Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah getol membangun infrastruktur jalan tol dalam 10 tahun terakhir. Pembangunan jalan tol ini tidak mudah karena memang memerlukan pembiayaan yang sangat besar. Tentu saja, karena proyek jalan tol adalah proyek jangka panjang maka tenor pembiayaan pun juga lama.
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan, proyek infrastruktur jalan tol lebih cocok mencapat pembiayaan syariah. Sedangkan selama ini memang sebagian besar dana untuk membangun jalan tol berasal dari kredit konvensional.
Baca Juga
"Untuk pembangunan jangka panjang di Indonesia, sebenarnya struktur syariah adalah yang terbaik," ujar Kartika atau akrab disapa Tiko, saat menyampaikan sambutan dalam BSI Global Islamic Finance Summit 2023, Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Advertisement
Tiko menjelaskan mengapa pembiayaan syariah untuk infrastruktur jangka panjang lebih cocok dibandingkan dengan skema bank konvensional. Menurutnya, pola pembayaran pada bank konvensional umumnya memiliki jangka waktu yang pendek. Sementara pada pembayaran syariah, mempertimbangkan suatu aset harus mengikuti kondisi yang real.
"Kalau kita terbiasa di konvensional bank, terbiasa dengan pola pembayaran yang standar, dengan jangka waktu yang pendek sementara di syariah bank sebenarnya pola pembayaran dan pola dari aset ini harus mengikuti kondisi yang realnya oleh karena itu asep-aset yang membutuhkan jangka panjang seperti jalan tol properti pembangkit listrik sebenarnya sangat cocok dengan finance syariah compliance," jelasnya.
BSI
Dia juga tidak menampik saat ini BSI masih belum memiliki porsi yang cukup dalam pembiayaan infrastruktur jangka panjang. Hal ini disebabkan Bank Syariah Indonesia (BSI) belum mendalami secara spesifik bagaimana merestrukturisasi pola operasi satu perusahaan, dan menangkap secara tepat pendapatan dari sebuah proyek tersebut.
Sejak BSI didirikan pada tahun 2021 hasil merger tiga entitas BNI Syariah, BRI Syariah, dan Mandiri Syariah, segmen andalan BSI adalan konsumen dan ritel.
Meski demikian, Tiko optimis perluasan cakupan segmen BSI akan menjadi katalis fungsi perbankan syariah dalam pendanaan.
"Kita memang mendorong agar ini menjadi katalis ke depan dan termasuk untuk masuk ke dalam global players," ucapnya.
Erick Thohir Sebut BSI Jadi Bank Syariah Terbesar ke-7 Dunia
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir terus menunjukkan komitmennya dalam memaksimalkan potensi besar ekonomi syariah di Indonesia. Salah satunya dengan mengoptimalkan pengoperasian Bank Syariah Indonesia (BSI).
Apalagi Indonesia merupakan negara dengan pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Hal ini tentu membuat pangsa pasar ekonomi syariah di Indonesia memiliki peluang yang sangat besar.
Erick Thohir mengatakan, melalui BSI capaian perkembangan industri syariah makin jelas terbuka. Hasil dari kinerja BSI pun kini sudah banyak dinikmati langsung oleh masyarakat.
"Bank Syariah Indonesia (BSI) kini menjadi bank syariah terbesar ketujuh di dunia," kata Erick Thohir, seperti dikutip dari keterangan tertulis, Senin (13/2/2023).
Dia menambahkan, capaian tersebut tentu menjadi satu kemajuan yang baik dalam upaya pengembangan sektor ekonomi syariah di Tanah Air.
Mantan Presiden Inter Milan ini menyebut, kehadiran BSI banyak membuat ekonomi syariah lebih menggeliat. Bahkan terus hidup di tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Contohnya, perputaran uang melalui BSI di Jawa Barat mencapai Rp22 triliun, sementara Kabupaten Bogor mencapai Rp2 triliun," ujar Erick Thohir.
Karena itu, dia berharap agar BSI dapat terus konsisten dalam mengawal pertumbuhan ekonomi umat agar dapat terus melaju ke arah yang lebih positif lagi.
Advertisement
Laba BSI Capai 40,68 Persen
PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) membukukan kinerja positif sepanjang 2022 dengan membukukan laba bersih sebesar Rp 4,26 triliun atau tumbuh 40,68 persen secara tahunan (yoy). Pencapaian ini merupakan laba tertinggi sepanjang sejarah berdirinya bank syariah di Indonesia.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi menuturkan, pertumbuhan laba perseroan diiringi dengan meningkatnya aset BSI yang saat ini mencapai Rp 305,73 triliun, tumbuh 15,24 persen secara year on year.
Selain itu, juga ditopang oleh pertumbuhan bisnis yang sehat dari segmen retail dan wholesale serta didukung oleh peningkatan dana murah, kualitas pembiayaan yang baik, efisiensi dan efektivitas biaya dan fee based income (FBI).
Peningkatan laba bersih juga didorong oleh pencapaian kinerja penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp261,49 triliun yang tumbuh 12,11 persen secara yoy, pembiayaan yang tumbuh 21,26 persen secara yoy menjadi Rp 207,70 triliun , kualitas pembiayaan yang terjaga baik tercermin dari NPF Gross di level 2,42 persen serta peningkatan fee based income BSI Mobile mencapai Rp 251 miliar, tumbuh 67 persen secara yoy.
Hingga Desember 2022, total pembiayaan BSI mencapai Rp 207,70 triliun, dengan porsi pembiayaan yang didominasi oleh pembiayaan konsumer sebesar Rp 106,40 triliun, tumbuh 25,94 persen secara yoy.