Sukses

Survei Bankrate Sebut Potensi Resesi Global 64 Persen pada 2023, Apa Pengaruhnya?

Saat ini potensi resesi global menjadi perhatian. Berbagai negara pun siapkan langkah-langkah hadapi potensi resesi global termasuk Indonesia. Lalu apa pengaruh resesi ini bagi seseorang?

Liputan6.com, Jakarta - Sejak 2022, potensi resesi global tampaknya sering didengar. Potensi resesi global yang terjadi seiring perang Rusia-Ukraina yang masih berkelanjutan, harga komoditas menguat, inflasi tinggi diikuti kenaikan suku bunga.

Hal tersebut berdampak terhadap ekonomi suatu negara. Kata resesi tersebut seperti memberikan kekhawatiran dan apa pengaruhnya kepada seseorang.

Resesi lebih dari sekadar ekonomi yang melambat, pasar saham yang bergejolak, dan data yang buruk. Di balik angka dan jargon adalah orang-orang nyata dan mata pencaharian dipertaruhkan.

Dikutip dari Bankrate, Jumat, (17/2/2023), pikirkan ekonomi sebagai ekosistem. Setiap keputusan yang dibuat oleh bisnis, lembaga keuangan, atau seseorang yang memiliki efek riak di seluruh sistem keuangan.

Investor yang takut resesi membuat pasar bergejolak yang pada gilirannya, membatasi akses perusahaan publik ke dana tunai. Lebih sedikit konsumen yang berbelanja membebani penjualan perusahaan, sehingga memaksa bisnis memangkas biaya untuk memenuhi kebutuhan.

Pengangguran dapat semakin memperburuk pengetatan ikat pinggang di antara konsumen, melanggengkan lebih banyak pengangguran.

Mencari tahu mana yang lebih dulu seperti ayam dan telur, bagi orang Amerika Serikat, sering kali efeknya lebih penting dari pada penyebabnya. Berdasarkan jajak pendapat Bankrate, ekonom mengatakan ada peluang 64 persen resesi pada akhir 2023. Namun, jangan panik, tidak semua resesi separah pandemi COVID-19 atau Great Recession sebelumnya.

Namun, memahami bagaimana resesi berdampak pada Anda dapat membantu membentuk rencana keuangan lebih baik ketika perlambatan benar-benar melanda. Ini arti resesi bagi dompet dan cara terbesar yang dapat membuat hidup Anda terasa berbeda seperti dikutip dari Bankrate yang tayang pada 31 Januari 2023.

Resesi Dapat Sebabkan Hilangnya Pekerjaan

Berapa lama Anda menganggur juga tergabtung pada tingkat keparahan penurunan. Resesi paling menganggu pasar tenaga kerja. “Jika kita hanya melihat contoh resesi dalam sejarah baru-baru ini di Amerika Serikat, mereka memiliki beberapa kesamaan dan faktor yang membedakannya,” ujar Ekonom Senior Bankrate.

2 dari 5 halaman

Pengangguran Meningkat

Ia mengatakan, kesamaan yang dimiliki adalah penurunan ekonomi menempatkan keuangan pribadi orang Amerika Serikat pada beberapa dan sebenarnya merusak sejumla orang. Bisnis seiring masuk ke mode bertahan hidup di tengah penurunan. Menghadapi ekonomi yang melambat, mereka mungkin meninggalkan pola pikir ekspansi dan malah mencari cara memangkas biaya.

Perusahaan mungkin menunda investasi dan mengesampingkan proyek baru yang tampak cerdas ketika ekonomi masih tumbuh. Paling buruk, perusahaan dapat mungkin memangkas departemen dan melepas pekerja, dan bahkan tutup.

Sepanjang setiap resesi, pengangguran telah meningkat. Berapa banyak tergantung pada sifat penurunan. Selama pandemi COVID-19, pengganguran melonjak menjadi 14,7 persen, tertinggi sejak Great Depression.

Orang Amerika Serikat tidak berhenti merasakan efek resesi setelah kehilangan pekerjaan. Berapa lama waktu yang dibutuhkan mereka untuk menemukan pekerjaan baru, bergantung pada sistem keuangan, industri tempat bekerja dan berapa banyak perusahaan di luar sana memiliki kondisi keuangan cukup kuat untuk hadapi penurunan.

Pada waktu selama the Great Recession, misalnya 45 persen yang menganggur lebi dari enam bulan. Bahkan tingkat saat pandemi COVID-19 tidak melampauinya.

Orang Amerika Serikat mungkin juga setengah menganggur, mengerjakan pekerjaan sementara atau jam kerja lebih sedikit dari yang mereka inginkan. Orang lain mungkin mengambil pekerjaan di luar bidang mereka hanya untuk penuhi kebutuhan.

3 dari 5 halaman

Resesi Sering Kurangi Prospek Pekerjaan dan Kurangi Keamanan Pekerjaan

Resesi bahkan berdampak pada mereka yang cukup beruntung untuk tetap bekerja. Jika pekerja menyaksikan atasan memangkas proyek dan mengenal rekan kerja yang kehilangan pekerjaan, mereka sering merasa takut akan penghasilan dan stres untuk membuktikan nilai mereka.

Kekhawatiran itu sering berujung pada sebagian kecil pekerja berpindah pekerjaan dan meninggalkan posisi mereka yang telah lama dilihat sebagai tanda kepercayaan ekonomi. Posisi pekerja yang berhenti dari pekerjaan mereka telah anjlok selama masing-masing dari tiga resesi terakhir sejak Departeman Tenaga Kerja mulai melacak tindakan tersebut pada akhir 2000-an.

Menurut survei Bankrate baru-baru ini, pekerja yang menemukan pekerjaan baru dengan gaji lebih baik selama setahun terakhir merasa lebih khawatir tentang keamanan pekerjaannya.

“Jika Anda berada dalam resesi dan mendengar semua berita tentang PHK atau perusahaan yang memperlambat perekrutan, Anda mungkin akan sedikit ragu untuk memutuskan beralih dan mengambil pekerjaan baru,” ujar Ekonom Indeed Hiring Lab, Ann Elizabeth Konkel.

Apakah itu terkait dengan berkurangnya minat untuk mempekerjakan atau lebih sedikit bisnis, lowongan kerja juga merosot dan cenderung membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pulih.

Di pasar tenaga kerja saat ini, lowongan pekerjaan masih mendekati level rekor, membuat ekonom menolak anggapan ekonomi AS saat ini dalam resesi meski menyusut selama dua kuartal berturut-turut.

4 dari 5 halaman

Karyawan Memiliki Daya Tawar Lebih Rendah

Ini artinya kenaikan gaji lebih kecil dan fleksibilitas yang rendah. Lebih sedikit pekerjaan sering berarti pergeseran kekuatan pekerja. Bisnis mungkin tidak terburu-buru untuk mengganti individu yang telah pergi, sementara lebih sedikit orang yang berhenti mungkin berarti lebih sedikit perusahaan yang kekurangan tenaga. Mereka mungkin juga menawarkan lebih sedikit kenaikan gaji,  bahkan jika memiliki sarana untuk menaikkan gaji sama sekali.

Konkel menuturkan, pengaturan kerja fleksibel akibat pandemi COVID-19 seperti kerja jarak jauh dan jadwal alternatif bahkan mungkin mulai memudar.

“Resesi tentu saja mungkin mengurangi pengaruh pekerja untuk meminta lebih banyak dari pemberi kerja, untuk upah lebih tinggi, cuti ekstra seminggu, rencana pensiun dan lokasi kerja. Pekerja kehilangan daya ungkit itu,” ujar dia.

5 dari 5 halaman

Lembaga Keuangan Bakal Lebih Ketat Meminjamkan Uang

Lembaga keuangan sering kali lebih ketat dalam hal meminjamkan uang baik untuk memangkas biaya atau untuk menghindari risiko individu dan perusahaan yang tidak dapat kembali membayarnya.

Bank di AS yakni Chase, Wells Fargo dan Citi misalnya berhenti menerima aplikasi untuk jalur kredit rumah baru selama pandemi COVID-19.

Bank mengencangkan ikat pinggang dengan cara yang sama seperti yang dilakukan konsumen selama penurunan. Perusahaan kartu kredit sementara itu mengurangi batas kartu kredit untuk beberapa pemegang kartu. Keputusan tersebut dapat mempersulit bisnis dan konsumen untuk mendapatkan pendanaan.

Akumulasi Kekayaan Melambat

Selama resesi, pasar saham sering kali dapat memasuki apa yang disebut “bear market” atau pasar alami koreksi. Ini juga didefinisikan sebagai periode saat saham kehilangan 20 persen dari nilainya. Berdasarkan data Bankrate dari Yardeni Research, rata-rata kinerja S&P yang alami koreksi sejak 1929 menghasilkan penurunan sekitar 37 persen.

Mahasiswa yang baru lulus dan mencoba pekerjaan pertama selama resesi juga bisa terpukul. Ketika karyawan bekerja selama ekonomi lesu, kemungkinan mengambil upah lebih rendah dari seharusnya, seandainya menemukan pekerjaan dalam ekonomi yang kuat.

“Contoh utamanuya, adalah generasi milenial yang lulus selama Resesi Hebat. Sepanjang hidup mereka, itu dapat menyebabkan sejumlah besar dana yang hilang dari mereka,” kata dia.