Sukses

Sri Mulyani Rangkap 30 Jabatan, Bagaimana Aturannya?

Dalam sebuah acara, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengaku rangkap jabatan hingga 30 posisi.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam sebuah acara, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengaku rangkap jabatan hingga 30 posisi. Hal ini terjadi karena beberapa lembaga memang meminta Menteri Keuangan untuk menduduki posisi tersebut. 

Sri Mulyani pun mencontohkan beberapa jabatan yang masih ia emban saat ini seperti Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Wakil Ketua dan Anggota dari SKK Migas, hingga anggota Dewan Energi Nasional.

Berdasarkan Pasal 23 UU Nomor 29 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, menteri dilarang rangkap  jabatan apabila jabatan yang dimaksud adalah sebagai pejabat negara lainnya atau menjadi komisarisatau direksi pada perusahaan negara atau swasta atau merangkap sebagai pimpinan organisasi yang dibiayai oleh APBN/APBD.

Di luar batas limitatif tersebut, menteri atau pejabat negara setingkat menteri yang melakukan rangkap jabatan tidak bisa dilengserkan dari jabatannya, kecuali diberhentikan oleh Presiden sesuai dalam Pasal 24 UU No.39 Tahun 2008.

Diaturnya rangkap jabatan secara serius dalam berbagai pasal. Hal ini mengindikasikan kemungkinan terjadinya konflik kepentingan di instansi pemerintahan.

Konflik kepentingan berpotensi mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan wewenang dan berpotensi untuk melakukan tindak pidana korupsi. Sehingga perlu upaya penanganan dan pencegahan dari konflik kepentingan tersebut.

Larangan Praktek Monopoli

Larangan rangkap jabatan juga diatur dalam Pasal di dalam UU dan Peraturan Pemerintah yang melarang rangkap jabatan. Seperti dalam UU No.5 Tahun 1999 Pasal 26 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Pasal tersebut menyebutkan seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.

Begitu juga pada Pasal 8 Peraturan Pemerintah No.100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural. Dalam beleid tersebut Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menduduki jabatan struktural tidak dapat menduduki jabatan rangkap, baik dengan jabatan struktural maupun dengan jabatan fungsional.

Larangan rangkap jabatan ini dalam rangka untuk meningkatkan profesionalisme serta pelaksanaan urusan kementerian yang lebih fokus kepada tugas dan fungsi yang lebih bertanggung jawab.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: merdeka.com

2 dari 4 halaman

Sri Mulyani Akui Rangkap Jabatan sampai 30 Posisi

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyebutkan bahwa terdapat 11 pejabat di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merangkat jabatan menjadi komisaris BUMN. Para pejabat Kemenkeu ini mendapat gaji yang tinggi atas posisinya sebagai komisaris BUMN.

Salah satu pejabat Kemenkeu ini adalah Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara yang menjadi Wakil Komisaris Utama PLN. Menurut Undang-Undang, menteri dan wakil menteri tidak boleh rangkap jabatan.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pun mengklarifikasi hal tersebut. Ia pun bercerita bahwa ada banyak undang-undang yang menaungi para pejabat kementerian Keuangan.

Sri Mulyani pun mencontohkan mengenai jabatan yang ia pegang saat ini. "Saya ini sekarang rangkap jabatan 30 jabatan, karena biasanya semua posisi itu meminta menteri keuangan menjadi entah menjadi wakil ketua, anggota,atau segala macam," kata Sri Mulyani disadur dalam sebuah wawancara dengan media," Senin (6/3/2023).

"Mulai dari SKK Migas, kemudian KSSK, sampai kepada BRIN, Dewan Energi Nasional, dan Kredit Usaha Rakyat. You mamed it," tambah dia.

Sri Mulyani melanjutkan, dalam Undang-Undang seorang menteri tidak boleh menerima gaji dengan posisi rangkap jabatan tersebut. Namun memang ada aturan yang menyebutkan boleh menerima honor.

Mengenai posisi pejabat Kemenkeu di beberapa BUMN, Sri Mulyani mengatakan bahwa hal ini adalah tugas negara yang diberikan kepada para pejabat tersebut.

Kementerian Keuangan saat ini dalam posisi pemegang saham pengendali dari BUMN tersebut. Oleh sebab itu perlu adanya pengawasan yang menyeluruh sehingga tugas-tugas negara yang diberikan kepada BUMN tersebut bisa berjalan dengan baik.

Sri Mulyani memastikan bahwa hal ini tidak berarti bagi-bagi jabatan, karena para pejabat tersebut juga diminta pertanggungjawabannya saat berada di BUMN.  Kemenkeu tetap melakukan pengawasan apakah pejabat tersebut bekerja dengan sungguh sungguh dan mengawasi penugasan negara ke BUMN. 

3 dari 4 halaman

11 Anak Buah Sri Mulyani Jadi Komisaris BUMN, Wajar Kekayaan Melonjak

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengungkapkan data mengenai pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang menjadi komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Para pejabat Kemenkeu ini mendapat gaji yang tinggi sebagai pendapat sebagai komisaris BUMN.

Tim Kampanye dan Advokasi Seknas FITRA, Gulfino Guevarrato menjelaskan, wajar para pejabat Kemenkeu bisa memiliki harga kekayaan tinggi. Karena ada sebagian dari pejabat tersebut rangkap jabatan di perusahaan BUMN.

sebagai contoh, Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara mendapatkan gaji dan tunjangan mencapai Rp121,6 juta per bulan (diperkirakan berdasarkan jabatan terendah). Sementara itu sebagai komisaris BUMN PLN, Suahasil bisa mendapatkan remunerasi dari BUMN per bulan mencapai Rp2,16 miliar.

“Di sini saja, tidak apple to apple, hampir 20 kali lipat dari gaji yang diterima sebagai ASN dengan remunerasi di BUMN,” kata Gulfino, seperti ditulis Minggu (5/3/2023).

Sehingga, kata Gulfino menjadi wajar jika harta kekayaan para pejabat negara ini mengalami peningkatan yang signifikan dalam kurun waktu tertentu. Sumber harta kekayaannya pun jelas.

“Jadi betul kalau harta kekayaan yang didapat ini jelas sumbernya,” kata dia. 

4 dari 4 halaman

Punya Posisi Strategis

Hanya saja, praktik semacam ini membuat perusahaan BUMN layaknya sapi perah. Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ditunjuk sebagai komisaris BUMN tidak keberatan lantaran pendapatannya bertambah dan bisa lebih besar dari yang biasanya diterima.

“Ini menunjukkan ASN lebih senang menjadi dewan komisaris karena hasilnya lebih jelas dan gede,” kata dia.

“Makanya jangan heran, kalau pengelolaan pajak kita tida maksimal, tax ratio renah, partisipasi penerimaan pajak rendah, PNBP tidak maksimal ini masuk akal,” kata dia.

Apalagi para pejabat yang merangkap jabatan ini memiliki posisi yang strategis. Alasan menempatkan mereka di posisi komisaris di perusahaan BUMN sebagai bentuk pengawasan pun dianggap hanya gimik belaka.

“Makanya ini cuma gimik saja kalau alasan buat pengawasan. Ini soal BUMN jadi sapi perah yang satu waktu bisa diambil keuntungan, dan ini implementasinya jorok sekali,” kata dia.