Sukses

Waspada, BPR Rusak Gara-gara Dimaling Orang Dalam Bakal Terus Ada Tiap Tahun

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai, fenomena Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang jadi bank gagal bakal terus ada setiap tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai, fenomena Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang jadi bank gagal bakal terus ada setiap tahun.

Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa seakan mewajari hal tersebut. Pasalnya, sudah terlalu banyak BPR yang terkena likuidasi gara-gara digembosi orang dalamnya.

"Kalau BPR kan bank kecil tuh. Dia biasanya gagal bukan karena keadaan ekonomi, tapi karena fraud, dimaling sama yang punya," ujar Purbaya saat ditemui di JS Luwansa, Jakarta, Kamis (2/3/2023).

"Pasti biasanya setiap tahun beberapa BPR akan jatuh. Kalau BPR jatuh normal, bukan karena keadaan buruk. Tapi memang ada maling di dalam. Itu biasa lah, tiap tahun mungkin 6-7 BPR jatuh," ungkapnya.

Likuidasi

Menurut catatan LPS, total ada sebanyak 118 bank gagal yang terkena likuidasi, atau dibubarkan sejak 22 September 2005 sampai 31 Desember 2022.

Sebanyak 118 bank yang dilikuidasi tersebut terdiri dari satu bank umum, 104 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan 13 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Dari total tersebut, jumlah terbanyak berada di wilayah Jawa Barat yaitu sebanyak 40 bank.

Dari 118 bank yang telah dilikuidasi, 115 bank telah selesai proses likuidasinya. Sementara tiga bank masih dalam proses penyelesaian yakni PT BPR Utomo Widodo di Ngawi, Jawa Timur, PT BPRS Asri Madani di Jember, dan PT BPR Pasar Umum di Denpasar, Bali.

Bank Gagal

Namun demikian, Purbaya melanjutkan, berdasarkan hasil pemantauan LPS saat ini, ia belum melihat lagi adanya perbankan yang berpotensi masuk dalam kategori bank gagal.

"Semuanya normal sekarang. Paling antisipasi dalam waktu 1-2 tahun ini. Bank umum sih naik semua, dari bank KBMI 1-4 naik semua. Jadi membaik, sekarang keadaan perbankan amat solid," tuturnya.

2 dari 3 halaman

OJK Ubah Syarat Minimum Modal Disetor BPRS

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyempurnakan aturan mengenai Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) melalui penerbitan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 26 Tahun 2022 tentang BPRS (POJK BPRS).

Dengan penyempurnaan ini, OJK ingin meningkatkan kontribusi perbankan kepada pertumbuhan ekonomi nasional dengan mendorong konsolidasi pada BPRS.

Direktur Humas OJK Darmansyah menjelaskan, POJK Nomor 26 Tahun 2022 ini penyempurnaan dari POJK Nomor 3/POJK.03/2016. 

"Dalam POJK ini menekankan penguatan kelembagaan untuk mendukung program konsolidasi industri perbankan syariah melalui pendirian BPRS secara efektif, menciptakan proses perizinan BPRS yang lebih efektif dan efisien serta menghadirkan BPRS yang lebih tertata dan kuat," kata dia dalam keterangan tertulis, Senin (9/1/2023).

Aspek kelembagaan pengaturan utama BPRS yang disempurnakan meliputi:

  1. Pendirian BPRS
  2. Perizinan pendirian BPRS
  3. Kepemilikan dan perubahan modal
  4. Direksi, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah dan Pejabat Eksekutif
  5. Kegiatan usaha BPRS
  6. Jaringan kantor
  7. Sinergi BPRS
  8. Cabut Izin Usaha (CIU) atas permintaan pemegang saham.

Adapun penyempurnaan aturan mengenai pendirian BPRS mencakup pendirian BPRS baru, penyesuaian zona pendirian BPRS, penyesuaian persyaratan modal disetor minimum, dan perubahan Izin Usaha BUS atau BUK menjadi BPRS.

Selanjutnya, diatur juga penyesuaian terhadap perizinan pendirian BPRS yang terdiri dari percepatan jangka waktu pemberian Persetujuan Prinsip dan Izin Usaha, penempatan modal disetor, penambahan penilaian terhadap kinerja keuangan dan pemenuhan ketentuan LJK lain yang dimiliki oleh calon Pemegang Saham Pengendali BPRS, serta kewajiban BPRS untuk segera melakukan kegiatan usaha setelah izin diberikan.

3 dari 3 halaman

Perlindungan Konsumen

Selain itu, terdapat penambahan pengaturan terkait kepemilikan, permodalan, kepengurusan dan kegiatan usaha BPRS dalam rangka penguatan kelembagaan, digitalisasi pelaporan, dan harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan terkait.

Peningkatan cakupan jaringan kantor dan penerapan sinergi BPRS di tengah era teknologi yang semakin masif saat ini juga diatur lebih lanjut dengan harapan BPRS dapat memberikan layanan yang lebih optimal dan efisien kepada masyarakat.

Dalam upaya perlindungan konsumen, mekanisme pencabutan izin usaha BPRS atas pemegang saham diatur untuk memberi kepastian bagi penyelesaian kewajiban nasabah dan masyarakat.

Implementasi POJK BPRS diharapkan dapat mewujudkan peningkatan daya saing dan kontribusi BPRS bagi perekonomian di daerah dan bagi industri perbankan nasional.

POJK BPRS ini sekaligus mencabut berlakunya POJK Nomor 3/POJK.03/2016 tentang Pembiayaan Rakyat Syariah.