasih Sayang bersama pasangan.

Kemudian ada konsumen berusia 25 hingga 34 tahun di AS yang berencana membelanjakan rata-rata USD 238.

Dari responden yang mengatakan akan membelanjakan uang selama Hari Valentine, berikut sederet kado yang akan mereka beli:

- Permen: 57 persen

- Kartu ucapan: 40 persen

- Bunga: 37 persen

- Makan malam romantis : 32 persen

- Perhiasan: 21 persen

- Kartu hadiah: 20 persen

- Pakaian: 19 persen

 

4 dari 4 halaman

Nasihat dari Pakar Keuangan

Pakar keuangan di Amerika Serikat, Pattie Ehsaei pun menyarakan pasangan yang merencanakan pengeluaran di Hari Valentine agar jangan sampai berutang.

"Uang yang Anda simpan bisa digunakan untuk banyak hal lain, seperti cicilan rumah, melunasi hutang atau tabungan," jelasnya. 

Selain itu, juga ada pilihan hadiah dengan harga yang lebih terjangkau, Alih-alih mengirim mawar segar, mungkin Anda bisa memilih mawar yang kering, menurut Ehsaei.

"Mawar kering harganya kurang dari setengah (harga mawar segar) dan bertahan selama berbulan-bulan, terkadang bertahun-tahun," imbuhnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.