Sukses

Tak Hanya di Bumi, BRIN Ingin Indonesia Jadi Penguasa Ekonomi Luar Angkasa

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan, Indonesia ingin bersaing secara global yang sudah memandang bahwa ruang angkasa di masa depan merupakan space ekonomi.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) tengah menyusun rencana agar Indonesia di masa depan bisa jadi penguasa ekonomi di luar angkasa. Landasan hukumnya berasal dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Penguasaan Teknologi Keantariksaan.

Lewat aturan tersebut, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan, Indonesia ingin bersaing secara global yang sudah memandang bahwa ruang angkasa di masa depan merupakan space ekonomi.

"Jadi space itu sudah tidak lagi sekadar space, itu punya potensi ekonomi. Makanya kita mempercepat program penguatan satelit penginderaan jauh, karena kita ingin jadi provider data. Kan satelitnya muterin bumi, bukan cuman lahan kita," ungkapnya di Kantor BRIN, Jakarta, Jumat (24/2/2023).

Menurut dia, PP 7/2023 memberi jaminan dan kepastian hukum bahwa Indonesia bisa ikut bersaing di dalamnya. Handoko ingin memutar balikkan fakta, dari sebelumnya NKRI merupakan negara peminjam satelit, ke depan bisa jadi tukang sewa.

"Jadi untuk yang lain kita jual, gantian. Selama ini kita bayar ratusan miliar, nanti gantian kita yang adakan. Jadi itu sangat potensial space di atas kita itu," sebutnya.

Untuk melakukannya, Handoko buka kemungkinan sebagian besar dananya tidak berasal dari APBN, tapi lebih mengembangkannya berbasis skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).

Salah satu wahananya adalah satelit. Menurut rencana, Indonesia target mempunyai 19 satelit jarak jauh. Bila berhasil mengembangkan separuhnya saja untuk bisa diluncurkan di Indonesia, otomatis itu akan menimbulkan permintaan (demand) dan kebutuhan bandara antariksa yang dikelola negara.

"Kalau kita punya bandara antariksa, itu akan sangat menarik. Karena kita di ekuator, paling tidak 10-15 persen pasti lebih murah karena gravitasinya paling rendah," kata Handoko.

"Jadi kita tidak sekadar untuk riset saja, tapi juga memberikan potensi pengembangan ekonomi, potensi masuknya investasi asing. Jadi teman-teman kita sekarang kalau ke luar negeri kita minta jualan R&D Investment di Indonesia," tuturnya.

2 dari 3 halaman

Didesak Mundur dari Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko: Saya Ikuti Perintah Presiden

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menanggapi santai, soal adanya usulan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mengusulkan  dirinya dicopot dari jabatannya saat ini. 

Menurut dia, usulan itu sah saja karena menjadi hak politik dari wakil rakyat di Parlemen.

"Namanya juga usulan (pencopotan), itu kan ranah politik dari anggota DPR, ya boleh-boleh saja. Kalau saya ikut saja Pak Presiden. Saya diangkat dengan Kepres dan diberhentikan dengan Kepres. Biasa saja namanya juga dinamika di DPR kan begitu," ujar Laksana dalam konferensi pers di Kantor BRIN Jakarta, Jumat (10/2/2023).

Laksana mengaku, usulan itu juga telah diketahui oleh Ketua Dewan Pengarah BRIN Megawati Soekarnoputri. Mendengar hal itu, Laksana menyatakan, Megawati hanya biasa saja. 

"Beliau biasa saja layaknya dinamika politik pada umumnya,” kata Laksana.

 

3 dari 3 halaman

Menutup Paksa Kantor BRIN di Daerah

Tidak hanya digoyang soal posisi kepala BRIN, diketahui Laksana juga diduga menutup paksa Kantor BRIN di daerah seperti yang terjadi di Pasuruan. Dia menjelaskan, hal itu bukan ditutup paksa namun bagian dari konsolidasi dengan memindahkan pegawai negeri yang bekerja di sana ke bagian divisi yang sesuai agar kinerjanya lebih terintegrasi. 

"Setelah diintegrasikan semua unit itu tutup. Karena setelah integrasi kita harus melakukan konsolidasi, jadi tidak sekedar gabung jadi satu itu kan percuma. Apalagi Pasuruan yang isinya hanya beberapa orang. Karena itu aset negara kita memerlukan waktu untuk mengatur, sebagian besar pengen ke Bandung," terang Laksana.

Terakhir, soal isu aliran dana ke DPR, Laksana membatah hal itu. Dia menjamin hal itu tidak ada dan tidak akan pernah ada.

"Tidak ada memberi ke anggota (DPR) daripada kasih ke mereka, mending kasih ke periset saya,” Laksana menutup.