Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen memperingatkan bahwa perubahan iklim telah memicu kerugian ekonomi yang signifikan dan dapat menyebabkan kerugian besar pada sistem keuangan negaranya di tahun-tahun mendatang.
Pernyataan tersebut disampaikan Yellen selama pertemuan pertama dengan Financial Risk Advisory Committee (CFRAC), sebuah dewan penasehat yang dibentuk tahun lalu oleh Dewan Pengawas Stabilitas Keuangan dalam upaya mendukung AS untuk meminimalkan risiko iklim terhadap ekonomi.
"Dengan semakin intensifnya perubahan iklim, bencana alam dan pemanasan suhu dapat menyebabkan penurunan nilai aset yang dapat mengalir melalui sistem keuangan," ujar Yellen dalam pertemuan tersebut, dikutip dari CNBC International, Rabu (8/3/2023).
Advertisement
"Transisi yang tertunda dan tidak teratur ke ekonomi net-zero juga dapat menyebabkan guncangan pada sistem keuangan," sambungnya.
Laporan pemerintah federal AS yang dirilis tahun lalu mengungkapkan, bencana terkait iklim telah menyebabkan kerugian ekonomi melalui kerusakan infrastruktur, gangguan pada layanan esensial dan kerugian nilai properti.
Dilaporkan, AS mengalami rata-rata hampir delapan bencana dengan krugian senilai USD 1 miliar setiap tahun selama empat dekade terakhir. Dalam lima tahun terakhir, jumlah itu melonjak menjadi hampir 18 bencana setiap tahunnya.
"Dampak ini tidak hipotetis, mereka sudah mulai berkembang," sebut Yellen.
Yellen mengatakan negara bagian seperti California, Florida, dan Louisiana baru-baru ini mengalami badai dan kebakaran hutan yang sangat parah, dan dia mencatat bagaimana tornado di wilayah Selatan AS dan badai yang meningkat di West Coast menunjukkan bahwa perubahan iklim semakin cepat.
Bahkan, sejumlah perusahaan asuransi sudah mulai menaikkan tarif atau bahkan mundur dari area berisiko tinggi sebagai tanggapan atas meningkatnya kerugian.
"Ini berpotensi menimbulkan konsekuensi yang menghancurkan bagi pemilik rumah dan nilai properti mereka," dia mengingatkan.
Janet Yellen Soal Inflasi AS : So Far So Good
Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen mengungkapkan bahwa dia yakin inflasi negaranya bisa mencapai soft landing meski masih tinggi.
Melansir CNN Business, Selasa (28/2/2023) Yellen mengatakan upaya Federal Reserve hingga saat ini untuk menekan inflasi sambil mempertahankan pasar tenaga kerja yang kuat dapat dicapai.
"Saya akan mengatakan, sejauh ini, sangat bagus," kata Yellen dalam wawancara eksklusif dengan dari Kyiv.
Dalam wawancara itu, Yellen menjawab pertanyaan terkait ekonomi AS seperti inflasi dan plafon utang.
Yellen, mantan ketua The Fed yang memimpin bank sentral AS dari 2014-2018 juga melihat ekonomi global masih dihantui ketidakpastian imbas dari dampak pandemi Covid19 dan perang Rusia Ukraina.
"Mungkin ada kejutan darinya. Tapi lihat, inflasi masih terlalu tinggi, tetapi umumnya jika Anda melihat selama setahun terakhir, inflasi telah turun. Dan saya tahu The Fed berkomitmen untuk melanjutkan proses mendorongnya ke tingkat yang lebih normal, dan saya percaya mereka akan berhasil dengan itu," jelasnya.
Sebagai informasi, Yellen tengah berada di Kyiv, Ukraina dalam kunjungan yang tidak diumumkan untuk serangkaian pertemuan dengan presidenVolodymyr Zelensky, untuk menegaskan kembali dukungan AS terhadap negara itu.
Kunjungan Menkeu AS menyusul transfer dana bantuan ekonomi dampak perang sebesar USD 1,25 miliar.
Yellen mengatakan, Departemen Keuangan AS telah mempersiapkan langkah-langkah yang dapat memastikan utang yang telah mencapai ambang batas tertangani, juga pembayaran tagihan pemerintah dapat dilakukan pada awal Juni 2023.
"Tidak dapat dibayangkan untuk AS yang mata uangnya, dolar, berfungsi sebagai mata uang cadangan dunia; Sebuah negara dengan pasar keuangan paling likuid terdalam di mana Departemen Keuangan adalah aset aman tertinggi, dan peringkat kredit yang selalu dimiliki dapat gagal bayar atas kewajibannya," ujarnya.
"Sangat penting untuk menghindari bencana ekonomi dan keuangan," tambah dia.
Advertisement
Inflasi AS Tembus 6,4 Persen di Januari 2023
Amerika Serikat mencatat inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan memasuki awal tahun 2023. Tingkat inflasi kali ini didorong oleh kenaikan harga rumah, gas, serta BBM.Â
Melansir CNBC International, Rabu (15/2/2023) Departemen Tenaga Kerja AS mengungkapkan bahwa indeks harga konsumen, yang mengukur harga barang dan jasa umum, naik 0,5 persen menjadi 6,4 persen pada Januari 2023.
Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones awalnya memperkirakan inflasi AS bakal naik 0,4 persen menjadi 6,2 persen.
Tidak termasuk harga pangan dan energi, CPI inti AS juga meningkat 0,4 persen setiap bulan dan 5,6 persen dari tahun lalu, dibandingkan perkiraan masing-masing sebesar 0,3 persen dan 5,5 persen.
"Inflasi mereda tetapi jalan menuju inflasi yang lebih rendah sepertinya tidak akan mulus," kata Jeffrey Roach, kepala ekonom di LPL Financial.
"The Fed tidak akan membuat keputusan hanya berdasarkan satu laporan tetapi jelas risikonya meningkat bahwa inflasi tidak akan cukup cepat dingin sesuai keinginan The Fedd," tambahnya.Â
Meningkatnya biaya tempat tinggal menyumbang sekitar setengah dari kenaikan inflasi, ungkap Biro Statistik Tenaga Kerja AS dalam laporannya.
Â
Biaya Energi Dorong Inflasi AS
Energi juga menjadi pendorong inflasi yang signifikan, masing-masing naik 2 persen dan 8,7 persen, sementara biaya pangan naik masing-masing 0,5 persen dan 10,1 persen.
Dalam beberapa hari terakhir, Ketua The Fed Jerome Powell telah membahas tentang kekuatan "disinflasi", tetapi angka inflasi di bulan Januari menunjukkan bank sentral mungkin masih akan mengeluarkan upayanya hingga mencapai target 2 persen.
Tetapi AS masih mendapat beberapa kabar baik di tengah tingginya inflasi. Biaya perawatan medis di negara itu turun 0,7 persen, tarif penerbangan turun 2,1 persendan harga kendaraan bekas turun 1,9 persen, menurut harga yang disesuaikan secara musiman.Â
Advertisement