Liputan6.com, Jakarta Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengungkapkan kekhawatirannya terkait dampak resesi global yang sudah mulai terasa bagi Indonesia.
Meskipun ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2022 berhasil tumbuh 5,31 persen, namun kinerja ekspor yang menjadi penyokong ekonomi tahun lalu mulai melemah.
Bahkan Bahlil menyebut kinerja ekspor kuartal pertama tahun ini mengalami pelemahan jika dibandingkan dengan kinerja pada kuartal IV tahun 2022.
Advertisement
“Ekspor kita di kuartal I-2023 ini rada-rada, tidak sebaik di kuartal IV-2022. Ini tanda-tanda sudah mulai menurun,” ungkap Bahlil dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Investasi, Jakarta, Kamis (16/2/2023).
Selain kinerja ekspor, Bahlil juga mengkhawatirkan terganggunya investasi yang masuk di tahun 2023. Apalagi targetnya naik menjadi Rp1.400 triliun. Masuknya investasi asing ke Indonesia di kuartal perdana ini juga tidak lebih baik dari capaian di kuartal IV-2022.
“Saya baru cek, di kuartal I ini agak tidak sebaik dengan kuartal IV-2022 dan beberapa negara sudah menanyakan investasi di negara kita, dan ini masih butuh pergerakan-pergerakan maintenance yang baik,” ungkapnya.
Bahlil menyimpulkan, tahun 2023 menjadi tahun yang sulit selain bertepatan dengan tahun politik. Sebagaimana historisnya, ketika sebuah negara memasuki tahun politik, para investor memilih untuk menahan diri (wait and see) dalam berinvestasi.
“Kita di tahun 2023 menurut saya ini tahun yang tidak main-main,” katanya.
Kondisi Ekonomi Global
Di sisi lain, kondisi ekonomi global yang diperkirakan masih gelap sepanjang tahun. Potensi resesi global sudah tidak bisa dihindari lagi. Bahlil bilang sekarang negara sedang menghitung dalamnya dampak resesi di Tanah Air.
“Potensi resesi tidak dapat kita hindari dan dalamnya resesi sedang kita hitung,” kata dia.
Pemerintah, kata Bahlil sedang berupaya agar dampak resesi ini berakibat pada sikap investor yang makin menahan dananya untuk diinvestasikan.
Untuk itu dia meminta semua pihak tidak mempermasalahkan hal-hal sepele yang bisa berdampak pada kepercayaan para investor.
“Jangan sampai ini berdampak pada sikap wait and see di tahun politik. Jangan yang tidak substantif ini menjadi masalah besar,” pungkasnya.
Advertisement
Negara Ekonomi Terbesar Eropa Terkontraksi, Sinyal Resesi di Depan Mata?
Negara ekonomi terbesar di Eropa, Jerman secara tak terduga mengalami penyusutan ekonomi pada kuartal keempat 2022. Jerman merupakan negara ekonomi terbesar di Eropa.
Kontraksi ini semakin menunjukkan kemungkinan bahwa negara itu sudah memasuki resesi seperti yang sebelumnya diprediksi, meskipun kemungkinan terburuk sudah mereda dibandingkan yang dikhawatirkan sebelumnya.
Mengutip US News, Selasa (31/1/2023) data resmi kantor statistik federal Jerman menunjukkan bahwa produk domestik bruto (PDB) negara itu turun 0,2 persen pada kuartal IV 2022.
Padahal, di kuartal sebelumnya, ekonomi Jerman sempat tumbuh sebesar 0,5 persen yang direvisi naik dibandingkan tiga bulan sebelumnya.
Sebagai informasim eesesi secara umum didefinisikan sebagai kontraksi ekonomi selama dua kuartal berturut-turut.
"Bulan-bulan musim dingin berubah menjadi sulit - meskipun tidak sesulit yang diperkirakan sebelumnya," kata kepala ekonom VP Bank, Thomas Gitzel.
"Kehancuran ekonomi Jerman yang parah tidak ada, tetapi sedikit resesi masih akan terjadi," sebutnya.
Pekan lalu, Menteri Perekonomian Jerman Robert Habeck mengatakan dalam laporan ekonomi tahunan pemerintah bahwa krisis ekonomi yang dipicu oleh perang Rusia-Ukraina sekarang dapat ditangani, meskipun harga energi yang tinggi dan kenaikan suku bunga membuat pemerintah tetap berhati-hati.
Situasi ekonomi Jerman diprediksi akan membaik mulai musim semi dan seterusnya, dan perkiraan PDB Jerman untuk tahun 2023 ini juga direvisi menjadi 0,2 persen, naik dari perkiraan penurunan 0,4 persen.
Sementara itu, European Central Bank (EBC) atau bank sentral Eropa telah berkomitmen untuk menaikkan suku bunga utamanya setengah poin persentase pekan ini menjadi 2,5 persen untuk mengekang inflasi di kawasannya.
Dibayangi Resesi, Ekonomi AS Tumbuh 2,9 Persen di Akhir 2022
Perekonomian Amerika Serikat tumbuh pada kecepatan yang lambat karena kekhawatiran resesi, tetapi berkinerja lebih baik dari yang diharapkan pada bulan-bulan terakhir tahun 2022.
Melansir Channel News Asia, Jumat (27/1/2023) Departemen Perdagangan mengungkapkan bahwa kegiatan ekonomi AS telah berjalan moderat karena bank sentral atau The Fed menaikkan suku bunga pinjaman hingga tujuh kali tahun lalu, dengan harapan mendinginkan permintaan dan mengekang biaya di tengah lonjakan inflasi.
Negara ekonomi terbesar di dunia itu tumbuh 2,1 persen sepanjang tahun 2022, turun dari angka tahun 2021, menurut data Departemen Perdagangan.
Di kuartal terakhir 2022 produk domestik bruto AS tumbuh melampaui ekspektasi, sebesar 2,9 persen. "Peningkatan PDB riil pada tahun 2022 terutama mencerminkan peningkatan belanja konsumen, ekspor, dan bentuk investasi tertentu," demikian keterangan Departemen Perdagangan AS.
Presiden JAS oe Biden menyambut dengan baik tumbuhnya perekonomian, menyebutkan sebagai "berita yang sangat baik tentang ekonomi Amerika".
"Kita bergerak ke arah yang benar. Sekarang kita harus melindungi keuntungan itu ... yang dihasilkan oleh kebijakan kita," ujar Biden dalam sebuah pidato di Virginia.
Meski ekonomi AS berhasil tumbuh kuat pada kuartal keempat, ekonom dari Oxford Economics Oren Klachkin melihat hal itu belum tentu berlanjut pada awal 2023.
Adapun Rubeela Farooqi dari High Frequency Economics yang juga melhat pengeluaran rumah tangga dan investasi bisnis di AS masih berjalan lambat meski sudah bergerak positif.
Di tambah lagi, sektor perumahan sensitif terhadap terguncang karena kenaikan suku bunga The Fed membebani keterjangkauan.
"Ke depan, data baru-baru ini menunjukkan bahwa laju ekspansi dapat melambat tajam pada kuartal pertama, karena dampak dari kebijakan moneter yang ketat," beber Farooqi.
Advertisement