Sukses

Pengusaha Boleh Potong Upah Buruh 25 Persen, Tanda-Tanda Indonesia Masuk Resesi?

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah telah mengizinkan pengusaha yang berorientasi ekspor alias eksportir untuk memotong gaji buruh mereka hingga 25 persen.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah telah mengizinkan pengusaha yang berorientasi ekspor alias eksportir untuk memotong gaji buruh mereka hingga 25 persen.

Pengamat Ekonomi Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita, menilai itu sebagai pertanda bahwa Indonesia secara perlahan mulai terdampak oleh resesi global.

"Aturan pengurangan upah buruh ini mengafirmasi bahwa resesi global memang sedang mendera industri dan dunia usaha yang berorientasi ekspor. Dengan kata lain, penurunan permintaan luar negeri yang cukup drastis memang sudah terjadi, meskipun pemerintah mencatat selalu terjadi surplus perdagangan," ujarnya, Jumat (17/3/2023).

Biaya Hidup Tinggi

Ronny mengatakan, penurunan upah buruh sebanyak 25 persen itu akan mengurangi kemampuan pekerja yang terimbas dalam mencukupi kebutuhan hidup layak mereka. Pasalnya, nominal UMR yang biasa mereka terima hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak minimal semata.

"Nah. jika jumlah upahnya dikurangi oleh pengusaha, maka kemampun itu juga akan tertekan 25 persen. Saya kira, pemerintah harus ikut memikirkan solusi untuk mengatasi hal itu," pinta Ronny.

"Apakah akan memberi kemudahan dari sisi lain, misalnya pendidikan anak, akses ke komoditas pokok bersubsidi, kemudahan akses kepada layanan kesehatan, dan lainya," urainya.

 

2 dari 3 halaman

Konsumsi Rumah Tangga Turun

Menurut dia, jika pengurangan upah sekitar 25 persen terjadi secara luas karena banyaknya perusahaan yang menjadi korban resesi global, maka tingkat komsumsi rumah tangga atau sisi permintaan akan ikut tertekan.

Itu pada akhirnya juga bakal ikut mengurangi konstribusi konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebab, penurunan daya beli dan permintaan dari satu segmen masyarakat akan berpengaruh kepada pendapatan segmen masyarakat lainya.

"Misalnya, pengurangan permintaan komoditas A sebesar 25 persen dari segmen pekerja akan menekan pendapatan segmen penjual dan penghasil komoditas A tersebut di sisi lain, yang kemudian akan ikut juga menekan tingkat konsumsi mereka sebagai imbas lanjutanya," paparnya.

"Jika jumlah pihak terimbasnya besar, bisa berujung pada deflasionary pressure pada pertumbuhan ekonomi, yang akhirnya berujung pada resesi," tegas Ronny.

3 dari 3 halaman

Pengusaha Ekspor Dapat Izin Pangkas Upah, Buruh Protes: Tak Boleh Dalam Kondisi Apapun

Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia menolak keras munculnya Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 yang mengatur pemotongan upah. Hal ini disebut sebagai pelanggaran aturan perundang-undangan yang berlaku.

Beleid itu membolehkan perusahaan orientasi ekspor yang bisnisnya menurun akibat ekonomi global boleh membayar upah buruh sebesar 75 persen saja. Kemudian, ada pula aturan pengurangan jam kerja buruh jika diperlukan.

Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat menolak adanya aturan tersebut. Menurutnya, dalam kondisi bisnis seperti apapun, upah terhadap buruh tidak boleh turun, apalagi berada di bawah upah minimum.

"Poin pentingnya itu, upah itu tidak boleh turun dalam kondisi apapun jadi upah kalau turun artinya misalnya diabwah ump, standarnya itu dibawah UMP, ketika dibawah UMP maka upah itu menjadi pelanggaran. Jadi pengusaha itu melanggar perundang-undanganan yang berlaku dan itu pidana," kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (16/3/2023).

"Nah mau perusahaan ekspor impor, atau perusahaan apapun tidak boleh mengurangi upahnya dan tidak boleh turun di bawah UMP," tambahnya.

Kemudian, Mirah juga menyinggung soal aturan yang membolehkan perusahaan mengurangi jam kerja. Jika memang ada pengurangan, maka upahnya tetap harus dibayar penuh.

Artinya, jika diperlukan langkah efisiensi, kata Mirah, bukan dari sisi yang bersinggungan dengan upah. Tapi perlu diambil dari pos-pos lainnya yang tak menyentuh langsung kepada upah kepada pekerja.

"Nah kalau mau mereka melakukan efisiensi atau apa, maka efisiensikan komponen atau pos-pos yang tidak bersinggungan dengan upah, itu bisa. Nanti pengusaha lah, kan kawan-kawan pengusaha ada tuh pos-pos atau tunjangan-tunjangan yang bersifat tidak tetap gitu ya, nah itu bisa dikurangi," bebernya.