Sukses

Jaga Inflasi Tak Meroket, Pemerintah Siapkan Rp 104,2 T dari APBN

Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebut APBN telah menyediakan dana Rp104,2 triliun untuk menjaga ketahanan pangan nasional tahun ini guna menjaga lonjakan inflasi.

Liputan6.com, Jakarta Guna mengantisipasi lonjakan inflasi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah menyediakan dana Rp104,2 triliun untuk menjaga ketahanan pangan nasional tahun ini.

Dana tersebut pun tersebar dalam anggaran di kementerian/lembaga dan berbagai instansi yang mendapatkan jatah APBN dari negara. 

“Anggaran ketahanan pangan ada Rp104,2 triliun yang ada di kementerian/lembaga dan non kementerian/lembaga,” kata Airlangga di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (20/2). 

Airlangga mengatakan dana tersebut akan digunakan pemerintah untuk menjaga stabilitas harga pangan dan perekonomian nasional yang masih dalam masa pemulihan. Apalagi dalam waktu dekat, akan ada momentum bulan puasa dan hari lebaran yang berdasarkan historisnya mengalami kenaikan inflasi. 

“Ini momentum pemulihan ekonomi nasional dan inflasi yang terjaga diharapkan menjadi pondasi ekonomi di tahun 2023,” kata dia. 

Untuk itu, pemerintah akan membuat berbagai macam program inflasi pengendalian inflasi 2023. Salah satunya dengan gerakan nasional pengendalian inflasi pusat yang didukung oleh Bank Indonesia. 

Mulai dari kegiatan pasar murah, kerja sama antar daerah, subsidi ongkos angkut, gerakan tanam cabai, replikasi model bisnis, alsintan, digitalisasi dan mempererat koordinasi. 

“Ke depan, pemerintah dan Bank Indonesia baik di pusat dan daerah akan mendorong sinergi agar IHK inti inflasi tetap terjaga dalam sasarannya,” pungkasnya.

 

 

2 dari 4 halaman

Inflasi AS Tembus 6,4 Persen di Januari 2023

Amerika Serikat mencatat inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan memasuki awal tahun 2023. Tingkat inflasi kali ini didorong oleh kenaikan harga rumah, gas, serta BBM. 

Melansir CNBC International, Rabu (15/2/2023) Departemen Tenaga Kerja AS mengungkapkan bahwa indeks harga konsumen, yang mengukur harga barang dan jasa umum, naik 0,5 persen menjadi 6,4 persen pada Januari 2023.

Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones awalnya memperkirakan inflasi AS bakal naik 0,4 persen menjadi 6,2 persen.

Tidak termasuk harga pangan dan energi, CPI inti AS juga meningkat 0,4 persen setiap bulan dan 5,6 persen dari tahun lalu, dibandingkan perkiraan masing-masing sebesar 0,3 persen dan 5,5 persen.

"Inflasi mereda tetapi jalan menuju inflasi yang lebih rendah sepertinya tidak akan mulus," kata Jeffrey Roach, kepala ekonom di LPL Financial.

"The Fed tidak akan membuat keputusan hanya berdasarkan satu laporan tetapi jelas risikonya meningkat bahwa inflasi tidak akan cukup cepat dingin sesuai keinginan The Fedd," tambahnya. 

Meningkatnya biaya tempat tinggal menyumbang sekitar setengah dari kenaikan inflasi, ungkap Biro Statistik Tenaga Kerja AS dalam laporannya.

Energi juga menjadi pendorong inflasi yang signifikan, masing-masing naik 2 persen dan 8,7 persen, sementara biaya pangan naik masing-masing 0,5 persen dan 10,1 persen.

Dalam beberapa hari terakhir, Ketua The Fed Jerome Powell telah membahas tentang kekuatan "disinflasi", tetapi angka inflasi di bulan Januari menunjukkan bank sentral mungkin masih akan mengeluarkan upayanya hingga mencapai target 2 persen.

Tetapi AS masih mendapat beberapa kabar baik di tengah tingginya inflasi. Biaya perawatan medis di negara itu turun 0,7 persen, tarif penerbangan turun 2,1 persendan harga kendaraan bekas turun 1,9 persen, menurut harga yang disesuaikan secara musiman. 

3 dari 4 halaman

Tok, The Fed Kembali Kerek Suku Bunga AS 25 Basis Poin

Bank Sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve kembali menaikkan tingkat suku bunga sebesar 25 basis poin pada Rabu (1/2) waktu setempat.

Melansir CNBC International, Kamis (2/2/2023) The Fed menaikkan suku bunga ke kisaran 4,5 persen hingga 4,75 persen, menjadikannya suku bunga tertinggi sejak 2007.

Seperti diketahui, kenaikan suku bunga The Fed untuk meredam inflasi di AS dengan membuat biaya pinjaman lebih mahal, tetapi di sisi lain juga berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi, yang dapat menyebabkan resesi.

Jajak pendapat para ekonom baru-baru ini menempatkan peluang resesi AS pada tahun 2023 sebesar 61 persen.

Meski tingkat inflasi AS sudah turun dari puncaknya sebesar 9,1 persen menjadi 6,5 persen pada Desember 2022, angka itu masih jauh di atas target acuanThe Fed sebesar 2 persen.

Oleh karena itu, Ketua The Fec Jerome Powell menegaskan  komitmennya untuk mempertahankan kenaikan suku bunga hingga inflasi AS dapat dijinakkan.

"Dampak dari kenaikan suku bunga seperempat poin cukup minim, tetapi ketika kita melihat efek kumulatif dari kenaikan suku bunga, dampaknya terhadap rumah tangga menjadi jelas," kata kepala analis keuangan di Bankrate, Greg McBride.

"Suku bunga kartu kredit telah mencapai rekor tertinggi, suku bunga jalur kredit ekuitas hampir dua kali lipat dalam satu tahun terakhir, dan dua kali lipat suku bunga hipotek membawa pasar perumahan dari merah panas ke es dingin dalam rentang beberapa bulan," bebernya.

4 dari 4 halaman

The Fed Pede Inflasi AS Bisa Melandai Tanpa Harus Korbankan Pertumbuhan Ekonomi

Pejabat Federal Reserve (The Fed) mengungkapkan keyakinannya bahwa inflasi di Amerika Serikat bisa mereda tanpa memicu penurunan ekonomi yang signifikan. 

Gubernur The Fed Michelle Bowman menjelaskan. hal itu didukung dari rendahnya angka pengangguran di AS, meski suku bunga terus naik. Menurutnya, hal itu bisa menjadi harapan.

"(Jumlah) pengangguran tetap rendah karena kami telah memperketat kebijakan moneter dan membuat kemajuan dalam menurunkan inflasi," ujar Bowman dalam pidato yang disiapkan untuk sebuah acara di Florida, dikutip dari Channel News Asia, Rabu (11/1/2023).

"Saya menganggap ini sebagai tanda harapan bahwa kita dapat berhasil menurunkan inflasi tanpa penurunan ekonomi yang signifikan," tambahnya.

Bowman menyebut, meredanya inflasi AS juga didorong oleh kekuatan pasar kerja, bersama dengan tingkat utang yang rendah di antara rumah tangga.

"Utang yang rendah dan neraca yang kuat bersama dengan pasar tenaga kerja yang kuat berarti konsumen dan bisnis dapat terus berbelanja meski pertumbuhan ekonomi melambat," jelas dia.

Tetapi dia juga memperingatkan bahwa Federal Open Market Committee yang mengatur kebijakan The Fed akan terus menaikkan suku bunga karena masih banyak upaya yang harus dilakukan untuk menurunkan inflasi.

Gubernur The Fed itu menambahkan, suku bunga kemungkinan harus tetap pada tingkat yang "cukup membatasi" untuk beberapa waktu untuk memulihkan stabilitas harga di AS.