Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) target menghapus angka kemiskinan ekstrem menjadi 0 persen saat masa tugasnya berakhir pada 2024. Hal itu diutarakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati setelah mengikuti rapat terbatas bersama Jokowi, Senin (20/2/2023).
Dalam Ratas tersebut, Sri Mulyani mengutarakan, Jokowi mengarahkan jajarannya untuk fokus dalam program jangka sangat pendek hingga tahun terakhir masa kabinetnya di tahun depan.
Baca Juga
Adapun program pertama yang jadi komitmen Jokowi di 2024, yakni memberantas angka kemiskinan ekstrem yang menurut data terakhir berada di kisaran 2,04 persen.
Advertisement
Sri Mulyani menyebut, pemerintah bakal mengalokasikan fokus anggaran untuk menunaikan misi tersebut pada 2023 dan 2024.
"Penurunan kemiskinan ekstrem akan diupayakan pada tahun 2024. Ini berarti, keseluruhan total kemiskinan akan menurun, juga kebutuhan pendanaannya akan dilakukan prioritas untuk tahun ini dan tahun depan," kata Sri Mulyani.
Penurunan Stunting
Di sisi lain, Sang Bendahara Negara menambahkan, pemerintah juga perlu meningkatkan alokasi dalam rangka penurunan stunting sesuai arahan Jokowi kepada kepala daerah sebesar 3 persen.
"Ini tentu akan menimbulkan implikasi daripada anggaran tahun ini dan tahun depan," imbuh Sri Mulyani.
"Jadi kemiskinan ekstrem yang harus 0 persen pada 2024 dan kemiskinan headline di 6,5-7,5 persen. Sedangkan untuk stunting diharapkan turun ke 3,8 persen. Ini berarti perlu effort tambahan yang keras dan alokasi anggaran untuk tahun ini dan tahun depan," tuturnya.
BPS Ragu
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menilai target Jokowi untuk memangkas angka kemiskinan ekstrem mendekati 0 persen dan angka kemiskinan 7 persen pada 2024 adalah hal yang sulit tercapai.
"Kalau dilihat dari tren data, sepertinya agak sulit untuk mencapai 7 persen atau kemiskinan ekstrem di 2,04 persen menjadi mendekati 0 persen, ini sulit rasanya,” ujar Margo.
Kemiskinan ekstrem ada di 212 kabupaten dan kota yang menjadi prioritas pemerintah 2022. Pada 2021 tingkat kemiskinan ekstrem pada Maret sebesar 3,61 persen, kemudian menurun menjadi 2,76 persen di Maret 2022.
Menurut Margo masalah angka kemiskinan ini bergerak dinamis. Sehingga perlu dirancang data dan tata kelola yang baik untuk mencapai target.
“Rancangan tersebut perlu dibangun dan ditetapkan dengan jelas agar semua kementerian lembaga dan daerah ini punya target yang sama di sasaran yang ingin dicapai,” kata dia.
Advertisement
Soal Data
Margo menjelaskan, sulitnya tercapai target tersebut karena data tata kelola penanggulangan kemiskinan belum tersinkronisasi dengan baik dengan perbaikan data. Perbaikan data menjadi hal yang penting untuk memastikan program yang dibuat pemerintah tepat sasaran.
Untuk itu Margo menilai perlu adanya perbaikan sistematik tata kelola penanggulangan kemiskinan. Dimulai dari perbaikan tata kelola yakni perbaikan data.
“Kita butuh upaya melakukan tata kelola baru agar bisa mencapai target 2024 baik untuk menurunkan kemiskinan maupun kemiskinan ekstrem,” pungkas Margo.