Sukses

Viral Dirjen Pajak Naik Moge Bareng Klub BlastingRijder DJP, Sri Mulyani: Bubarkan

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati buka suara soal beredarnya foto Dirjen Pajak Suryo Utomo yang mengendarai Motor Gede (MoGe) bersama klub BlastingRijder DJP.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati buka suara soal beredarnya foto Dirjen Pajak Suryo Utomo yang mengendarai Motor Gede (MoGe) bersama klub BlastingRijder DJP.

"Beberapa hari ini beredar di berbagai Media cetak dan online foto dan berita Dirjen Pajak Suryo Utomo mengendarai Motor Gede (MoGe) bersama klub BlastingRijder DJP yaitu komunitas pegawai pajak yang menyukai naik motor besar," tulis Sri di akun instagram miliknya @smindrawati, Minggu (26/2/2023).

Menyikapi pemberitaan tersebut, bendahara negara ini menyampaikan beberapa instruksi kepada Dirjen Pajak, yakni meminta Dirjen pajak untuk menyampaikan sumber harta kekayaan kepada publik sebagaimana yang tercatat di LHKPN.

"Jelaskan dan sampaikan kepada masyarakat/publik mengenai jumlah Harta Kekayaan Dirjen Pajak dan dari mana sumbernya seperti yang dilaporkan pada LHKPN," tegas Menkeu.

Minta Klub Moge BlastingRijder DJP Dibubarkan

Selain itu, Sri Mulyani juga meminta agar klub MoGe BlastingRijder DJP dibubarkan. Sebab, perilaku tersebut menimbulkan persepsi negatif kepada masyarakat sekaligus memunculkan kecurigaan terkait sumber kekayaan pegawai DJP.

"Meminta agar klub BlastingRijder DJP dibubarkan. Hobi dan gaya hidup mengendarai Moge - menimbulkan persepsi negatif masyarakat dan menimbulkan kecurigaan mengenai sumber kekayaan para pegawai DJP," ujar Sri Mulyani.

 

2 dari 4 halaman

Langgar Azas Kepatutan

Meskipun jika Moge tersebut diperoleh dan dibeli dengan uang halal dan gaji resmi. Namun, menurut Sri, mengendarai dan memamerkan Moge bagi Pejabat/Pegawai Pajak dan Kemenkeu telah melanggar azas kepatutan dan kepantasan publik.

"Ini mencederai kepercayaan masyarakat," imbuh Menkeu.

Himbauan yang dilakukan Menkeu itu buntut dari kasus Rafael Alun Trisambodo (RAT) yang menjabat sebagai Kepala Bagian Umum Kanwil DJP Jakarta Selatan, yang anaknya bernama Mario Dandy Satriyo (20) melakukan penganiayaan terhadap David (17) anak dari Pengurus Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor hingga koma.

Akibat peristiwa tersebut, masyarakat justru menyoroti harta kekayaan RAT, karena sebelumnya sang anak gemar pamer menggunakan kendaraan mewah miliaran rupiah. Alhasil, membuat publik curiga dengan harta kekayaan seluruh pegawai DJP.

 

3 dari 4 halaman

Harta Rafael Alun Trisambodo Rp 56 Miliar, Pengamat Sebut Sri Mulyani Perlu Bentuk Satgas Periksa Kewajaran Kekayaan Pegawai Ditjen Pajak

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P.Sasmita menilai, Menteri Keuangan Sri Mulyani perlu membentuk satuan tugas (satgas) untuk memeriksa kewajaran dan kelayakan pegawai di Kementerian Keuangan terutama Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Hal ini setelah mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Rafael Alun Trisambodo mencatat kekayaan Rp 56,10 miliar.

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diakses di e-lhkpn KPK untuk penyampaian laporan kekayaan pada 17 Februari 2022 untuk laporan 2021, Rafael mencatat kekayaan mencapai Rp 56,10 miliar. Sedangkan Rafael Alun Trisambodo menjabat sebagai Kepala Bagian Umum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Kantor Wilayah Jakarta Selatan II.

Fakta itu terkuak setelah kasus dugaan penganiayaan sang anak, Mario Dandy Satriyo terhadap David Latumahina menjadi sorotan. Warganet menyoroti gaya hidup mewah Mario yang memamerkan Jeep Rubicon. Hal tersebut juga membuat perhatian warganet untuk mencari tahu kekayaan yang dimiliki orangtua Mario. Beredar LHKPN Rafael Alun di media sosial dan diketahui kekayaan mencapai Rp 56 miliar, bahkan Jeep Rubicon belum dilaporkan di LHKPN tersebut.

Kekayaan Rafael beda tipis dengan pimpinan tertinggi di Kementerian Keuangan yakni Sri Mulyani. Berdasarkan LHKPN KPK, harta Sri Mulyani tercatat Rp 58,04 miliar.

Ronny menuturkan, melihat harta kekayaan Rafael yang beda tipis dengan pimpinan tertinggi di Kementerian Keuangan yakni Sri Mulyani, seharusnya laporan harta kekayaan bukan hanya dilaporkan saja. Menteri Keuangan Sri Mulyani dan jajaran Kementerian Keuangan, menurut Ronny perlu melakukan tes kelayakan dan kewajaran kekayaan pegawai Ditjen Pajak.

“Sri Mulyani dan jajaran harus lebih tahu anak buah. Kementerian Keuangan dan Ditjen Pajak tidak hanya menanyakan kewajaran untuk obyek pajak, tetapi tingkat kewajaran harus dipantau (kekayaan pegawai ditjen pajak-red). Sebelum dan sesudah menjabat. Laporan harta kekayaan memang diaudit setiap tahun,laporan harta, tetapi apakah dipantau tingkat kelayakannya,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (26/2/2023).

 

4 dari 4 halaman

Pengamat Nilai Sri Mulyani Perlu Bentuk Satgas Khusus

Ia menilai, Menteri Keuangan Sri Mulyani perlu membentuk Satgas Khusus untuk menertibkan dan mengukur kewajaran  harta yang dimiliki pegawai Ditjen Pajak.

"Satgas ini untuk penertiban mengukur kewajaran harta pegawai Ditjen Pajak dan gaya hidup. Ini juga berkaitan dari etika. Melihat hartanya layak atau tidak. Jalankan gaya hidup sederhana atau foya-foya. Ini bagian dari reformasi, menertibkan perilaku dan kepemilikan harta pejabat,” tutur dia.

Rafael menuturkan, jika pegawai Ditjen Pajak tidak memberikan contoh kepada masyarakat dalam menerapkan gaya hidup sederhana dapat membuat kecemburuan sosial. Selain itu, sorotan yang terjadi melibatkan Ditjen Pajak, menurut Rafael, masyarakat dapat antipati untuk bayar pajak. Ia menilai, hal itu perlu diwaspadai karena dapat mempengaruhi rasio penerimaan pajak atau tax ratio. Masyarakat dinilai dapat enggan bayar pajak karena melihat sikap pegawai Ditjen Pajak.

“Bagi obyek pajak besar juga dapat berpikir kalau masih ada pihak-pihak di Ditjen Pajak yang bisa diajak untuk dapat hindari pembayaran pajak,” ia menambahkan.

Ia menuturkan, pengawasan internal juga masih kurang di Kementerian Keuangan sehingga ditemukan harta kekayaan pegawai yang tidak wajar. Selama ini, ia menilai, pejabat hanya melaporkan tetapi tidak kembali dicek mengenai asal kekayaan, apakalah layak kekayaannya. 

"Audit tidak sampai kewajaran dan kelayakan. Oleh karena itu perlu ditertibkan karena tidak tersentuh LHKPN dan BPK. Selama ikuti Undang-Undang tetapi tidak dipertanyakan,” kata dia.

Ronny mengatakan, Ditjen Pajak merupakan ujung tombak negara dalam memungut fiskal dan mengetahui pendapatan negara. Oleh karena itu, ia menilai Satgas Khusus perlu ada untuk menilai kewajaran dan kelayakan harta pegawai Ditjen Pajak agar mencegah pegawai Ditjen pajak kongkanglikong dengan obyek pajak yang ingin hindari pembayaran pajak.