Liputan6.com, Jakarta Pemerintah telah menyusun dan mengimplementasikan berbagai strategi pembiayaan yang efektif dan efisien untuk mempercepat respon penanganan bencana, salah satunya melalui mekanisme pooling fund.
Hal itu diungkapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2023 di Jakarta pada Kamis (2/3/2023).
Mengutip laman resmi Kemenkeu, Jumat (3/3/2023) Pooling Fund Bencana (PFB) merupakan dana bersama yang berasal dari berbagai sumber untuk mendukung kebutuhan pendanaan penanggulangan bencana, baik pada tahap prabencana, darurat bencana, maupun pascabencana.
Advertisement
Dana untuk PFB yang telah dialokasikan adalah sebesar Rp. 7,3 triliun, yang mencakup Rp. 3 triliun dari APBN Tahun Anggaran 2022 dan Rp. 4,3 triliun dalam APBN Tahun Anggaran 2023.
"Ini kita kumpulkan terus, kalau nggak kepakai kita jaga. Ini persis kayak Dana Abadi Pendidikan", jelas Menkeu Sri Mulyani.
Pengelolaan dana tersebut dilakukan oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).
Dana PFB ini, pada tahap pertamanya dimanfaatkan untuk pengasuransian gedung dan aset-aset negara di pusat maupun daerah sebagai langkah kesiapan jika terjadi bencana alam.
"Penggunaannya akan tergantung dari risk profile dan kontribusi dari masing-masing daerah yang kami hitung juga berdasarkan DAU dan lain-lainnya", beber Sri Mulyani.
Selain mekanisme pooling fund, pemerintah juga menyiapkan dana kontingensi berupa pinjaman yang dapat dicairkan apabila terjadi bencana, ungkap Menkeu.
Saat ini, pemerintah memiliki fasilitas pinjaman siaga dari Asian Development Bank (ADB), untuk mengantisipasi kejadian tertentu baik dalam penanganan Covid- 19 maupun penanggulangan bencana lainnya pada tahun mendatang. Pinjaman tersebut bernilai USD 500 juta.
Implementasi Risk Transfer
Selain itu, untuk meminimalisir risiko bencana, Pemerintah juga melakukan implementasi risk transfer melalui asuransi Barang Milik Negara (BMN) dan asuransi pertanian, kata Menkeu Sri Mulyani.
"Pada saat petani mulai melakukan panen dan terjadi banjir, mereka akan mendapatkan penggantian apabila dari masyarakat petani itu sudah mengasuransikan tumbuhan, barang-barang, yang memang merupakan bagian dari income mereka", katanya.
Dalam akhir pernyataannya, Menkeu menyampaikan harapan agar seluruh mekanisme ini akan menjadi salah satu faktor yang mendukung suksesnya respon segera saat terjadi bencana di berbagai daerah.
Namun, ia secara khusus menekankan pentingnya koordinasi pusat dan daerah. "Sehingga nanti ini akan menjadi sebuah ekosistem yang kuat", pungkasnya.Â
Advertisement
Indonesia Rawan Bencana Akibat Perubahan Iklim, Apa Antisipasi Pemerintah?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta tiap instansi pemerintah penguatan koordinasi dan keterpaduan penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pasalnya, ia menyatakan, perubahan iklim (climate change) menyebabkan frekuensi bencana alam di dunia naik drastis.
"Indonesia menempati posisi 3 teratas negara paling rawan bencana. Naik 81 persen frekuensi bencana alamnya dari Tahun 2010 sebanyak 1.945 bencana, sekarang pada 2022 melonjak naik jadi 3.544 bencana," kata Presiden Jokowi dalam Rakornas Penanggulangan Bencana 2023, dikutip Jumat (3/3/2023).
Jokowi menerangkan, tahap pra bencana penting dilakukan guna menyiapkan dan mengedukasi masyarakat terkait langkah-langkah antisipasi bencana. Hal ini perlu menjadi prioritas untuk meminimalisir korban maupun kerugian.
Pertama melalui peringatan dini, kemudian yang kedua dengan cara mengedukasi masyarakat, supaya masyarakat tahu kemana akan berlindung ketika terjadi bencana. Ketiga, berkaitan dengan tata ruang dan konstruksi.
"Kita sudah punya peta di mana titik lokasi terjadinya erupsi gunung berapi, gempa, dan bencana lain. Mestinya mulai diwajibkan kepada masyarakat agar mendirikan bangunan yang konstruksinya anti gempa terutama di daerah rawan gempa," terang RI 1.
Upaya Mitigasi
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki mengatakan, Kementerian PUPR telah melakukan upaya mitigasi bencana gempa bumi. Seperti memanfaatkan Peta Gempa Indonesia 2017 yang diterbitkan oleh Pusat Gempa Nasional untuk menetapkan Zona Rawan Bencana.
"Kementerian PUPRÂ juga mengembangkan teknologi bangunan tahan gempa yang lebih praktis dan terkini untuk meredam energi gempa, yaitu sistem isolasi seismik tipe Damping Rubber Bearing untuk gedung kantor lantai 26 di Jakarta, serta tipe Lead Rubber Bearing yang telah diterapkan pada beberapa jalan dan jembatan," jelasnya.
Advertisement