Sukses

Negara Tujuan Ekspor Tarik Pajak Tinggi ke Produk Indonesia, Mendag Siap Pajaki Balik

Indonesia seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari negara tujuan ekspor. Pasalnya, buah-buahan produksi dalam negeri selalu kena pajak yang besar ketika ekspor ke negara terkait.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan Lampung merupakan pengekspor nanas terbesar di Indonesia dan dunia. 

Namun seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari negara tujuan ekspor. Pasalnya, buah-buahan produksi dalam negeri selalu kena pajak yang besar ketika ekspor ke negara terkait.

Salah satunya, PT Great Giant Pineaple Co. (GGPC), di Kabupaten Lampung Tengah, yang merupakan salah satu perusahaan pengekspor nanas terbesar di Indonesia.

"Perusahaan green giant pineapple, ini penghasil nanas terbesar di dunia. Dia ekspor ke hampir seluruh negara di dunia, juga pisang, juga ekspornya hampir ke seluruh dunia. Cuma ada yang harus kita bela. Ternyata banyak mendapat perlakuan yang tidak adil dari negara-negara (tujuan ekspor)," kata Mendag saat meninjauPT Great Giant Pineaple Co. (GGPC), di Kabupaten Lampung Tengah, Jumat (3/3/2023).

Misalnya, Indonesia dikenai pajak ekspor nanas dan pisang dari negara Uni Eropa sebesar 16 persen, kemudian Turki tarif pajaknya 58 persen, Korea Selatan pajaknya 30 persen.

Melihat itu, Mendag menegaskan tidak akan segan untuk membalas perlakuan tidak adil tersebut, dan akan mengenakan pajak yang serupa jika negara-negara lain mengekspor buah-buahannya ke Indonesia.

"Nanti kita balas yang begituan. Ini nanti kita akan berunding. Langkah pertama, saya minta nanti kita undang duta besarnya soal inikan kita ada imbal dagang. Kalau kita dipajaki, kita pajaki balik," ujarnya.

 

2 dari 4 halaman

Perjanjian Dagang

Lebih lanjut, Mendag mengungkapkan akan membuat perjanjian dagang mengenai pengenaan pajak yang sangat tinggi terhadap ekspor sejumlah komoditas hortikultura.

"Kita mau bikin perjanjian dagang, juga saya mau bantu, ini tugas pemerintah. Kita kalau impor buahnya banyak seperti dengan Korea Selatan, dengan Tiongkok, dengan Jepang, ya mereka juga harus beli buah kita," tegasnya.

Adapun nilai ekspor nanas Lampung di 2022 tercatat sebanyak USD 350 juta. Artinya, nanas asal Indonesia banyak diminati pasar global. Hanya saja, pajak ekspornya masih tinggi. Maka dari itu, Kemendag akan menangani hal tersebut supaya pengusaha-pengusaha holtikultura di Indonesia bisa semakin berkembang.

"USD 350 juta setahun. Itu tugas pemerintah makanya saya di sini. Saya datang, tugasnya menteri perdagangan, tugas pemerintah membantu masyarakatnya, membantu rakyatnya, membantu pengusahanya agar berkembang, maju, kalau perusahaannya maju, kan bayar pajaknya banyak," pungkas Mendag.

3 dari 4 halaman

Mendag Zulkifli Hasan Ungkap 2 Kunci Indonesia Jadi Negara Maju

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan untuk menjadi negara maju 2045, ada dua hal yang harus dilakukan Indonesia. Pertama adalah efisiensi produksi dalam negeri yang menghasilkan produk bernilai tambah tinggi untuk ekspor. Kedua pengembangan pasar ekspor.

Hal ini disampaikan Mendag Zulkifli Hasan saat menutup Rapat Kerja (Raker) Kementerian Perdagangan 2023 di Bandar Lampung, Provinsi Lampung pada Kamis (2/3) malam.

"Untuk menjadi negara maju ada dua yang harus dilakukan yaitu produktivitas dalam negeri yang akan menghasilkan daya dorong yang kuat untuk ekspor. Salah satunya dengan menciptakan produk dalam negeri yang bernilai tambah. Kedua dengan mengembangkan pasar ekspor. Untuk itu, diperlukan kolaborasi dan kerja sama semua pihak agar berhasil," kata Zulkifli Hasan.

Mendag mengingatkan, tahun 2024 merupakan penutup rangkaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020—2024. RPJMN ini merupakan tatanan kebijakan yang menjadi titik awal pencapaian Visi Indonesia Maju 2045. Visi ini adalah mimpi bersama bangsa Indonesia sebagai peringatan 100 tahun Indonesia merdeka.

Menurutnya, pada periode ini, Indonesia merupakan ekonomi lima besar dunia dengan penghasilan perkapita diharapkan USD 15 ribu per tahun.

"Ini tentu memerlukan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yaitu rata-rata 5—7 persen. Jika bisa diwujudkan, Indonesia bisa menjadi negara maju 2045," ujar Mendag.

Apresiasi Peserta RakerDisisi lain, Mendag mengapresiasi peserta Raker Perdagangan 2023 baik dari Kementerian Perdagangan dan dinas yang membidangi perdagangan, serta perwakilan perdagangan di luar negeri yang telah bersama-sama mengikuti sidang pleno dan kelompok sesuai tugas dan fungsi di unit masing-masing untuk menghasilkan rumusan raker.

"Saya apresiasi peserta raker yang telah berjibaku melahirkan program kerja untuk meletakkan dasar-dasar kuat dalam mencapai visi Indonesia maju 2045. Karena itu, sekali lagi kolaborasi kerja sama itu penting," pungkas Mendag Zulkifli Hasan.

4 dari 4 halaman

Indonesia Tak Akan Jadi Negara Maju Jika Tak Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Indonesia saat ini disebut tengah mengalamo bonus demografi yang menjadi peluang untuk meningkatkan taraf ekonomi nasional. Namun, nyatanya masa puncak bonus demografi ini tersisa dalam waktu yang cukup singkat.

Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan kalau puncak bonus demografi terjadi selama 10 tahun, antara 2020-2030. Namun, semasa pandemi sekitar 3 tahun belakangan, masa itu kurang dimanfaatkan.

"Sehingga kesepatan kita untuk memanfaatkan bonus demografi, untuk keluar dari middle income trap, itu hanya tinggal tahun 2023 ini sampai 2030 dan itu sekali lagi itu hanya terjadi dalam 1 kali dalam setiap sejarah peradaban Indonesia," kata dia dalam Grand Launching LPS HII dan LPS MSDM Apindo, Kamis (23/2/2023).

"Kalau kita gak bisa memanfaatkan itu, lupakan Indonesia akan pernah menjadi negara yang sejahtera," sambungnya.

Dia mengatakan masa krusial untuk memanfaatkan masa puncak bonus demografi berkisar 5-7 tahun kedepan. Ini pula yang tengah menjadi perhatian pemerintah saat ini dan kedepannya.

Susiwijono menyontohkan banyak negara yang gagal memanfaatkan puncak bonus demografi ini. Sehingga, negara-negara itu gagal meningkatkan taraf ekonominya.Â