Sukses

Sri Mulyani Dituding Punya Utang ke Masyarakat Rp 258,6 Miliar Gara-Gara Maladministrasi

Ombudsman RI mengirimkan surat rekomendasi kepada DPR RI dan Presiden Joko Widodo (Jokowi), mengenai maladministrasi yang meyebabkan Menteri Keuangan Sri Mulyani punya utang ke masyarakat Rp 258,6 miliar

Liputan6.com, Jakarta Ombudsman RI mengirimkan surat rekomendasi kepada DPR RI dan Presiden Joko Widodo (Jokowi), mengenai maladministrasi atas belum dilaksanakannya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dan pihak terkait.

Dalam hal ini, Kementerian Keuangan dilaporkan memiliki pembayaran uang yang belum dilaksanakan (utang) kepada sejumlah masyarakat pelapor. Total nilainya mencapai Rp 258,6 miliar.

Ketua Ombusman RI Mokhamad Najih mengatakan, inti persoalan yang dilaporkan oleh masyarakat, yakni belum dilaksanakannya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

"Ada 9 putusan pengadilan, yang mewajibkan Menteri Keuangan (Sri Mulyani) untuk melakukan pembayaran sejumlah uang kepada para terlapor," kata Najih saat membacakan laporannya dalam konferensi pers, Rabu (1/3/2023).

Merujuk pada Surat Rekomendasi Nomor 001/RM.03.01/IX/2022, Ombudsman RI telah menerima beberapa laporan dengan substansi maladministrasi yang sama, mengenai belum dilaksanakannya putusan pengadilan yang inkracht.

Terima 8 Laporan

Secara keseluruhan, Ombudsman RI menerima 8 laporan. Namun, pihak lembaga masih merahasiakan detil lengkap uraian laporan tersebut.

Dari sedikit laporan yang tertangkap, ditemukan adanya pengaduan dari pelapor seperti pembayaran uang outstanding barter konsinyasi karet pada 1973, hasil lelang mobil sitaan yang tidak diserahkan, hingga kekurangan pembayaran uang kontrak paket rekonstruksi tahap II pasca gempa bumi dan tsunami Aceh.

"Atas rekomendasi tersebut, sesuai ketentuan Pasal 38 ayat 1 UU 37/2008 tentang Ombudsman, terlapor dan atasan terlapor wajib melaksanakan dalam waktu 60 hari sejak rekomendasi diterima," imbuh Najih.

 

2 dari 3 halaman

Surat Balasan

Najih melaporkan, Ombudsman RI memang telah menerima tanggapan tertulis dari Menteri Keuangan pada 11 Desember 2022. Surat tersebut pada intinya menyampaikan, implementasi rekomendasi ombudsman masih menunggu dilaksanakannya review atas putusan-putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap oleh tim pemenuhan kewajiban negara.

"Namun hingga konferensi pers ini dilaksanakan, hasil kerja dari tim penyelesaian tindak lanjut putusan terkait pemenuhan kewajiban negara belum memperoleh informasi," sebutnya.

Menurut Ombudsman, alasan penundaannya tidak dapat diterima, lantaran putusan-putusan pengadilan yang termuat dalam rekomendasi Ombudsman telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) dalam waktu cukup lama, kurang lebih sudah diputuskan 5 tahun lalu.

"Oleh karena itu, sebagai bentuk pelaksanan dan kepatuhan terhadap perundang-undangan, Ombudsman RI telah melapor kepada DPR dan Presiden pada tanggal 22 Februari 2023 untuk diambil langkah-langkah pengawasan terkait dengan pelaksanaan rekomendasi ombudsman tersebut," paparnya.

3 dari 3 halaman

Buka-bukaan Sri Mulyani Soal Blokir Anggaran Kementerian Lembaga Rp 50,2 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa kebijakan automatic adjustment atau pencadangan belanja Kementerian/Lembaga (K/L) yang diblokir sementara pada Pagu Belanja K/L tahun anggaran 2023 sebesar 5 persen adalah untuk menghadapi kondisi ketidakpastian ekonomi global dan gejolak geopolitik.

"Dalam situasi yang tidak pasti, tolong cadangkan dari belanja yang sudah kita alokasikan. Cadangkan itu artinya 95 persen Bapak dan Ibu sekalian tetap menggunakan anggaran yang sudah dialokasikan. Semua prioritas yang paling penting tetap jalan. Coba cadangkan 5 persen yang dianggap tidak prioritas," kata Sri Mulyani, dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan, Rabu (1/3/2023).

Dengan demikian, Menkeu menghimbau masing-masing Kementerian/Lembaga untuk memprioritaskan belanja yang benar-benar penting sehingga tetap dapat mencapai sasaran strategis dan program dari masing-masing K/L.

"Setiap Kementerian/Lembaga tahu persis belanja mereka, bukan kami yang menentukan. Kita memberikan amplopnya besar itu dan kemudian beliau-beliau yang harus mengelolanya," jelasnya.

Di sisi lain, belanja Kementerian/Lembaga hingga akhir tahun tidak menyentuh angka 100 persen, anggaran rata-rata sebesar 94 hingga 95 persen.

Sehingga, pencadangan 5 persen tersebut tidak memengaruhi kinerja dan tetap bisa mencapai target pembangunan dari masing-masing K/L, ungkap Sri Mulyani.

"Biasanya belanjanya juga enggak sampai 100 persen. Yang paling hebat itu biasanya bisa 98 persen. Rata-rata mereka di 94 persen hingga 95 persen. So actually, saya itu sebetulnya mengatakan 5 persen yang sering enggak kepakai itu saya bintangin ya Bu, Pak. You can do semua programnya," bebernya.