Sukses

Kereta Cepat Didukung 72 Feeder, Perjalanan Jakarta Bandung Cuma 1 Jam

Dengan terintegrasinya kereta feeder dengan Kereta Cepat Jakarta - Bandung maka waktu perjalanan Jakarta - Bandung hingga Stasiun Kota Bandung dengan menggunakan kereta feeder, diperkirakan hanya satu jam.

Liputan6.com, Jakarta Pembangunan proyek transportasi modern kereta cepat hampir rampung. Terbaru, bantalan rel atau ballastless track slab untuk rel Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) telah rampung dilakukan. 

Di luar proyek utama tersebut, pemerintah juga terus mendorong pembangunan proyek pendukung Kereta Cepat Jakarta Bandung. Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga menjelaskan, proyek kereta cepat akan didukung oleh kereta feeder.

Tak tanggung-tanggung, dalam perencanaan akan ada puluhan perjalanan kereta setiap hari dari stasiun Padalarang menuju Stasiun Kota Bandung. "Frekuensi perjalanan kereta feeder untuk kereta Cepat Jakarta - Bandung 72 perjalanan kereta per hari," ujar Arya, Jumat (17/2/2023).

Tak hanya banyak, waktu operasional pun juga diperhatikan betul oleh PT KAI (Persero). Rencananya,kereta feeder beroperasi dari pagi hari hingga tengah malam. Dalam hitungan Arya, waktu tempuh kereta feeder tersebut 20 menit.

"Jadwal perjalanan kereta feeder ini akan disesuaikan dengan jadwal kedatangan Kereta Cepat Jakarta - Bandung," katanya.

Dengan terintegrasinya kereta feeder dengan Kereta Cepat Jakarta - Bandung tersebut maka waktu perjalanan Jakarta - Bandung hingga Stasiun Kota Bandung dengan menggunakan kereta feeder, diperkirakan hanya satu jam.

Dengan frekuensi 72 kereta per hari dan waktu perjalanan hanya 20 menit, kereta feeder tersebut dapat berperan optimal seperti halnya kereta komuter Jabodetabek.

2 dari 3 halaman

30.177 Bantalan Rel Kereta Cepat Jakarta Bandung Rampung Dipasang

Bantalan rel atau ballastless track slab untuk rel Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) telah rampung dilakukan. Jumlahnya mencapai 30.177 unit bantalan rel di 60 persen panjang total jalur.

Penyelesaian keseluruhan bantalan rel kereta ini merupakan salah satu momen penting dalam progress pembangunan KCJB. Peresmian pemasangan seluruh ballastless track slab ditandai dengan pengecoran ballastles track slab terakhir pada track bed jalur layang KCJB di daerah Wanakerta, Kabupaten Karawang, Rabu (15/2/2023).

Direktur Utama Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan, pemasangan ballastless track slab pada trase KCJB dimulai sejak 29 Desember 2021. Koordinasi dan kerjasama yang baik antar seluruh stakeholder membuat penyelesaian pemasangan seluruh ballastless track slab akhirnya dapat dirampungkan.

“Selesainya pemasangan seluruh ballastless track slab menjadi milestone penting proyek KCJB. Ini akan menjadi modal baik bagi kami di proyek KCJB untuk bisa segera melaksanakan pekerjaan-pekerjaan lainnya,” ujar Dwiyana dalam keterangannya, Rabu (15/2/2023).

Ballastless track slab adalah landasan tempat rel bertumpu yang terbuat dari beton. Konstruksi ini adalah bentuk modern landasan rel tanpa ballast yang sesuai untuk kereta api dengan kecepatan tinggi.

Dari 142,3 km panjang jalur KCJB, sekitar 60 persen jalur atau sepanjang 85,3 km menggunakan metode ballastless track slab karena pada jalur tersebut KCJB akan mencapai kecepatan maksimal, yaitu 350 kmh.

Penggunaan ballastless track slab juga memiliki stabilitas yang lebih tinggi dengan perawatan yang lebih mudah, dibandingkan dengan bantalan rel konvensional.

3 dari 3 halaman

Garapan Sinohydro dan Wika Beton

Sebanyak total 30.177 unit ballastless track slab disiapkan oleh dua kontraktor proyek KCJB yaitu Sinohydro dan Wika Beton. Awalnya, produksi ballastless track slab dilakukan oleh Sinohydro sebanyak 15.391 unit. Setelah adanya alih teknologi dan pengetahuan, produksi ballastless track slab dilakukan sepenuhnya oleh kontraktor lokal yaitu Wika Beton sebanyak 14.786 unit.

Dwiyana menambahkan, pihaknya melihat dan merasakan adanya suatu proses transfer pengetahuan yang baik dari Tiongkok ke Indonesia terkait dengan penerapan standar yang belum pernah ada di Indonesia.

“Sekali lagi ini merupakan bentuk kerjasama yang baik antara dua negara Indonesia dan Tiongkok. Saya yakin kita bisa menyelesaikan pekerjaan ini sesuai dengan harapan stakeholder," tutup Dwiyana.