Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menargetkan tingkat inflasi yang disumbang dari pangan (volatile food) tahun ini direntang 3 persen - 5 persen. Mengingat setiap momentum ramadan dan hari lebaran serta perayaan hari besar keagamaan, tingkat inflasi biasanya melonjak.
"Targetnya volatile food ada di 3 persen sampai 5 persen," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (20/2).
Baca Juga
Airlangga mengatakan dalam rapat tingkat tinggi di kantornya tersebut membahas ketersediaan beras. "Secara khusus kita berbicara mengenai ketersediaan beras," imbuhnya.
Advertisement
Para menteri sepakat tahun ini harus bisa menurunkan tingkat inflasi pangan lebih rendah lagi. Sebab tahun lalu, pemerintah telah berhasil menekan inflasi pangan dari 11 persen menjadi 5,61 persen.
"GNPIP telah berhasil menurunkan inflasi dari 11,7 peren di tahun lalu sampai 5,61 persen," kata dia.
Untuk itu tahun ini pemerintah juga akan membuat program serupa dengan misi sinergi dan inovasi untuk stabilitas harga dan ketahanan pangan nasional.
"Dan akan ada Kick Off nanti pada 5 Maret di Sulawesi Selatan," katanya.
Pada intinya pemerintah akan memperkuat ketahanan pangan dengan akselerasi implementasi lumbung pangan, perluasan kerjasama antar daerah. Lalu menyediakan data ketersediaan pangan untuk mendukung pengendalian inflasi, dan memperkuat komunikasi.
"Dan juga untuk mendukung ekspektasi dari inflasi masyarakat,' katanya.
Untuk itu, pemerintah akan membuat berbagai macam program inflasi pengendalian inflasi 2023. Salah satunya dengan gerakan nasional pengendalian inflasi pusat yang didukung oleh Bank Indonesia.
Mulai dari kegiatan pasar murah, kerja sama antar daerah, subsidi ongkos angkut, gerakan tanam cabai, replikasi model bisnis, alsintan, digitalisasi dan mempererat koordinasi.
“Ke depan, pemerintah dan Bank Indonesia baik di pusat dan daerah akan mendorong sinergi agar IHK inti inflasi tetap terjaga dalam sasarannya,” pungkasnya.
Jaga Inflasi Tak Meroket, Pemerintah Siapkan Rp 104,2 T dari APBN
Guna mengantisipasi lonjakan inflasi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah menyediakan dana Rp104,2 triliun untuk menjaga ketahanan pangan nasional tahun ini.
Dana tersebut pun tersebar dalam anggaran di kementerian/lembaga dan berbagai instansi yang mendapatkan jatah APBN dari negara.
“Anggaran ketahanan pangan ada Rp104,2 triliun yang ada di kementerian/lembaga dan non kementerian/lembaga,” kata Airlangga di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (20/2).
Airlangga mengatakan dana tersebut akan digunakan pemerintah untuk menjaga stabilitas harga pangan dan perekonomian nasional yang masih dalam masa pemulihan. Apalagi dalam waktu dekat, akan ada momentum bulan puasa dan hari lebaran yang berdasarkan historisnya mengalami kenaikan inflasi.
“Ini momentum pemulihan ekonomi nasional dan inflasi yang terjaga diharapkan menjadi pondasi ekonomi di tahun 2023,” kata dia.
Untuk itu, pemerintah akan membuat berbagai macam program inflasi pengendalian inflasi 2023. Salah satunya dengan gerakan nasional pengendalian inflasi pusat yang didukung oleh Bank Indonesia.
Mulai dari kegiatan pasar murah, kerja sama antar daerah, subsidi ongkos angkut, gerakan tanam cabai, replikasi model bisnis, alsintan, digitalisasi dan mempererat koordinasi.
“Ke depan, pemerintah dan Bank Indonesia baik di pusat dan daerah akan mendorong sinergi agar IHK inti inflasi tetap terjaga dalam sasarannya,” pungkasnya.
Advertisement
Inflasi AS Tembus 6,4 Persen di Januari 2023
Amerika Serikat mencatat inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan memasuki awal tahun 2023. Tingkat inflasi kali ini didorong oleh kenaikan harga rumah, gas, serta BBM.
Melansir CNBC International, Rabu (15/2/2023) Departemen Tenaga Kerja AS mengungkapkan bahwa indeks harga konsumen, yang mengukur harga barang dan jasa umum, naik 0,5 persen menjadi 6,4 persen pada Januari 2023.
Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones awalnya memperkirakan inflasi AS bakal naik 0,4 persen menjadi 6,2 persen.
Tidak termasuk harga pangan dan energi, CPI inti AS juga meningkat 0,4 persen setiap bulan dan 5,6 persen dari tahun lalu, dibandingkan perkiraan masing-masing sebesar 0,3 persen dan 5,5 persen.
"Inflasi mereda tetapi jalan menuju inflasi yang lebih rendah sepertinya tidak akan mulus," kata Jeffrey Roach, kepala ekonom di LPL Financial.
"The Fed tidak akan membuat keputusan hanya berdasarkan satu laporan tetapi jelas risikonya meningkat bahwa inflasi tidak akan cukup cepat dingin sesuai keinginan The Fedd," tambahnya.
Meningkatnya biaya tempat tinggal menyumbang sekitar setengah dari kenaikan inflasi, ungkap Biro Statistik Tenaga Kerja AS dalam laporannya.
Energi juga menjadi pendorong inflasi yang signifikan, masing-masing naik 2 persen dan 8,7 persen, sementara biaya pangan naik masing-masing 0,5 persen dan 10,1 persen.
Dalam beberapa hari terakhir, Ketua The Fed Jerome Powell telah membahas tentang kekuatan "disinflasi", tetapi angka inflasi di bulan Januari menunjukkan bank sentral mungkin masih akan mengeluarkan upayanya hingga mencapai target 2 persen.
Tetapi AS masih mendapat beberapa kabar baik di tengah tingginya inflasi. Biaya perawatan medis di negara itu turun 0,7 persen, tarif penerbangan turun 2,1 persendan harga kendaraan bekas turun 1,9 persen, menurut harga yang disesuaikan secara musiman.