Sukses

Layanan BPJS Kesehatan Mengecewakan, Ombudsman RI Minta Pemerintah Tanggung Jawab

Ombudsman RI menemukan adanya pelayanan yang tidak sesuai kepada peserta BPJS Kesehatan

Liputan6.com, Jakarta Ombudsman RI menemukan adanya pelayanan yang tidak sesuai kepada peserta BPJS Kesehatan. Untuk itu, pemerintah diminta turun tangan untuk membenahi masalah tersebut.

Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng mengungkap ada pembatasan pelayanan berbasis kuota yang diterima peserta BPJS Kesehatan. Baik itu dalam jumlah layanan, atau waktu pelayanan yang diberikan.

Dia meminta pemerintah untuk menyusun strategi penanganan di tingkat fasilitas kesehatan tingkat satu hingga klinik penyedia layanan BPJS Kesehatan. Di sisi lain, pemerintah didorong untuk memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat terkait layanan tersebut.

"Kalau pun tidak, Ombudsman melihat bahwa fungsi pemerintah, fungsi BPJS untuk memberikan penjelasan informasi yang terang benderang, informasi yang simetris itu harus dilakukan," kata dia dalam Diskusi Publik Ombudsman RI bertajuk 'Rupa-Rupa Masalah Kuota Layanan BPJS Kesehatan', Selasa (28/2/2023).

Sejauh temuannya, Robert mengaku kalau masyarakat kerap tidak mendapat informasi yang cukup bahkan tidak selaras dengan informasi yang disampaikan mengenai layanan BPJS Kesehatan. Diketahui, ada 400 laporan dengan topik layanan BPJS Kesehatan yang masuk ke Ombudsman RI pada 2022 lalu.

"Sisi lain juga kami melihat bahwa tentu tak bisa negara dalam hal ini Kemenkes hingga di tingkat operasional di lapangan maupun BPJS lepas dari tanggung jawab," ungkapnya.

"Pemerintha harus ambil tanggung jawab termasuk dalam mengatur berbagai standar pelayanan yang ada. Standar pelayanan harus jelas, SOP harus jelas sampai pada hal-hal yang sifatnya operasional sehingga masyarakat kemudian tau akan seperti apa proses layanannya," tambah Robert.

Alur Layanan

Sebut saja, informasi jelas mengenai alur pelayanan bagi peserta BPJS Kesehatan. Mulai dari awal, proses layanan, hingga akhir pelayanan.

Ditambah lagi, informasi mengenai opsi layanan yang bisa didapatkan oleh masyarakat jika tidak mendapatkan layanan di kesempatan pertama.

"Yang kami lihat dari fakta di lapangan, soal standar pelayanan ini memang menjadi pekerjaan serius dari sisis pemerintah. Kemudian juga hak publik keterbukaan transparansi informasi juga perlu dibenahi, dan pada sisi lain adalah soal pengawasan pemerintah, pengawasan BPJS atas praktik layanan yang terjadi di rumah sakit pemerintah dan RS swasta yang buka layanan bagi kepesertaan BPJS Kesehatan," tegas Robert.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Praktik Kuota Layanan

Diberitakan sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia menemukan kenyataan kalau ada praktik pembatasan berdasarkan kuota dalam pelayanan bagi peserta BPJS Kesehatan. Padahal, tak ada regulasi resmi yang mengatur mengenai hal tersebut.

Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng mengungkap temuan tersebut. Dia merujuk pada laporan masyarakat mengenai layanan bagi peserta BPJS Kesehatan di berbagai rumah sakit, baik milik pemerintah maupun swasta.

Dia mencatat, masalah yang melingkupi BPJS Kesehatan kerap berkaitan dengan kepesertaan, pembiayaan, dan pelayanan. Kini fokusnya mengenai pelayanan.

"Kita diskusikan dimensi masalah yang ketiga terkait dengan masalah pelayanan yang baru-baru ini juga Ombudsman baru mendapatkan laporan masyarakat terkait dengan sisi pelayanan khususnya ada semacam, dalam tanda kutip, kuota layanan yang dialami oleh masyarakat," kata dia dalam Diskusi Publik Ombudsman RI bertajuk 'Rupa-Rupa Masalah Kuota Layanan BPJS Kesehatan', Selasa (28/2/2023).

 

3 dari 4 halaman

Tak Ada Aturan

Robert menegaskan kalau tidak ada regulasi mengenai kuota layanan yang diberikan bagi pasien BPJS Kesehatan. Termasuk aturan di peraturan perundang-undangan maupun aturan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan. Nyatanya, praktik itu ditemukan kerap terjadi di lingkaran masyarakat.

"Tapi fakta dan praktik di lapangan kuota itu ada. Kuota, baik terkait dengan sisi waktu layanannya artinya durasi layanan yang dialokasikan maupun juga jenis layanan yang diterima oleh pasien," urainya.

Informasi, Ombudsman mengantongi 400 laporan dari masyarakat mengenai pelayanan BPJS Kesehatan di 2022. Angka ini meningkat dari jumlah aduan pada 2021 dengan 300 aduan dengan topik yang serupa.

 

4 dari 4 halaman

Persoalan Serius

Lebih lanjut, Robert menerangkan kalau ini menjadi persoalan serius bagi berbagai pihak. Ini berkaitan dengan kemampuan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, hingga rumah sakit penyedia layanan.

"Ini menjadi persoalan serius, ketika kemudian kita hadapkan dengan tadi, bahwa ini bagian dari hak masyarakat untuk dapat layanan, dan tanggung jawab negara untuk memenuhi, menjamin hak kesehatan masyarakat," kata dia.

"Sementara disisi lain kita menyadari benar menghadapi realitas keterbatasan dalam hal durasi, dalam hal jenis, dalam hal kualitas layanan yang diterima oleh pasien dan khususnya para pasien BPJS Kesehatan," sambung dia.

Dia berharap ada strategi yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini. Baik di tingkat operasional pada fasilitas kesehatan pertama, puskesmas, puskesmas pembantu, hingga klinik penyedia layanan. Utamanya menuju pada akses masyarakat terhadap layanan kesehatan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.