Sukses

Kena Sanksi Perang Rusia Ukraina, Bank Rusia Tinkoff Setop Perdagangan dalam Euro

Bank online asal Rusia, Tinkoff menangguhkan perdagangan dalam euro menyusul sanksi terkait perang Rusia Ukraina.

Liputan6.com, Jakarta Bank online asal Rusia, Tinkoff, mengatakan akan menangguhkan perdagangan dalam euro mulai Senin (27/2) menyusul  serangkaian sanksi Uni Eropa terkait perang Rusia Ukraina. 

Mengutip Channel News Asia, Senin (27/2/2023) Uni Eropa menyetujui sanksi terhadap Rusia salah satunya memotong bank negara itu yakni Tinkoff dan Alfa-Bank, dari sistem pembayaran global Swift.

Uni Eropa menyetujui sanksi terhadap Rusia salah satunya memotong bank negara itu yakni Tinkoff dan Alfa-Bank, dari sistem pembayaran global Swift.

"Penarikan dalam Euro akan tersedia. Perdagangan Euro akan ditangguhkan dari 27 Februari 2023," kata Tinkoff yang dijalankan oleh TCS Group Holding

Bank itu juga menambahkan bahwa perdagangan dalam mata uang lain tidak akan terpengaruh.

Dalam pernyataan terpisah, Tinkoff mengatakan telah menyiapkan respon terhadap sanksi yang akan memungkinkan transfer aset ke perusahaan baru yang tidak disetujui dalam waktu tiga pekan.

Sebagai informasi, Tinkoff Bank merupakan bank didirikan oleh pengusaha sekaligus miliarder Rusia Oleg Tinkov, yang telah menjadi sorotan karena mengkritik keputusan invasi Rusia ke Ukraina.

Tinkov mengatakan November lalu bahwa dia telah meninggalkan kewarganegaraan Rusianya atas kecaman terhadap perang di Ukraina.

Tinkoff terpaksa menjual 35 persen sahamnya di induk bank, TCS, kepada miliarder logam Rusia Vladimir Putanin April lalu, menyusul serangkaian komentar anti-konflik.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bank Dunia Tambah Dana Bantuan ke Ukraina Rp 38,1 Triliun

Bank Dunia mengumumkan tambahan pembiayaan hibah sebesar USD 2,5 miliar atau Rp. 38,1 triliun untuk Ukraina yang masih dilanda perang.

Hibah tersebut memberikan dukungan langsung ke anggaran Ukraina di bawah skema Public Expenditures for Administrative Capacity Endurance in Ukraine (PEACE).

Melansir laman resmi Bank Dunia, Senin (27/2/2023) dana bantuan tersebut disediakan oleh United States Agency for International Development (USAID), dan  akan disalurkan ke Pemerintah Ukraina setelah dilakukan verifikasi yang sesuai atas pengeluaran yang memenuhi syarat. 

Sejauh ini, Bank Dunia telah megeluarkan dana lebih dari USD 20,6 miliar dalam pembiayaan darurat untuk membantu Ukraina.

Sejumlah negara yang ikut menyumbang di antaranya adalah Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Spanyol, Norwegia, Jerman, Kanada, Swiss, Swedia, Denmark, Austria, Finlandia, Irlandia, Lituania, Latvia, Islandia, Belgia, dan Jepang (pembiayaan paralel).

Bank Dunia mengatakan, paket pembiayaan tambahan ini akan mendukung sektor-sektor utama, termasuk perawatan kesehatan, sekolah, pembayaran pensiun, pembayaran untuk pengungsi internal, program bantuan sosial, dan upah untuk karyawan yang menyediakan layanan pemerintah.

"Satu tahun invasi Rusia ke Ukraina, dunia terus menyaksikan kehancuran mengerikan yang menimpa negara dan rakyatnya," kata Presiden Grup Bank Dunia David Malpass.

"Saya senang bahwa Bank Dunia telah memobilisasi USD 20,6 miliar untuk mendukung Ukraina sejak awal perang, di mana USD 18,5 miliar telah disalurkan, menjangkau lebih dari 12 juta orang Ukraina. Kami akan terus mendukung rakyat Ukraina melalui proyek perbaikan mendesak dan berkoordinasi dengan Pemerintah untuk upaya pemulihan dan rekonstruksi," sambungnya.

3 dari 4 halaman

Raksasa, Simak Kerugian Ekonomi Global dari Perang Rusia Ukraina

Perang Rusia Ukraina telah merugikan ekonomi global hingga lebih dari USD 1,6 triliun pada 2022 lalu.

Hal itu diungkapkan dari sebuah penelitian yang dirilis oleh German Institute of Economics.

Mengutip Anadolu Agency, Kamis (23/2/2023) penelitian German Institute of Economics juga mengungkapkan bahwa, kerugian produksi global akibat perang Rusia Ukraina dapat bertambah USD 1 triliun atau lebih di tahun 2023 ini.

Penghitungan model lembaga ini didasarkan pada produk domestik bruto (PDB). Prakiraan dari Dana Moneter Internasional (IMF) menjadi dasar perhitungan dan estimasi.

Dalam studi ini, perkembangan aktual PDB pada 2022 dan perkiraan untuk tahun 2023 dibandingkan dengan perkembangan yang dilihat semula sebelum pPerang Rusia Ukraina pada akhir tahun 2021.

Seperti diketahui, konflik Rusia Ukraina telah memicu gangguan pasokan dan produksi di seluruh dunia. Selain itu, harga energi juga meroket. Masalah ini diperburuk dengan lonjakan inflasi di negara negara maju, yang mengurangi daya beli konsumen.

"Mengingat prospek ekonomi yang tidak pasti, kenaikan biaya pembiayaan akibat kenaikan suku bunga di seluruh dunia dan kenaikan biaya barang modal, perusahaan di seluruh dunia menahan investasi mereka," beber studi German Institute of Economics.

Namun untuk tahun ini, penulis studi memperkirakan kerugian absolut akan sedikit lebih rendah daripada tahun 2022. 

Alasan dari perkiraan itu adalah, karena adanya pelonggaran pasar bahan baku dan energi global.

4 dari 4 halaman

Bahaya, Krisis Energi Bisa Bikin 141 Juta Orang Masuk Jurang Kemiskinan Ekstrem

Krisis energi yang dipicu oleh perang Rusia-Ukraina berisiko mendorong 141 juta orang di seluruh dunia ke dalam kemiskinan ekstrem. 

Hal itu diungkapkan oleh laporan baru yang diterbitkan dalam jurnal Nature Energy.

Melansir CNN Business, Selasa (21/2/2023) dalam jurnal Nature Energy para peneliti dari Belanda, Inggris, China, dan Amerika Serikat membuat model dampak kenaikan harga energi di 116 negara dan menemukan bahwa pengeluaran rumah tangga meningkat rata-rata hingga 4,8 persen.

Naiknya pengeluaran ini karena harga batu bara dan gas alam melonjak menyusul pecahnya perang Rusia-Ukraina, menambahkan kenaikan pasca pandemi.

Di negara-negara berpenghasilan rendah, laporan tersebut mengatakan rumah tangga miskin yang sudah menghadapi kekurangan pangan yang parah memiliki risiko kemiskinan yang lebih besar karena biaya energi yang tinggi.

Tak hanya itu, rumah tangga di negara-negara berpenghasilan tinggi juga merasakan dampak kenaikan biaya energi, tetapi lebih mungkin untuk menyerapnya ke dalam anggaran rumah tangga, kata laporan itu.

Selain itu, sejumlah negara juga ada yang sangat terekspos dengan lonjakan biaya energi.

Salah satunya, kenaikan biaya energi di Estonia, Polandia, dan Republik Ceko berada di atas rata-rata global, terutama karena negara-negara tersebut lebih mengandalkan industri padat energi. Polandia khususnya mengandalkan batu bara untuk 68,5 persen pembangkit energinya, pada tahun 2020.

Kenaikan biaya energi yang disebabkan oleh krisis di Ukraina juga berdampak pada meningkatnya biaya kebutuhan pangan.

Dibandingkan tahun lalu, harga telur di AS naik 70,1 persen, margarin naik 44,7 ersen, mentega 26,3 persen, tepung 20,4 persen, roti 14,9 persen, gula 13,5 persen dan harga ayam naik 10,5 persen bersama-sama dengan buah, menurut data inflasi yang dirilis Biro Statistik Tenaga Kerja AS bulan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.