Sukses

Harta Rafael Alun Trisambodo Rp 56 Miliar, Pengamat Sebut Sri Mulyani Perlu Bentuk Satgas Periksa Kewajaran Kekayaan Pegawai Ditjen Pajak

Pengamat menilai, pegawai Ditjen Pajak kembali menjadi sorotan karena harta jumbo, menunjukkan pengawasan internal Kementerian Keuangan masih lemah.

Liputan6.com, Jakarta - Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P.Sasmita menilai, Menteri Keuangan Sri Mulyani perlu membentuk satuan tugas (satgas) untuk memeriksa kewajaran dan kelayakan pegawai di Kementerian Keuangan terutama Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Hal ini setelah mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Rafael Alun Trisambodo mencatat kekayaan Rp 56,10 miliar.

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diakses di e-lhkpn KPK untuk penyampaian laporan kekayaan pada 17 Februari 2022 untuk laporan 2021, Rafael mencatat kekayaan mencapai Rp 56,10 miliar. Sedangkan Rafael Alun Trisambodo menjabat sebagai Kepala Bagian Umum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Kantor Wilayah Jakarta Selatan II.

Fakta itu terkuak setelah kasus dugaan penganiayaan sang anak, Mario Dandy Satriyo terhadap David Latumahina menjadi sorotan. Warganet menyoroti gaya hidup mewah Mario yang memamerkan Jeep Rubicon. Hal tersebut juga membuat perhatian warganet untuk mencari tahu kekayaan yang dimiliki orangtua Mario. Beredar LHKPN Rafael Alun di media sosial dan diketahui kekayaan mencapai Rp 56 miliar, bahkan Jeep Rubicon belum dilaporkan di LHKPN tersebut.

Kekayaan Rafael beda tipis dengan pimpinan tertinggi di Kementerian Keuangan yakni Sri Mulyani. Berdasarkan LHKPN KPK, harta Sri Mulyani tercatat Rp 58,04 miliar.

Ronny menuturkan, melihat harta kekayaan Rafael yang beda tipis dengan pimpinan tertinggi di Kementerian Keuangan yakni Sri Mulyani, seharusnya laporan harta kekayaan bukan hanya dilaporkan saja. Menteri Keuangan Sri Mulyani dan jajaran Kementerian Keuangan, menurut Ronny perlu melakukan tes kelayakan dan kewajaran kekayaan pegawai Ditjen Pajak.

Sri Mulyani dan jajaran harus lebih tahu anak buah. Kementerian Keuangan dan Ditjen Pajak tidak hanya menanyakan kewajaran untuk obyek pajak, tetapi tingkat kewajaran harus dipantau (kekayaan pegawai ditjen pajak-red). Sebelum dan sesudah menjabat. Laporan harta kekayaan memang diaudit setiap tahun,laporan harta, tetapi apakah dipantau tingkat kelayakannya,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (26/2/2023).

 

 

2 dari 4 halaman

Pengamat Nilai Sri Mulyani Perlu Bentuk Satgas Khusus

Ia menilai, Menteri Keuangan Sri Mulyani perlu membentuk Satgas Khusus untuk menertibkan dan mengukur kewajaran  harta yang dimiliki pegawai Ditjen Pajak.

"Satgas ini untuk penertiban mengukur kewajaran harta pegawai Ditjen Pajak dan gaya hidup. Ini juga berkaitan dari etika. Melihat hartanya layak atau tidak. Jalankan gaya hidup sederhana atau foya-foya. Ini bagian dari reformasi, menertibkan perilaku dan kepemilikan harta pejabat,” tutur dia.

Rafael menuturkan, jika pegawai Ditjen Pajak tidak memberikan contoh kepada masyarakat dalam menerapkan gaya hidup sederhana dapat membuat kecemburuan sosial. Selain itu, sorotan yang terjadi melibatkan Ditjen Pajak, menurut Rafael, masyarakat dapat antipati untuk bayar pajak. Ia menilai, hal itu perlu diwaspadai karena dapat mempengaruhi rasio penerimaan pajak atau tax ratio. Masyarakat dinilai dapat enggan bayar pajak karena melihat sikap pegawai Ditjen Pajak.

“Bagi obyek pajak besar juga dapat berpikir kalau masih ada pihak-pihak di Ditjen Pajak yang bisa diajak untuk dapat hindari pembayaran pajak,” ia menambahkan.

Ia menuturkan, pengawasan internal juga masih kurang di Kementerian Keuangan sehingga ditemukan harta kekayaan pegawai yang tidak wajar. Selama ini, ia menilai, pejabat hanya melaporkan tetapi tidak kembali dicek mengenai asal kekayaan, apakalah layak kekayaannya. 

"Audit tidak sampai kewajaran dan kelayakan. Oleh karena itu perlu ditertibkan karena tidak tersentuh LHKPN dan BPK. Selama ikuti Undang-Undang tetapi tidak dipertanyakan,” kata dia.

Ronny mengatakan, Ditjen Pajak merupakan ujung tombak negara dalam memungut fiskal dan mengetahui pendapatan negara. Oleh karena itu, ia menilai Satgas Khusus perlu ada untuk menilai kewajaran dan kelayakan harta pegawai Ditjen Pajak agar mencegah pegawai Ditjen pajak kongkanglikong dengan obyek pajak yang ingin hindari pembayaran pajak.

 

3 dari 4 halaman

Buntut Kasus Rafael Alun Trisambodo, Sri Mulyani Sanksi Pegawai Tak Lapor Harta Kekayaan

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani indrawati tak segan akan menindak tegas seluruh jajaran pegawai di Kementerian Keuangan, termasuk di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang tidak menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN).

Isu LHKPN di Kementerian Keuangan mencuat setelah adanya kasus penganiayaan yang dilakukan anak Rafael Alun Trisambodo (RAT) yang merupakan Kepala Bagian Umum Kanwil DJP Jakarta Selatan. Masyarakat menilai kekayaan yang dimiliki RAT cukup fantastis.

Menkeu mengungkapkan, Kementerian Keuangan sendiri memiliki 78.640 pegawai. Dari jumlah tersebut terdapat 13.885 pejabat dan pegawai di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum melaporkan harta kekayaan ke Inspektorat Jenderal Kemenkeu.

Atas dasar itu, Menkeu menegaskan sebagaimana ketentuan undang-undang, para pejabat dan pegawai di Kemenkeu wajib melaporkan LHKPN. Dia juga menghimbau kepada jajaran terkait untuk melakukan pengawasan internal secara ketat terhadap LHKPN para pegawai di Kemenkeu.

"Saya sampaikan bahwa seluruh jajaran kementerian keuangan pada level pejabat sesuai aturan Undang-undang wajib melaporkan harta kekayaan pejabat negara LHKPN dalam hal ini kemudian dilaporkan ke KPK," kata Menkeu, Jumat (24/2/2023).

 

 

4 dari 4 halaman

Sanksi Menanti

Lebih lanjut, kata Sri, Kementerian Keuangan pun telah dan akan terus melakukan tindakan disiplin bagi pegawai yang tidak melaporkan LHKPN dan LHK.

"Mereka yang tidak melakukan pelaporan dilakukan tindakan disiplin, laporan dilakukan analisa untuk kemudian ditindaklanjuti apabila berisi atau menunjukkan suatu perkembangan yang tidak wajar dari harta kekayaan pejabat maupun pegawai kementerian keuangan," tegas Menkeu.

Disisi lain, Menkeu meminta kepada Inspektorat Jenderal agar benar-benar menunjukkan langkah yang kredibel dalam menganalisa dan melakukan tindakan, agar kewajaran dari harta kekayaan para pejabat serta Kementerian keuangan dapat dipastikan.

Selain itu, Kementerian Keuangan juga akan melakukan kerjasama dengan instansi terkait menyangkut monitoring, kepatuhan, dari seluruh pejabat dan pegawai kementerian keuangan termasuk DJP agar tidak hanya sekedar patuh secara formal, namun juga memberikan laporan yang sebenarnya dan kredibel.