Sukses

Sri Mulyani Kantongi Penerimaan Pajak Rp 162,2 Triliun Sepanjang Januari 2023

Sri Mulyani menyebut, perolehan pajak Januari 2023 juga merupakan buah hasil dari kegiatan ekonomi yang kian meningkat, serta implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mencatat, penerimaan pajak pada Januari 2023 mencapai Rp 162,23 triliun. Angka ini sekitar 9,4 persen dari target sepanjang 2023 yang tercatat Rp 1.718 triliun. 

"Penerimaan pajak masih mengalami pertumbuhan yang sangat baik. Januari 2023 ini pertumbuhan penerimaan pajak kita 40,6 persen," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Rabu (22/2/2023).

Memang, ia menambahkan, prosentase kenaikan penerimaan pajak Januari 2023 lebih kecil dari periode sama tahun lalu, yang meningkat 59,49 persen. Tapi secara angka, jumlah Rp 162,23 triliun masih lebih besar daripada perolehan per Januari 2022 yang senilai Rp 109,2 triliun. 

"Memang tahun lalu Januari 2022 juga mengalami kenaikan 59,49 persen. Karena kalau tahun 2022, tahun 2021 basisnya masih rendah. Tapi kalau Januari 2023 kita masih tumbuh 48,6 persen, ini dikarenakan Januari lalu sudah tumbuh tinggi, ini merupakan sesuatu yang sangat positif," imbuhnya. 

Sri Mulyani menyebut, perolehan pajak Januari 2023 juga merupakan buah hasil dari kegiatan ekonomi yang kian meningkat, serta implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

"Reformasi UU HPP berikan kontribusi pada capaian penerimaan pajak. Target yang akan kita capai dalam hal ini untuk bulan Januari 9,4 persen (dari target APBN 2023). Ini adalah suatu penerimaan yang cukup bagus," kata Sri Mulyani. 

Rincian Penerimaan Pajak

Sang Bendahara Negara lantas merinci, penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) tumbuh 93,86 persen atau mencapai Rp 74,64 triliun. Jumlah itu setara 10,04 persen dari target dalam APBN 2023.

Sementara Pajak penghasilan (PPh) non migas mencapai Rp 78,29 triliun atau tumbuh 28,03 persen, setara 8,96 persen dari target APBN 2023. Lalu, Pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lain mencapai Rp 1,29 triliun, tumbuh 118,72 persen dibandingkan periode yang sebelumnya.

Di sisi lain, pajak penghasilan (PPh) migas tercatat turun 10,09 persen secara tahunan (year on year) dibanding Januari 2022, atau sebesar Rp 8,03 persen. Jumlah itu setara 13,07 persen dari target APBN 2023.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Terbukti Penggelapan Pajak, Dua Orang Ini Dipenjara dan Denda Rp 112,25 Miliar

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman kepada 2 terdakwa Ahmad Khadafi alias Vicky Andrean dan Junaidi Priandi dalam kasus penerbitan faktur pajak palsu atau penggelapan pajak.

“Menyatakan terdakwa Ahmad Khadafi alias Vicky Andrean dan Junaidi Priandi, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berupa dengan sengaja menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya (TBTS) melalui PT. EIB dan PT. PKB,” tutur Hakim Bawono Effendi dalam keterangan pers, Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Senin (20/2).

Hakim Bawono Effendi memvonis 4,5 tahun kepada Vicky Andrean dan 3,5 tahun kepada Junaidi Priandi. Masa hukuman masing-masing terdakwa dikurangi masa tahanan sementara, namun majelis hakim memerintahkan keduanya agar tetap ditahan.

Selain itu, keduanya juga harus membayar denda masing-masing Rp112,25 miliar dalam waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah). Apabila tidak dibayarkan dalam kurun waktu tersebut, harta bendanya dapat disita oleh Jaksa kemudian dilelang untuk membayar denda. 

“Dalam hal harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar denda, maka terdakwa akan dijatuhi hukuman kurungan pengganti denda selama 6 (enam) bulan,” tuturnya.

Hakim juga memerintahkan seluruh barang bukti yang dipergunakan dalam perkara tersebut diatas dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara lain. Termasuk membebankan biaya persidangan kepada terdakwa sebesar Rp10.000. 

3 dari 3 halaman

Banding

Atas putusan tersebut baik Jaksa Penuntut Umum maupun Terdakwa menyatakan akan pikir-pikir untuk banding.

Sebagai informasi, sidang putusan tersebut merupakan sidang ke-16 dalam pengungkapan kasus jaringan penerbit faktur pajak TBTS yang dilakukan secara serentak dalam skala nasional oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Selama proses penyidikan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jakarta Selatan I, kedua terdakwa telah diberikan kesempatan untuk menempuh upaya hukum administratif.

Caranya dengan melunasi jumlah pokok pajak kurang bayar ditambah sanksi administrasi sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan. Namun kesempatan yang diberikan tidak dimanfaatkan. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.