Sukses

Muncul Dugaan Pencucian Uang, Pengawasan Koperasi Diperketat

KemenKopUKM menggandeng PPATK guna melakukan join audit guna mengantisipasi dugaan praktik pencucian uang yang dilakukan di koperasi.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) guna melakukan join audit guna mengantisipasi dugaan praktik pencucian uang yang dilakukan di koperasi.

“Kami telah menerima laporan dari PPATK, bahwa terdapat koperasi yang terindikasi melakukan praktik pencucian uang. Merespons hal tersebut kami akan melakukan join audit dengan PPATK,” Kata MenKopUKM Teten Masduki selepas bertemu dengan Kepala PPATK di Jakarta, Rabu (15/2/2023).

Lebih lanjut, KemenkopUKM akan melakukan tindakan preventif, guna mencegah tindakan pencucian uang yang dilakukan oleh koperasi di kemudian hari.

“Kami akan tingkatkan pengawasan dan pelatihan bagi pengawas koperasi termasuk juga petugas pengawas koperasi di daerah. Kami khawatir ada praktik koperasi yang gagal bayar karena salah pengelolaan,” tegas Menteri Teten.

Disisi lain, Menteri Teten menegaskan urgensi revisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian cukup besar. Hal tersebut dibutuhkan agar kepastian hukum dan penanganan kejahatan keuangan di koperasi dapat terjamin.

“Revisi UU koperasi menjadi urgen untuk segera disahkan. Melihat saat ini pengawasan terhadap koperasi harus diperkuat,” kata Menteri Teten.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, pihaknya akan memperkuat sinergi dengan KemenKopUKM guna melindungi anggota koperasi.

“Prinsipnya kami ingin melindungi masyarakat, koperasi harus tumbuh kuat hebat dan mendorong ekonomi kerakyatan, namun disisi lain juga harus akuntabel, mematuhi aturan yang ada, dan turut berupaya mencegah tindak pidana pencucian uang,” kata Ivan.

Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi menambahkan, pihaknya sudah mendapatkan laporan terkait koperasi yang melakukan indikasi pencucian uang yang sedang ramai saat ini.

“Terkait laporan yang kami terima dari PPATK, merupakan kasus lama yang sebenarnya sudah dilaporkan ke aparat penegak hukum sejak tahun 2014," pungkas Zabadi.

 

2 dari 3 halaman

Koperasi Sering Jadi Tempat Cuci Uang, tapi Jarang Dilaporkan ke PPATK

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyadari ada dana-dana yang dikelola koperasi berpotensi sebagai aliran dana tindak pidana pencucian uang (TPPU). Bahkan, menurut data yang dimilikinya, praktik pelanggaran itu banyak yang tidak dilaporkan.

Menteri Teten berujar, mengacu regulasi yang ada, ketika ada potensi dana hasil pencucian uang, seharusnya dilaporkan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Namun, pada praktiknya, hal itu tidak dijalankan oleh sebagian koperasi.

"Secara regulasi kami sudah punya Permenkop (Peraturan Menteri Koperasi dan UKM) yang mengatur bahwa koperasi itu kalau mencurigai ada dana-dana haram, dana-dana dari tindak pidana yang dicurigai harus dilaporkan ke PPATK," kata dia di kantor Kemenkop UKM, Rabu (15/2/2022).

"Jadi ada KYC-nya (know your customer) tapi ternyata banyaknya tidak melaporkan, ini mungkin yang akan kita benahi," sambungnya.

Aturan yang dimaksud Teten merujuk pada Permenkop Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Koperasi yang Melakukan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam.

Dalam pasal 15 beleid tersebut mewajibkan pengurus maupun pengelola koperasi melakukan prosedur customer due diligence (CDD). Ditegaskan dalam pasal 15 huruf c, jika terdapat transaksi keuangan tidak wajar yang diduga terkait dengan tindak pidana pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme.

Hal senada ditegaskan dalam Pasal 43 ayat (1) yang berbunyi Pengurus dan/atau Pengelola wajib menyampaikan laporan TKM, laporan TKT dan laporan lain kepada PPATK sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

3 dari 3 halaman

Langkah Hukum dan Pencegahan

Lebih lanjut, Menteri Teten menjelaskan tetap akan berpegang pada proses hukum yang tengah berjalan yang menyangkut sejumlah koperasi. Dia juga menyiapkan langkah pencegahan terjadinya TPPU di lingkup koperasi kedepannya.

"Kami tahu tadi sudah dalam proses hukum ya, jadi nanti kita proses hukumnya akan terus patuh," kata dia.

"Kemudian nanti juga untuk preventifnya kami akan tingkatkan pengawasan dan latihan-latihan bagi pengawas koperasi termasuk juga petugas-petugas koperasi, pengawas koperasi di daerah-daerah di pemerintah kota ataupun kabupaten," tambah dia.

Teten menuturkan kalau saat ini koperasi merujuk pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Disana diatur kalau anggota koperasi mengawasi operasional koperasinya sendiri. Maka, untuk mencegah TPPU diperlukan ada pelatihan secara mendalam.