Sukses

Rafael Alun Trisambodo Penuhi Panggilan Ditjen Pajak Kemenkeu Jumat Lalu, Sudah Resmi Dipecat?

Rafael Alun Trisambodo sebelumnya mangkir dari panggilan pertama untuk menandatangani berkas administrasi pemecatannya. Pemanggilan kedua adalah panggilan terakhir.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan pejabat pajak Jakarta Selatan Rafael Alun Trisambodo mendatangi Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pada Jumat 10 Maret 2023 sore. Kedatangan Rafael Alun Trisambodo untuk memenuhi pemanggilan dalam rangka pemecatan dirinya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian Keuangan.

“Panggilan kedua sudah datang dia (RAT) ternyata Jumat sore. Saya juga baru dikasih tahu karena yang panggil kan DJP," kata Juru Bicara Menteri Keuangan Yustinus Prastowo, di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (14/3/2023).

Rafael Alun telah terbukti melakukan pelanggaran berat oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Sehingga sanksi yang dikenakan berupa pemecatan. Atas kedatangannya tersebut, berarti Rafael Alun telah menjalankan prosedur administrasi untuk pemecatan.

"Iya artinya sudah lengkap seluruh persyaratan untuk SK (pemecatan)," ujar Prastowo.

Meski begitu, hal ini tak lantas status Rafael Alun sudah dipecat secara resmi. Sebab Itjen Kemenkeu tetap harus mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pemecatan.

Sebagai informasi, Rafael Alun sebelumnya mangkir dari panggilan pertama untuk menandatangani berkas administrasi pemecatannya. Pemanggilan kedua adalah panggilan terakhir.

"Administrasinya kan harus ada pemanggilan dua kali, yang bersangkutan harus tanda tangan. Nah, ini kita jalankan dulu prosedurnya," kata Prastowo pada Senin 13 Maret 2023.

Kalaupun Rafael tidak datang pada pemanggilan kedua, dia akan tetap dipecat sebagai PNS Ditjen Pajak. Sebab Kementerian Keuangan sudah menjalankan mekanismenya.

"(Kalau yang kedua tidak hadir) langsung ditandatangani SK-nya," tambah dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

2 dari 3 halaman

Terbongkar! Isi Safe Deposit Box Rafael Alun Rp 37 Miliar, Bukti Pencucian Uang

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD membongkar isi dari safe deposit box yang dimiliki mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo. Ternyata safe deposit box tersebut menyimpan uang Rafael Alun Trisambodo dalam mata uang asing dengan nilai Rp 37 miliar yang diduga hasil pencucian uang.

“Di bongkar, satu safe deposit box itu sebesar Rp37 miliar dalam bentuk dolar AS,” ucap Mahfud MD dikutip dari Antara, Minggu (12/3/2023).

Kasus Rafael Alun tersebut, lanjut Mahfud sebagai kasus pencucian uang berdasarkan ilmu intelijen keuangan, bukan bukti hukum.

Mahfud MD juga menceritakan bahwa Rafael Alun Trisambodo sempat bolak-balik ke deposit box miliknya sebelum akhirnya diblokir oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

“Beberapa hari sudah bolak-balik tuh dia ke berbagai deposit box itu. Terus pada suatu pagi, dia datang tuh ke bank membuka itu, langsung diblokir oleh PPATK,” kata Mahfud dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu.

Setelah PPATK memblokir, lanjutnya, PPATK langsung mencari dasar hukum untuk membuka deposit box tersebut. Setelah berkonsultasi dengan KPK, barulah PPATK membuka deposit box milik Rafael yang kemudian dilanjutkan dengan penggalian informasi untuk menemukan deposit box lainnya.

3 dari 3 halaman

Pencucian Uang Rafael Alun

Mahfud menegaskan temuan tindak pidana pencucian uang oleh Rafael tersebut bermula dari kasus penganiayaan oleh anaknya yang kemudian ditemukan kejanggalan atas harta Rafael yang dinilai tidak wajar.

Setelah Mahfud bersurat ke Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Firli Bahuri, ternyata telah ada laporan kepada KPK mengenai kecurigaan terhadap harta Rafael pada tahun 2013, namun belum ditindaklanjuti.

“Saya sampaikan ke Pak Firli, Pak Firli kok ini ada belum ditindaklanjuti? Pak Firli bilang wah saya belum tahu bos. Sesudah itu saya kirim surat ini buktinya bahwa sudah masuk surat ke KPK,“ cerita Mahfud.

"Maka terus dipanggil kan, karena surat saya itu dan teriakan publik. Rp56 miliar kekayaan tidak wajar. Tahu engga, sesudah diperiksa ulang semua transaksinya itu ada Rp500 miliar yang terkait dengan dia," ungkapnya.

Ia pun menilai wajar jika Menteri Keuangan tidak mengetahui adanya tindak pidana pencucian uang di lingkungannya karena berbeda dengan korupsi yang mekanismenya telah berjalan dengan baik di Kementerian Keuangan.

“Bukti pencucian uang seperti itu. Menteri bisa tidak tahu bahwa ada uang seperti itu dan memang di luar kuasa Menteri,” ucapnya.