Sukses

Pernyataan 6 Pejabat Indonesia Soal Dampak Kebangkrutan Silicon Valley Bank

Penutupan Silicon Valley Bank merupakan kegagalan bank terbesar di Amerika Serikat (AS) sejak krisis keuangan global lebih dari satu dekade lalu.

Liputan6.com, Jakarta - Regulator keuangan Amerika Serikat (AS) yaitu Federal Deposit Insurance Corp mengumumkan telah menutup Silicon Valley Bank (SVB) dan mengambil kendali atas depositonya pada 10 Maret 2023.

Dalam pengumumkan FDIC mengatakan, deposan Silicon Valley Bank yang diasuransikan akan memiliki akses ke simpanan paling lambat Senin pagi, 13 Maret 2023. Kantor cabang SVB juga akan dibuka kembali pada saat itu, di bawah kendali regulator. Berdasarkan siaran pers, pemeriksaan SVB akan terus dilakukan.

Penutupan Silicon Valley Bank merupakan kegagalan bank terbesar di Amerika Serikat (AS) sejak krisis keuangan global lebih dari satu dekade lalu.

Tentu saja, runtuhnya Silicon Valley Bank ini membuat ketar ketir para pejabat di Indonesia. Mengingat, jatuhnya lembaga keuangan di Amerika Serikat (AS) pada periode 2008 lalu juga sangat berdampak kepada Indonesia.

Beberapa pejabat meminta agar industri perbankan nasional waspada. Meskipun beberapa pejabat lain mengatakan bahwa runtuhnya Silicon Valley Bank tak berdampak banyak ke Indonesia.

Dirangkum Liputan6.com, Sabtu (18/3/2023), berikut ini pernyataan sejumlah pejabat Indonesia mengenai runtuhnya Silicon Valley Bank:

1. Jokowi: Hati-Hati Efek Domino

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebut bahwa kegentingan global saat ini masih menjadi ancaman yang serius. Terlebih, kata dia, baru-baru Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat baru saja mengalami kebangkrutan.

"Kita semuanya harus menyadari bahwa kegentingan global itu masih merupakan sebuah ancaman yang tidak ringan. Ketidakpastian global juga memunculkan risiko-risiko yang sulit diprediksi, yang sulit kita hitung," kata Jokowi dalam Pembukaan Business Matching Produk Dalam Negeri di Jakarta, Rabu (15/3/2023).

"Oleh sebab itu, semuanya harus bekerja keras untuk menghindarkan negara kita dari ancaman-ancaman dan risiko-risiko global yang ada," sambungnya.

Setelah Silicon Valley Bank bangkrut, kata dia, beberapa hari kemudian Signature Bank di Amerika juga mengalami kolaps. Jokowi mewanti-wanti kebangkrutan kedua bank ini dapat memberikan efek domino untuk semua negara, termasuk Indonesia.

"Ada kebangkrutan bank di Amerika, Silicon Valley Bank. Semuanya ngeri begitu ada satu bank yang bangkrut. Dua hari muncul lagi bank berikutnya yang kolaps, Signature Bank," jelas dia.

"Semua negara sekarang ini menunggu efek dominonya akan kemana. Oleh sebab itu, kita hati-hati," imbuh Jokowi.

 

2 dari 6 halaman

2. Menko Luhut: Kita Harus Hati-Hati

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, perbankan di Indonesia masih lebih baik dibandingkan perbankan Amerika Serikat hinga Eropa. Hal ini diungkapkan usai kebangkrutan yang dialami Silicon Valley Bank (SVB) Amerika Serikat, yang juga turut menjadi perhatian pemerintah Indonesia.

Luhut bahkan mengatakan, persentase rasio likuiditas perbankan di indonesia bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan sejumlah negara maju.

"Sampai hari ini kita tidak melihat ada tanda-tanda yang punya impact karena kelihatan modal atau kapital daripada bank-bank kita juga bagus sekali," ujar Luhut di Hotel St. Regis, Jakarta, Selasa (14/3).

Luhut mengatakan, cakupan rasio perbankan Indonesia mencapai 234 persen, sementara rasio di Amerika Serikat 148 persen, kemudian Jepang 135 persen, China 132 persen, dan Eropa 120 persen.

Meski berada di kondisi yang lebih baik, Luhut mengatakan agar masyarakat Indonesia tidak jumawa.

"Jadi Indonesia masih sangat tinggi sekali, tapi bicara krisis seperti ini kita tentu harus hati-hati, dan saya kira Bank Indonesia juga dengan Kementerian Keuangan, saya kenal Bapak Ibu berdua itu saya kira sangat kredibel," pungkasnya.

 

3 dari 6 halaman

3. Gubernur BI: Stabilitas Keuangan Indonesia Berdaya Tahan Menghadapi Gejolak Global

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menilai, kasus bangkrutnya Silicon Valley Bank (SVB) tak akan berdampak ke perbankan Indonesia. Bahkan, kasus tersebut diprediksi tak bakal terjadi terhadap bank dalam negeri.

Satu alasan yang mendasari tak kena dampak adalah bank di Indonesia tidak menaruh modal yang berkaitan dengan SVB. Maka, tak terpengaruh oleh bangkrutnya SVB termasuk 3 bank di Amerika Serikat.

Bank-bank di indonesia apakah terjadi konsentrasi deposan enggak? Sebagaian besar tidak. Sebagian besar itu tidak, umumnya bahwa konsentrasi deposan misalnya top 10 deposan dibagi DPK rata-rata 10-15 persen ada 1 atau 2 bank yang tak lebih dari 35-40 persen. Sehingga deposit funding itu cukup terdiversifikasi sehingga memperkuat ketahanan funding-nya dari bank," beber Perry dalam Konferensi Pers Hasil RDG Bulanan Bank Indonesia pada Maret 2023, Kamis (16/3/2023).

Kedua, dilihat dari risiko valuasi bank di Indonesia. Perry melihat kalau risiko dampak langsungnya hampir tidak ada, karena tak ada yang menanamkan dana di 3 bank AS yang bangkrut.

Pada konteks yang sama, perbankan di Indonesia cenderung memegang SBN model HTM dan sudah bergeser dari SBN AFS. Perry menilai, ini langkah tepat yang jadi faktor kuatnya perbankan Indonesia.

"Dan yang ketiga bank-bank yang ada negatif valuasi terhadap SBN sudah membentuk CKPN cadangan untuk negatif valuasi dari SBN-nya," kata dia.

Dengan demikian, tingkat Capital Adequo Ratio (CAR) berada di posisi yang tinggi. Artinya, bisa menjadi bantalan yang cukup terhadap risiko kebangkrutan.

"CAR nya kan 25,88 persen, ini sudah masukkan CKPN sehingga keseluruhan menyimpulkan bahwa kodnisi perbankan nndonesia itu bisa bertahan terhadap dampak ini," ungkapnya.

"Stabilitas keuangan Indonesia berdaya tahan menghadapi gejolak global ini termasuk dampak dari 3 bank tadi," tambah Perry Warjiyo.

 

4 dari 6 halaman

4. Sri Mulyani: Timbulkan Guncangan Signifikan dari Sisi Kepercayaan Deposan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menilai walaupun aset yang dimiliki Silicon Valley Bank kecil hanya USD 200 miliar untuk kelas bank di Amerika Serikat. Namun, dampak kebangkrutan SVB sangat besar.

"Dalam weekend terakhir ini, penutupan Silicon Valley Bank yang relatif kecil, cuma bank regional dengan aset USD 200 billion yang untuk ukuran Amerika sangat kecil telah menimbulkan guncangan yang signifikan dari sisi kepercayaan deposan di AS," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa Maret, Selasa (14/3/2023).

Bahkan, kata Sri Mulyani, Pemerintah Amerika Serikat enggan memberikan bantuan kepada SVB. Tapi pada akhirnya Pemerintah terkait memutuskan untuk menjamin deposito Silicon Valley Bank. Menurut Menkeu, penting dijadikan pelajaran bagi Indonesia kedepannya jika mengalami hal serupa.

"Pemerintah Amerika tadinya tak bail out, kemudian memutuskan bailout menjamin semua deposito SVB. Ini yang harus perlu dilihat sebagai pelajaran, bank yang kecil dalam posisi tertentu dapat menimbulkan persepsi sistemik," ujar Menkeu.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara, mengatakan kebangkrutan yang dialami Silicon Valley Bank itu layak dijadikan pelajaran bagi Indonesia. Dia menegaskan bank di Amerika yang skalanya kecil pun bisa memberikan dampak yang luar biasa.

"Pelajaran yang benar-benar kita soroti sekarang ini bank kecil di Amerika itu bisa membuat keseluruhan sistem itu at risk. Kita memperhatikan resiko menjalarnya SVB ke tempat lain," ujarnya.

 

5 dari 6 halaman

5. OJK: Tak Berdampak ke Indonesia

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menyatakan, saat ini tidak ada hubungan bisnis, facility line maupun investasi pada produk sekuritisasi SVB.

Selain itu, berbeda dengan SVB dan perbankan di AS umumnya, bank-bank di Indonesia tidak memberikan kredit dan investasi kepada perusahaan technology startups maupun kripto.

"Oleh karena itu, OJK mengharapkan agar masyarakat dan Industri tidak terpengaruh terhadap berbagai spekulasi yang berkembang di kalangan masyarakat," kata Dian dalam keterangannya di Jakarta, Senin (13/3/2023).

Menurutnya, Indonesia setelah krisis keuangan tahun 1998 telah melakukan langkah-langkah yang mendasar dalam rangka penguatan kelembagaan, infrastruktur hukum dan penguatan tata kelola serta perlindungan nasabah yang telah menciptakan sistem perbankan yang kuat, resilien dan stabil.

Hal ini tercermin dari kinerja Industri Perbankan yang terjaga baik dan solid serta tetap tumbuh positif di tengah tekanan perekonomian domestik dan global yang selama ini berlangsung.

 

6 dari 6 halaman

6. Bos BRI: Industri Perbankan Indonesia Dalam Kondisi Solid

Direktur Utama BRI, Sunarso pun buka suara. Menurutnya, kondisi industri perbankan Indonesia saat ini dalam kondisi solid dan memiliki eksposur risiko yang minim atas bangrutnya salah satu bank di Amerika Serikat, Silicon Valley Bank (SVB) tersebut.

“Perbankan di Indonesia, utamanya BRI, jauh dari episentrum krisis tersebut. Hal ini tercermin salah satunya dari permodalan yang kuat serta likuiditas yang memadai,” katanya.

Sunarso menambahkan bahwa hingga akhir tahun 2022, tercatat CAR BRI (konsolidasian) berada di level sangat kuat sebesar 25,54 persen dan LDR (konsolidasian) terjaga di level 87,09 persen.

Sunarso mengingatkan bahwa sebelumnya BRI berhasil melewati krisis berkali-kali, dari krisis moneter di tahun 1998 hingga krisis yang diakibatkan oleh pandemi COVID.

“Saat ini perbankan Indonesia sangat taat dalam penerapan BASEL dalam hal risk management-nya, sehingga pembentukan modal juga cukup tebal. Di sisi lain pengawasan dari OJK terhadap bank juga sudah sangat baik, di samping itu, Bank Indonesia juga terus men-support dalam pemenuhan likuditas,” imbuhnya.

“Saat ini kita tetap harus optimis tapi tidak jumawa dan tidak sembrono. Jadi tetap kita jalankan prinsip-prinsip good corporate governance, risk management yang baik, saya kira itu kuncinya. Jadi optimis tapi juga tetap harus hati-hati dan kita punya tools itu semua, terutama di perbankan,” tambah Sunarso.