Sukses

Cetak Rekor, Saudi Aramco Raup Laba Rp 2,4 Kuadriliun di 2022

Aramco mencetak laba sebesar Rp. 2,4 kuadriliun sepanjang 2022. Simak selengkapnya.

Liputan6.com, Jakarta Raksasa minyak Arab Saudi, Aramco mengumumkan rekor laba sebesar USD 161,1 miliar atau sekitar Rp 2,4 kuadriliun selama tahun 2022. Pencapaian tersebut didorong oleh melonjaknya harga energi dan volume yang lebih besar.

Melansir BBC, Senin (13/3/2023) ini menandai kenaikan keuntungan hingga 46,5 persen bagi Aramco, dibandingkan dengan tahun lalu.

Aramco juga mengumumkan dividen sebesar USD 19,5 miliar atau Rp 301,5 kuadriliun untuk kuartal terakhir 2022, yang akan dibayarkan pada kuartal pertama tahun ini.

Sebagian besar hasil itu akan masuk ke pemerintah Arab Saudi, yang memiliki hampir 95 persen saham di perusahaan tersebut.

"Aramco mengendarai gelombang harga energi yang tinggi pada tahun 2022," kata Robert Mogielnicki dari Arab Gulf States Institute di Washington.

"Akan sulit bagi Aramco untuk tidak tampil kuat pada 2022," sebutnya.

Dalam sebuah pernyataan pada Minggu (12/3), Aramco mengatakan bahwa keuntungan yang diraih perusahaan "didukung oleh harga minyak mentah yang lebih kuat, volume penjualan yang lebih tinggi dan peningkatan margin untuk produk olahan".

"Mengingat bahwa kami mengantisipasi minyak dan gas akan tetap penting di masa mendatang, risiko kurangnya investasi di industri kami adalah nyata - termasuk berkontribusi terhadap harga energi yang lebih tinggi," ujar Presiden dan CEO Aramco Amin Nasser.

Atasi Tantangan

Untuk mengatasi tantangan tersebut, dia menjelaskan, perusahaan tidak hanya berfokus pada perluasan produksi minyak, gas, dan bahan kimia, tetapi juga berinvestasi dalam teknologi baru yang lebih rendah karbon.

Aramco merupakan salah satu dari sejumlah perusahaan energiyang melaporkan rekor laba, setelah biaya energi melonjak menyusul perang Rusia Ukraina pada Februari 2022.

ExxonMobil Amerika juga menghasilkan USD 55,7 miliar, dan Shell Inggris melaporkan keuntungan USD 39,9 miliar.

Minyak mentah Brent, yang merupakan patokan harga minyak dunia, sekarang diperdagangkan sekitar USD 82 per barel - meskipun harga melebihi USD 120 per barel Maret lalu.

 

2 dari 3 halaman

Harga MinyakTerbang di Tengah Kegelisahan Lonjakan Suku Bunga AS

Harga minyak naik lebih dari 1 persen pada perdagangan Jumat setelah data ketenagakerjaan AS lebih baik dari perkiraan. Hal ini meskipun kedua patokan harga minyak dunia yaitu Brent dan WTI turun lebih dari 3 persen pada minggu ini karena kegelisahan kenaikan suku bunga AS.

Dikutip dari CNBC, Sabtu (11/3/2023), harga minyak Brent naik USD 1,19 atau 1,5 persen menjadi USD 82,78 per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 96 sen atau 1,3 persen menjadi USD 76,68.

Ekspektasi kenaikan suku bunga lebih lanjut di ekonomi terbesar dunia dan di Eropa telah mengaburkan prospek pertumbuhan global dan mendorong penurunan kedua patokan harga minyak mentah dunia minggu ini.

Namun, Federal Reserve AS mungkin memiliki lebih sedikit alasan untuk menaikkan suku bunga setajam atau setinggi yang diperkirakan beberapa analis setelah laporan pemerintah pada hari Jumat mengobarkan kembali harapan untuk mengurangi inflasi di tengah tanda-tanda normalisasi pasar tenaga kerja yang terganggu pandemi.

3 dari 3 halaman

Kenaikan Suku Bunga AS

Ketua The Fed Jerome Powell telah memperingatkan kenaikan suku bunga yang lebih tinggi dan berpotensi lebih cepat, dengan mengatakan bahwa bank sentral pada awalnya salah dalam berpikir bahwa inflasi adalah sementara. Pertemuan kebijakan moneter berikutnya direncanakan pada 21-22 Maret 2023.

“Harga minyak berfluktuasi liar di tengah kekhawatiran baru kenaikan suku bunga Fed,” kata Analis Price Group Phil Flynn.

Penguatan dolar AS juga membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya. Saham global, yang sering bergerak seiring dengan harga minyak, mencapai level terendah dua bulan karena investor membuang bank.

Data ketenagakerjaan AS yang lebih luas untuk Februari mengalahkan ekspektasi dengan nonfarm payrolls naik sebesar 311.000, dibandingkan dengan ekspektasi penambahan 205.000 pekerjaan, menurut survei Reuters. Ini kemungkinan untuk memastikan bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga lebih lama, yang menurut para analis akan membebani harga minyak dunia.