Liputan6.com, Jakarta - Tingkat inflasi Argentina telah melonjak melampaui 100 persen. Ini menandai lonjakan inflasi pertama negara itu sejak akhir hiperinflasi di awal tahun 90-an.
Melansir BBC, Kamis (16/3/2023) badan statistik Argentina mengungkapkan bahwa inflasi Argentina tembus 102,5 persen, yang berarti harga barang konsumen naik lebih dari dua kali lipat sejak 2022.
Argentina telah mengalami krisis ekonomi selama bertahun-tahun, dan banyak orang kini hidup dalam kemiskinan.
Advertisement
Pemerintah Argentina pun berusaha membendung kenaikan harga dengan membatasi harga makanan dan produk lainnya.
Tetapi sektor makanan dan minuman di Argentina mengalami peningkatan paling dramatis baru-baru ini, dengan harga tumbuh sebesar 9,8 persen di bulan Februari 2023 dibandingkan dengan bulan Januari.
Media Argentina mengatakan bahwa kenaikan ini sebagian disebabkan oleh kenaikan tajam harga daging, yang naik hampir 20 persen dalam satu bulan.
Ditambah lagi, ada kondisi cuaca buruk, gelombang panas yang berkepanjangan, dan kekeringan juga berdampak serius pada ternak dan tanaman, menurut kantor berita lokal Ambito.
Meskipun tingkat inflasi telah melampaui 100 persen, efek dari inflasi yang melonjak telah lama dirasakan di Argentina.
Pada September 2022, pengunjuk rasa turun ke jalan untuk menuntut tindakan mengatasi kenaikan biaya hidup, dan, pada bulan Februari, bank sentral Argentina mengatakan bahwa uang kertas 2.000 peso akan dikeluarkan sebagai tanggapan atas lonjakan biaya.
Gubernur BI Pede ASEAN Bisa Tekan Inflasi ke 3,3 Persen di 2023
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo optimistis bisa menekan angka inflasi di SEAN kembali ke angka 3,3 persen di 2023. Perry yakin karena ASEAN sangat konsisten menjalankan kebijakannya.
Keyakinan Perry ini ada dasarnya, sejumlah alasan pun diungkapkannya. Sebut saja, mengenai beragam kebijakan strategis yang diambil. Sampai dengan proses perdagangan dan investasi yang terus dijaga.
"Tahun ini kita optimis inflasi ASEAN 5 bakal berada di 3,3 persen dan tahun depan 3,2 persen. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan bisa menyeimbangkan antara stabilitas makro ekonomi dan stabilitas finansial," ungkapnya dalam High Level Seminar: ASEAN MATTERS Epicentrum of Growth, Senin (6/3/2023).
Perry mengungkapkan alasan mengapa ASEAN 5 bisa begitu ambisius mengejar target itu. Salah satunya berkat konsistensi yang dibawa. Termasuk dalam menghadirkan berbagai kebijakan, baik makro ekonomi, maupun finansial.
"Kenapa bisa begitu? Karena ASEAN 5 sangat disiplin. Kita disiplin dengan kebijakan moneter dari bank sentral. Tidak hanya berbicara interest rate, stabulisasi nilai tukar, tapi juga kita mendukung pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan makroprudensial akomodasi dan digitalisasi metode pembayaran," sambungnya.
"Dimana itu semua mendukung adanya ekonomi yang inklusif. Dengan koordinasi yang sangat erat," tambah Perry.
Advertisement
Penguatan Nilai Tukar Rupiah
Diberitakan sebelumnya, Bank Indonesia (BI) yakin bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tetap akan perkasa di 2023. Keyakinan ini setelah melihat realisasi di awal tahun sekaligus stabilitas sistem keuangan sekaligus kondisi ekonomi nasional.
Nilai tukar rupiah mampu berdiri gagah jika melihat kondisi per 15 Februari 2023. Lewat unggahan media sosial Instagram @bank_indonesia, rupiah mampu menguat 2,39 persen dibandingkan dengan level akhir Desember 2022.
Jika dibandingkan dengan mata uang negara tetangga, rupiah juga masih jauh perkasa. Terlihat mata uang Filipina hanya mampu naik 0,99 persen. Sedangkan dilanjutkan Thailand hanya menguat 0,85 persen. Bahkan mata uang ringgit Malaysia hanya naik sebesar 0,27persen.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, rupiah tak bakal tumbang karena didukung 5 faktor fundamental yang akan menjadi kunci menguatnya Rupiah.
"Bank Indonesia tidak menargetkan level, melainkan memberikan direction bahwa Rupiah akan menguat." kata Perry dikutip pada Kamis (23/2/2023).