Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengatakan, rancangan Peraturan Presiden (Perpres) soal cadangan penyangga energi (CPE) sudah berada di tangan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
"Alhamdulillah draft finalnya sudah dikirim pak Menteri ESDM ke Menkumham. Sekarang sedang proses pembahasan antar kementerian," ujar Djoko Siswanto di Jakarta, Kamis (23/2/2023).
Baca Juga
Mantan Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ini berharap Perpres cadangan penyangga energi segera dirampungkan, agar stok cadangan darurat BBM dan LPG bisa sampai 30 hari.b
Advertisement
"Bolanya sudah di Kemenkumham. Itu pada tiga komoditi, minyak mentah, LPG, bensin. Jadi target kita nanti 30 hari, juga akan bangun infrastruktur," sebut dia.
Menurut dia, CPE ini berbeda dengan cadangan operasional untuk ketersediaan BBM hingga LPG di lapangan. Pemerintah bakal menyiapkan cadangan penyangga energi dalam situasi terdesak saja.
"Cadangan energi digunakan kalau terjadi krisis darurat energi. Mudah-mudahan tidak terjadi, kalau cadangan operasionalnya habis, kita kan masih impor minyak mentah, LPG dan bensin. Ketika negara-negara pengekspor menghentikan, otomatis kita pakai dana operasional. Ketika ini habis, cadangan penyangga energi kita gunakan," urainya.
Adapun Perpres cadangan penyangga energi ini merupakan aturan lama yang tak kunjung selesai. Sejak 2006, regulasi ini telah disampaikan ke Kementerian Sekretariat Negara, namun belum disahkan.
"Sebetulnya Kementerian Keuangan telah mem-budget-kan Rp 1 triliun untuk CPE ini. Cuman karena Perpresnya belum ada, dikasih bintang sekian tahun, sekarang hilang. Tinggal menunggu Perpres ini," imbuh Djoko.
Dewan Energi Nasional: Dunia Boleh Krisis, Tapi Kita Dikaruniai Energi oleh Tuhan
Sekjen Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menyatakan, Indonesia masih diuntungkan oleh harta karun komoditas energi pemberian Tuhan semisal batu bara. Menurutnya, itu cukup bisa menjaga negara dari ancaman krisis ekonomi yang terjadi saat ini.
Djoko menghitung, produksi batu bara nasional masih di angka 700 juta ton. Meskipun pemerintah perlahan mulai meninggalkan PLTU batu bara untuk suplai listrik, namun 60 persen dari pembangkit nasional masih menggunakannya.
"Alhamdulillah kita dikaruniai tuhan batu bara. Dunia boleh krisis, tapi kita dikaruniai energi oleh Tuhan. Batu bara kira juga diekspor 75 persen, dan untuk kebutuhan dalam negeri 25 persen," ujar Djoko di Jakarta, Kamis (23/2/2023).
Meski tak mau tergantung lagi pada batu bara, ia juga menilai, sistem kelistrikan di Tanah Air sudah cukup tangguh. Secara indeks ketahanan energi, Indonesia berada di angka 6,61.
"Memang masuk di kategori tahan, bukan sangat tahan. Kalau tahan kan indeksnya 6 sampai 8, kalau sangat tahan 8 sampai 10. Kita masuk ke sangat tahan, karena listrik kita sangat andal," ungkapnya.
Â
Advertisement
Energi Indonesia Tergantung Fosil
Namun di sisi lain, Djoko tak menampik Indonesia masih banyak bergantung pada komoditas fosil untuk sektor energi, semisal gas dan minyak mentah yang mayoritas masih impor.
"Kita belum masuk kategori belum sangat aman karena kita masih ada commodity fosil yang impor, yaitu LPG, minyak mentah, bensin. Kalau solar aman karena ada program B30 dan B35," sebutnya.
Kendati begitu, pemerintah disebutnya juga telah berupaya untuk mengurangi impor LPG dan minyak mentah, salah satunya lewat program jaringan gas dan menyiapkan infrastruktur kendaraan listrik.
"Untuk impor minyak mentah. Paling tidak produksi kita tidak turun lagi. SKK Migas punya target 1 juta barel (per hari/BOPD) di 2030," kata Djoko Siswanto.