Liputan6.com, Jakarta Rapat Paripurna Penutupan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2022-2023 pada Kamis (16/02/2023) lalu tak kunjung mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) menjadi Undang-Undang (UU).
Padahal, sehari sebelumnya, Badan Legislasi DPR RI bersama pemerintah sudah menyetujui Perppu Cipta Kerja dibawa ke Paripurna DPR untuk disahkan menjadi Undang-Undang.
Baca Juga
Menyikapi hal itu, Pengamat Hukum dan Akademisi Faisal Santiago, berpendapat meski DPR menunda pengesahan Perppu ini menjadi UU ini di masa sidang sekarang, keputusan tersebut tetap ditunggu pada masa sidang DPR berikutnya.
Advertisement
Menurut Faisal Santiago, banyak kemudahan yang diberikan untuk masyarakat dan investor jika Perppu Ciptaker ini disahkan menjadi UU, seperti kegiatan usaha dan investasi yang bakal dipermudah.
"Perppu Ciptaker merupakah salah satu langkah perhatian pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja dan kepastian hukum," kata Faisal Santiago, Senin (20/2/2023).
Tarik Investor
Ia menegaskan, adanya Perppu Cipta Kerja ini dapat mengundang investor mengingat adanya kepastian hukum. Dengan adanya kepastian hukum, maka akan memberi kepercayaan para investor untuk menanamkan modalnya, sehingga akan mendorong terciptanya lapangan kerja di Indonesia.
"Selain itu, banyak kemudahan juga yang diberikan kepada masyarakat untuk berusaha, seperti kemudahan perizinan dan pembentukan badan usaha, stimulus dan kemudahan bagi UMKM, serta ada juga pemberian dan percepatan sertifikasi halal yang sangat ditunggu oleh para pelaku usaha,” lanjut Prof. Faisal.
Melihat banyaknya keuntungan dari Cipta Kerja ini, Faisal berharap DPR dapat mengesahkan Perppu tersebut menjadi UU pada masa sidang berikutnya.
“Saya mengharapkan pada masa sidang berikutnya Perppu Cipta Kerja ini dapat disahkan DPR untuk menjadi UU,” kata Prof. Faisal.
Sangat Urgent
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto juga berharap DPR sepakati Penetapan Perppu Ciptaker menjadi UU.
Menurut Menko Perekonomian, penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi sangat urgen dan penting dalam mencegah terjadinya krisis perekonomian dan untuk memberikan kepastian hukum bagi investasi dan dunia usaha dalam rangka penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan pekerja dan masyarakat.
"Pemerintah menghadapi situasi dan kondisi serta dinamika global, nasional, dan kepastian hukum atas UU Cipta Kerja yang akan sangat berdampak kepada perekonomian nasional dan penciptaan lapangan kerja,” kata Airlangga Hartarto.
Jamak diketahui, hasil rapat pleno antara Pemerintah dan Badan Legislasi (Baleg) DPR, Perppu Cipta Kerja mendapatkan dukungan mayoritas fraksi-fraksi di DPR. Dari sembilan fraksi di DPR, tujuh fraksi menyatakan dukungannya dan hanya dua fraksi yang menolak Perppu ini.
Walaupun tidak disahkan dalam masa sidang ini, Perppu Cipta Kerja direncanakan akan disahkan menjadi undang-undang pada masa sidang selanjutnya yang akan dimulai pada pertengahan Maret 2023.
Advertisement
Tolak Perppu Cipta Kerja Jadi UU, Buruh Cemas Muncul Upah Murah dan Outsourcing
Buruh mengecam keras dan menolak sikap Badan Legislatif DPR RI yang setuju membawa Perppu Cipta Kerja untuk disahkan menjadi Undang-Undang di dalam Sidang Paripurna. Sikap DPR itu dinilai bertentangan dengan keinginan masyarakat luas, termasuk di dalamnya kelas pekerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut, ada 9 poin yang disorot oleh kaum buruh terhadap isi Perppu Cipta Kerja. Pertama, terkait dengan upah minimum.
"Perppu kembali kepada upah murah dan tidak lazim. Di situ dikatakan upah minimum kabupaten/kota dapat ditetapkan oleh Gubernur. Kata dapat mengandung arti bisa ditetapkan, bisa juga tidak. Sehingga di sini tidak ada kepastian terhadap UMK," ujarnya, Kamis (16/2/2023).
Menurut dia, indeks tertentu di dalam pasal upah minimum tidak dikenal dalam Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILOm. Yang dikenal adalah, upah minimum kenaikannya didasarkan pada living cost. Kedua, berdasarkan makro ekonomi, dalam hal ini inflansi, dan pertumbuhan ekonomi.
"Hal lain yang ditentang dari upah minimum adalah hilangnya Upah Minimum Sektoral (UMS) dan adanya pasal yang menganulir pasal sebelumnya, yaitu formula kenaikan upah minimum bisa berubah sesuai keadaan ekonomi," ungkap dia.
OutsourcingKedua, mengenai outsourcing, dimana Iqbal Perppu Cipta Kerja menyebutkan jenis pekerjaan yang diperbolehkan outsourcing akan ditentukan dalam Peraturan Pemerintah. Ia mengklaim pemerintah telah melegalkan perbudakan modern, sekaligus menempatkan negara seperti agen outsourcing.
"Yang boleh menentukan jenis pekerjaan mana yang bisa di-outsourcing dan mana yang tidak boleh adalah pemerintah. Itu artinya, Negara menempatkan dirinya sebagai agen outsourcing. Seharusnya pembatasan outsourcing dilakukan melalui undang-undang," keluhnya.
Pesangon
Poin ketiga, terkait dengan pesangon. Di dalam UU Cipta Kerja, Iqbal menyatakan nilai pesangon sangat rendah. Jika di dalam UU 13 Tahun 2003 menggunakan istilah pesangon sekurang-kurangnya satu kali ketentuan, di dalam Perppu yang sekarang akan menjadi undang-undang pesangon dikunci hanya satu kali.
"Bahkan, di dalam aturan turunannya untuk beberapa jenis PHK pesangonnya berkurang lagi, hanya mendapat pesangon 0,50 kali ketentuan," seru Iqbal.
Permasalahan selanjutnya yakni sistem pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mudah. Kebijakan mudah rekrut dan pudah pecat, lanjutnya, adalah untuk kepentingan kapitalis liberal.
"Dalam Perppu yang sekarang akan menjadi UU Cipta Kerja, outsourcing dibebaskan, upah murah, PHK mudah, pesangon rendah, lalu kemana peran negara?" tanya dia.
Buruh juga mempersoalkan karyawan kontrak, dimana dalam Perppu Cipta Kerja tidak ada periode kontak. Meskipun ada pembatasan waktu 5 tahun, namun periodenya tidak ada batasan. Sehingga buruh bisa dikontrak berulangkali tanpa pengangkatan menjadi karyawan tetap.
Advertisement