Sukses

Curhat Menteri KKP, Diprotes Pengusaha Perikanan Gara-Gara Denda Kemahalan

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengungkap soal keberatan pelaku usaha terkait besaran denda jika kedapatan melanggar ketentuan.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengungkap soal keberatan pelaku usaha terkait besaran denda jika kedapatan melanggar ketentuan. Padahal denda merupakan salah satu alat hukuman bagi pelaku usaha yang melanggar wilayah tangkapan perikanan.

Beberapa kasus ditemui Menteri Trenggono. Meski tak merinci per kasusnya, dia mengungkap sejumlah pelaku usaha berkirim pesan langsung ke nomornya, meminta keringanan dari denda yang sudah diatur. Diketahui, beberapa pelanggaran melingkupi keluar dari batas penangkapan ikan atau mengeluarkan biaya lebih untuk setoran Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Saya di-WA terus, 'nih saya melanggar nih, (denda) pelanggarannya jangan terlalu mahal-mahal dong'. Loh gimana, kalau gak mau didenda ya gak usah melanggar gitu. Tapi tetap protes gitu, kalau dia bisa protes ya protes terus. Duh saya agak ini juga, kadang-kadang harus sabar gitu," kata dia disela-sela Konferensi Pers di kantornya, Selasa (28/2/2023).

Sepanjang proses konferensi pers, Menteri Trenggoni kedapatan 2 kali mengatakan soal permintaan dari pelaku usaha tersebut. Kisah lainnya, ada pelaku usaha yang mengaku telah melanggar batas penangkapan ikan.

Sebagai contoh, pelaku usaha ini memiliki nelayan yang beroperasi di sekitar pulau Jawa. Namun, menurut keterangan Menteri Trenggono, nelayan melebar ke wilayah perairan Natuna. Disana sang pengusaha mengeluhkan nelayannya ditangkap orang di wilayah tersebut.

Menteri Trenggono menyebut, kalau alasan pengusaha itu menghubunginya adalah untuk meminta pertolongan. Padahal sudah jelas kalau nelayan yang terkait dengan pengusaha itu telah melanggar batas wilayah penangkapan ikan.

"'Pak ini saya diprotes sama nelayan Natuna karena saya pergi ke Natuna, saya melanggar wilayah di Natuna, terus kemudian nelayan saya ditangkap' saya diam aja. Ya gimana orang Natuna merasa 'kok kamu menjajah tempat saya seenaknya gitu' padahal udah ada kejelasannya, minta tolong ke kita," kata dia mengisahkan.

"Jadi maunya menang terus gitu, kapalnya ada juga di daerah Kalimantan dibakar, ada mereka ditahan oleh nelayan Natuna mereka harus bayar diklaim mereka harus bayar sampai Rp 500 juta. Minta tolong kita, susah kita," sambung Menteri Trenggono.

 

2 dari 4 halaman

Ringkus 17 Kapal Maling Ikan

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil meringkus 17 kapal pelaku penangkapan ikan ilegal atau illegal fishing. Ini dilakukan dalam operasi awal tahun 2023 oleh jajaran KKP.

Ada 1 kapal asing berbendera Malaysia yang ditangkap KKP. Sementara, 16 sisanya berbendera Indonesia. Seluruhnya ditangkap di sekitaran perairan selat Malaka.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Adin Nurawaluddin mengatakan keberhasilan penangkapan ini merupakan gerak cepat KKP terhadap laporan nelayan yang dikonfirmasi langsung melalui hasil analisis Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) di Pusat Pengendalian KKP.

"Benar bahwa hasil operasi awal tahun Kapal Pengawas KKP berhasil mengamankan 17 kapal illegal fishing. Gerak cepat kami dalam menindak kapal illegal fishing merupakan wujud keseriusan KKP dalam merespon keresahan para nelayan," ujar dia dalam keterangannya, Selasa (21/2/2023).

 

3 dari 4 halaman

Kronologi

Adin menjelaskan kapal asing bernama KM. KHF 2095 (56.38 GT) berhasil dihentikan oleh KP. Hiu 08 saat kapal tersebut sedang melakukan penangkapan ikan menggunakan alat tangkap trawl di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 571 Perairan Selat Malaka. Pada saat dilakukan pemeriksaan, tiga orang Awak Buah Kapal (ABK) dan satu orang Nakhoda KM. KHF 2095 diketahui merupakan warga negara Cambodia.

"Proses penyidikan kasus ini akan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan Stasiun PSDKP Belawan. Saat ini penyidik telah menetapkan Nakhoda kapal sebagai tersangka", terang Adin.

Selain satu kapal ikan asing ilegal, terdapat 16 kapal ikan Indonesia (KII) tak berizin yang juga terdeteksi di SPKP Pusat Pengendalian KKP telah beroperasi secara ilegal. Kapal-kapal tersebut di antaranya KM. AMAZIA (29 GT), KM. INKA MINA 916 (30 GT), KM. KELVIN I (30 GT), KM. CAKALANG (40 GT), KM. BARGES (60 GT).

Lalu, KM. RATU -1 (5 GT), KM. TANPA NAMA (28 GT), KM. INKA MINA 928 (30 GT), KM. INKA MINA 723 (32 GT), KM. ARABIAH (16 GT), KM. Tanpa Nama (volume tidak diketahui), KM. KHARISMA-1 (28 GT), KM. WAFA JAYA (26 GT), KM. DUA PUTRI-B (30 GT), KM. SUKA-1 (23 GT), dan KM. BINTANG MARIYOS (54 GT).

 

4 dari 4 halaman

Pelanggaran

Sebelas diantaranya diduga tak memiliki dokumen perizinan berusaha, seperti Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), Standar Laik Operasi (SLO), maupun Surat Persetujuan Berlayar (SPB). Sedangkan lima kapal diduga beroperasi tidak sesuai dengan Daerah Penangkapan Ikan (DPI).

"Tak hanya kapal ikan asing ilegal, kapal ikan Indonesia yang melanggar aturan kini juga bisa terpantau melalui sistem kami", ungkap Adin.

Lebih lanjut Adin menekankan bahwa penertiban kapal perikanan Indonesia ini dilakukan supaya pemanfaatan sumber daya ikan dapat dilakukan secara tertib sesuai aturan yang berlaku. Untuk itu, dalam mengawal tahun 2023. Adin menambahkan bahwa KKP akan memperkuat pengawasan di seluruh WPPNRI melalui peningkatan teknologi pemantauan berbasis satelit, penambahan hari operasi Kapal Pengawas serta pembangunan Kapal Pengawas Kelas II.

"Tindakan tegas ini kami lakukan untuk melindungi hak-hak nelayan lokal dan mencegah konflik horizontal antar nelayan", tegas Adin.

Oleh sebab itu, Adin berharap para pelaku usaha pemilik kapal perikanan untuk dapat melakukan penangkapan ikan sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini sesuai arahan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, yang sebelumnya terus mendorong peningkatan kualitas pengawasan di WPPNRI guna menyukseskan lima program strategis ekonomi biru, khususnya implementasi kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT).