Sukses

Resesi Global Bisa Berujung ke Krisis Ekonomi, Begini Tahapannya

Negara di dunia dibayangi resesi global. Tandanya, mereka mulai berpedang melawan inflasi dengan ramai-ramai menaikkan suku bunga.

Liputan6.com, Jakarta Negara di dunia dibayangi resesi global. Tandanya, mereka mulai berperang melawan inflasi dengan ramai-ramai menaikkan suku bunga.

Amerika Serikat, Eropa, hingga Indonesia pun tengah melakukan itu. Bank Indonesia sudah berkali-kali menaikkan suku bunga acuannya. Hal itu dibarengi dengan kebijakan pengendalian inflasi di masing-masing daerah.

Yang menakutkan, jika resesi global ini tidak diantisipasi bisa berpotensi menjadi krisis ekonomi.

Pertama, inflasi naik. Jika ini tak bisa ditangani, otomatis akan mempengaruhi konsumsi masyarakat dan kemudian berujung pada pertumbuhan ekonomi yang merosot.

"Jika ekonomi merosot, maka lapangan kerja akan menipis, perusahaan gulung tikar, banyak PHK. Rupiah melemah. Baru ujungnya ke Krisis Ekonomi," kata Ekonom Senior dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita kepada Liputan6.com, Rabu (22/2/2023).

Ronny menjelaskan, kualitas pemerintahan di masing-masing negara menjadi penentu. Hal ini dikarenakan, resesi cenderung lebih bisa diprediksi dan diantisipasi. Tidak seperti krisis ekonomi yang tiba-tiba.

"Biasanya resesi memang predictable, karena sinyalnya bisa dilihat dari historical growth. Kalau krisis agak sulit, bukan berarti tak terprediksi," terang dia.

Resesi Punya Siklus

Tidak hanya itu, resesi juga memiliki siklus. Di mana kondisi ekonomi dunia ada masa ketika bisnis tumbuh, lalu berkembang, sampai pada puncaknya, lalu mulai menurun. Di situlah potensi resesi ekonomi terjadi.

"Ekonomi akan mengikuti, setelah ekonomi tumbuh cukup agresif ada masanya overheating, lalu inflasi, lalu suku bunga dinaikkan. Setelah suku bunga naik biasanya inflasinya mereda, tapi growth-nya juga melambat. Di situlah kita menyebutnya resesi," terangnya.

"Jadi, mengapa kita menyebut resesi global, karena negara-negara besar mengambil arah ke sana untuk melawan inflasi," pungkas dia.

2 dari 4 halaman

Resesi Beda dengan Krisis Ekonomi, Mana yang Lebih Seram?

Resesi global mengancam sebagian besar negara di dunia. Sejumlah negara mulai mengantisipasi dengan berbagai kebijakan masing-masing, mulai dari menaikkan suku bunga hingga memberikan insentif kepada para pelaku ekonomi.

Indonesia misalnya, berbagai kebijakan tengah dilakukan mulai dari perkuat pasar ekspor hingga memberikan bantuan sosial kepada masyarakat. Tujuan akhirnya satu, menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Dengan ekonomi tetap tumbuh, maka sebuah negara akan jauh dari resesi.

Banyak pihak yang mengartikan resesi global sama seperti krisis ekonomi. Namun, perlu diketahui, ternyata istilah tersebut sangat jauh berbeda. Mana yang punya dampak lebih dahsyat terhadap sebuah negara?

Resesi

Seperti diketahui, resesi ekonomi memiliki pengertian bahwa sebuah negara angka pertumbuhan ekonominya negatif dalam dua kuartal berturut-turut. Jika itu terpenuhi, maka negara tersebut bisa dikatakan jatuh ke jurang resesi.

Pengamat Ekonomi Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita menjelaskan, resesi ekonomi menjelaskan, resesi cenderung bisa diprediksi dan bisa diantisipasi ketimbang krisis ekonomi.

"Biasanya resesi memang predictable, karena sinyalnya bisa dilihat dari historical growth. Kalau krisis agak sulit, bukan berarti tak terprediksi," terang dia kepada Liputan6.com, Selasa (21/2/2023).

Tidak hanya itu, resesi juga memiliki siklus. Di mana kondisi ekonomi dunia ada masa ketika bisnis tumbuh, lalu berkembang, sampai pada puncaknya, lalu mulai menurun. Di situlah potensi resesi ekonomi terjadi.

"Ekonomi akan mengikuti, setelah ekonomi tumbuh cukup agresif ada masanya overheating, lalu inflasi, lalu suku bunga dinaikkan. Setelah suku bunga naik biasanya inflasinya mereda, tapi growth-nya juga melambat. Di situlah kita menyebutnya resesi," terangnya.

"Jadi, mengapa kita menyebut resesi global, karena negara-negara besar mengambil arah ke sana untuk melawan inflasi," tambah dia.

Krisis Ekonomi

Berbeda dengan resesi, krisis ekonomi sangat sulit diprediksi dan cenderung bersifat mendadak. Berbagai hal yang menyebabkan krisis ekonomi diantaranya adanya masalah keuangan yang meluas.

Indonesia sendiri pernah mengalami krisis ekonomi pada 1997-1998.

"1997-1998, bank dan perusahaan terlilit utang, tidak mampu bayar, malah sebagian tutup, sebagian dapat talangan. Penggangguran mendadak naik tajam. Otomatis growth langsung minus. Rate rupiah tepar berlipat-lipat," jelas Ronny.

"Oleh karena itu, biasanya kerusakan ekonomi akibat krisis ekonomi lebih parah dan butuh waktu untuk pemulihan," pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Takutkah Orang Indonesia Akan Resesi Global? Ini Jawabannya

Sejumlah masyarakat mengaku tak terlalu khawatir dengan adanya ancaman resesi global yang turut berdampak ke Indonesia. Beberapa di antaranya menyebut lebih takut akan kenaikan harga sembako yang langsung berdampak ke kantung masyarakat.

Ancaman resesi global disebut-sebut makin nyata dan terasa di Indonesia. Ini diungkap oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia beberapa waktu lalu.

Pelemahan ekonomi global bisa berdampak ke tingkat ekspor Indonesia, serta realisasi investasi di dalam negeri. Di sisi lain, pasca-adanya konflik geopolitik yang berkepanjangan, ditambah melemahnya ekonomi, bakal juga berdampak pada tak pastinya harga pangan dan energi.

Jita, seorang pegawai swasta di Jakarta, mengaku lebih khawatir akan kenaikan harga sembako belakangan ini. Alasannya, itu berpengaruh pada pengeluaran rutin bulanan.

"Jujur aja ya, kita lebih khawatir kalau harga sembako pada naik, ya gimana enggak khawatir coba, cari uang susah ditambah lagi sembako naik terus kan," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (21/2/2023).

Hal senada diungkap Fahreza, salah satu pegawai swasta di Kota Bogor. Dia menyebut tak terlalu khawatir atas dampak resesi global. Dia menyebut, kondisi saat ini perlu diwaspadai di tengah upah yang cenderung tidak naik, padahal kebutuhan bertambah.

"Kalau iya sih dampak banget (kenaikan harga sembako) tapi kalau penghasilan juga naik ya aman-aman aja, seringnya harga naik pendapatan turun," ungkapnya.

Sebagai antisipasi dampak resesi global yang melemahkan sektor usaha dan berujung pemutusan hubungan kerja (PHK), Fahreza melihat peluang lain. Termasuk salah satunya melirik pekerjaan lain atau mencoba jadi wirausaha.

"Mayoritas masyarakat kayanya udah tau deh (kemungkinan PHK), kebanyakan (kerja) kontrak, kalau putus di tengah jalan malah lebih untung bagi sebagian orang ya. Cuman harus pinter juga cari kerjaan lain atau usaha bisa," ujarnya.

 

4 dari 4 halaman

Tak Seperti Negara Lain

Sementara itu, Rian, salah satu warga asal Depok, menganggap ancaman resesi global semakin nyata. Dia berharap adanya solusi yang diberikan pemerintah untuk meredam dampak resesi global masuk ke Indonesia.

"Ya semoga aja sih pemerintah bisa ngasih solusi agar kita enggak kena resesi kaya yang negara lain itu," kata dia.

Antisipasi ini, menurut dia, bisa mengacu pada kinerja pemerintah dalam mengatasi pandemi Covid-19.

"Ya kaya kemarin itu covid pemerintah juga bisa dibilang berhasil buat bantu masyarakat lewat beberapa bantuan untuk masyarakat," pungkasnya.