Sukses

Sri Mulyani Rangkap 30 Jabatan, Ternyata Segini Gajinya

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku merangkap jabatan di 30 posisi. Jabatan ini tentunya diluar posisinya sebagai Menteri Keuangan. Lantas, berapa gajinya?

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku merangkap jabatan di 30 posisi. Jabatan ini tentunya diluar posisinya sebagai Menteri Keuangan.

Soal rangkap jabatan ini tengah menjadi perbincangan, mengingat di Kementerian Keuangan sendiri ada 39 pejabatnya yang juga rangkap jabatan, paling banyak jadi Komisaris BUMN.

“Rangkap jabatan, saya ini rangkap 30 jabatan karena hampir semua ini meminta saya untuk menduduki jabatan tertentu,” ungkap Sri Mulyani dalam salah satu tayangan di stasiun televisi swasta, dikutip di Jakarta, Senin (6/3/2023). 

Beberapa jabatan yang diembannya saat ini antara lain Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Wakil Ketua dan Anggota dari SKK Migas, LPS, OJK, BRIN, Dewan Energi Nasional, KUR dan sebagainya. “30 posisi saya pegang saat ini,” sambungnya. 

Sri Mulyani menjelaskan Kementerian Keuangan dan pejabatnya banyak diatur dalam undang-undang dan aturan lain. Namun Undang-Undang Keuangan Negara, sebagai seorang menteri dia hanya boleh menerima 1 sumber gaji dari banyak jabatan yang diemban. 

“Saya tidak boleh terima gaji lebih dari 1,” kata dia. 

Gaji Sri Mulyani

Lantas berapa sebenarnya gaji Sri Mulyani? Seperti diketahui, gaji Menteri di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2000.

Berdasarkan aturan tersebut, maka gaji Menteri berada di angka Rp 5.040.000 per bulan. Sedangkan tunjangan jabatan untuk menteri sebesar Rp 13.608.000 per bulan. Dengan demikian, seorang menteri mendapatkan total gaji mencapai Rp 18.648.000 per bulan.

Hanya saja, nomibal tesebut belum termasuk tunjangan dan beragam fasilitas yang diberikan oleh negara kepada Menterinya, mulai dari dana taktis, rumah dinas, hingga Asuransi kelas VVIP.

Terima Honor

Meski begitu, tidak ada aturan yang melarang dirinya menerima honor. Menurutnya gaji dan honor dua hal yang berbeda. Gaji diberikan tetap dalam kurun waktu tertentu, sedangkan honor hanya diberikan saat seseorang mengerjakan tugas tertentu. 

Disisi lain diakui Sri Mulyani  aturan yang mengatur soal gaji dan honor ini tidak hanya satu. Bahkan seringnya tidak sinkron satu sama lain. “Kalau saya diminta benahi, saya akan benahi tapi atas asas kepantasan,” kata dia. 

Dia menambahkan, urusan soal uang ini akan selalu menimbulkan pro dan kontra. Mengingat ada jabatan yang melarang dan tidak melarang terkait honor. 

 

2 dari 3 halaman

39 Pejabat Kemenkeu Rangkap Jabatan

Sebelumnya, Sekretariat Nasional (Seknas) FITRA merilis ada 39 pejabat eselon I dan II di lingkungan Kementerian Keuangan yang menjabat sebagai komisaris di perusahaan BUMN. Padahal, hal tersebut melanggar ketentuan negara dan rentan akan konflik kepentingan. 

Berdasarkan Pasal 17 huruf (a) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik (selanjutnya disebut UU Pelayanan Publik).

Dalam pasal itu disebutkan ‘pelaksana pemerintahan dilarang merangkap sebagai Komisaris/Pengurus Organisasi usaha bagi pelaksana yang dari lingkungan instansi pemerintah, BUMN dan BUMD’. 

Di sisi lain, dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), ASN diakui sebagai sebuah profesi. Sebagai orang yang bekerja di sektor publik dan tindak tanduknya berkaitan erat dengan hajat masyarakat umum, ASN adalah pekerjaan yang sangat rawan dengan jebakan dan perangkap konflik kepentingan. Kepentingan publik begitu luas dan umum.

 

 

 

3 dari 3 halaman

Melanggar Aturan

Artinya pejabat/ASN Kementerian Keuangan yang merangkap jabatan di BUMN melanggar Pasal 1 ayat (14) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi (PerMenpan RB) No 12 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Penanganan Konflik Kepentingan. 

Untuk itu, FITRA menilai jika rangkap jabatan ini dibiarkan, konflik kepentingan ini dapat mengakibatkan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara. Selain itu bisa melemahkan kepercayaan masyarakat pada institusi publik tersebut.

 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com