Sukses

Goldman Sachs Kerek Potensi Resesi AS Imbas Gejolak Perbankan Global

Goldman Sachs mendongkrak kemungkinan resesi seiring gejolak dalam sistem perbankan terus berlanjut. Peluang resesi Amerika Serikat (AS) menjadi 35 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Goldman Sachs meningkatkan kemungkinan resesi karena gejolak dalam sistem perbankan terus berlanjut.

Dikutip dari Yahoo Finance, ditulis Minggu (19/3/2023), Ekonom Goldman Sachs, Jan Hatzius menuturkan, sekarang ada peluang 35 persen dari resesi Amerika Serikat (AS), naik dari perkiraan bank sebelumnya sebesar 25 persen. Goldman Sachs mengutip “peningkatan ketidakpastian jangka pendek”, seputar efek tekanan bank kecil.

Berdasarkan riset, Goldman Sachs memangkas prospek produk domestik bruto (PDB) 2023 sebesar 0,3 persen menjadi 1,2 persen.

Selama sepekan terakhir, Silvergate Bank, Silicon Valley Bank, dan Signature Bank semuanya tutup, dan lembaga keuangan lainnya termasuk First Republic Bank dan Credit Suisse menghadapi gejolak.

Silicon Valley Bank dan Signature Bank masing-masing menandai kegagalan bank terbesar kedua dan ketiga dalam sejarah, setelah Washington Mutual selama krisis 2008.

Goldman memandang, kejatuhan dalam sistem perbankan telah meningkatkan kemungkinan penurunan bahkan ketika harga pasar dalam kenaikan suku bunga lebih kecil atau jeda dari the Federal Reserve (the Fed) pada pertemuan Maret. Alat FedWatch CME pada Kamis pekan ini menunjukkan pelaku pasar memberikan peluang sekitar 25 persen untuk tidak ada kenaikan suku bunga pekan depan, dan sekitar 75 persen peluang kenaikan 25 basis poin (bps).

Sebelum keruntuhan Silicon Valley Bank (SVB) pada Jumat, 17 Maret 2023, pasar telah berharap pergerakan 50 basis poin.

Krisis bank seharusnya tidak mengejutkan pasar, mengingat penarikan likuiditas yang cepat dari the Fed dan pengetatan kebijakan tahun lalu, menurut Chief Global Strategist Principal Asset Management, Seema Shah.

“Sampai minggu ini, pasar secara luas mengabaikan ancaman kebijakan pengetatan mulai terungkap. Namun, gejolak terbaru dengan cepat mengingatkan investor kalau aset berisiko tidak bisa lepas dari murka pengetatan moneter,” kata dia.

Sementara itu, investor “Big Short” terkenal Steve Eisman memperingatkan jeda dalam kampanye pengetatan the Fed pada akhirnya akan membebani saham secara negatif. “Jika the Fed takut, Anda harus takut,” kata dia kepada CNBC.

Salah satu pendiri DataTreck Research, Nicholas Colas memperingatkan, saham akan mengalami nasib buruk, jika the Fed mengerem. Hal itu berarti pembuat kebijakan berputar untuk semua alasan yang salah.

2 dari 3 halaman

Silicon Valley Bank Kolaps, Goldman Sachs Pangkas Ramalan Ekonomi AS Jadi 1,2 Persen

Sebelumnya, Goldman Sachs pada Rabu (15/3) menurunkan perkiraan untuk pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat di kuartal keempat 2022, karena krisis perbankan di negara itu salah satunya Silicon Valley Bank (SVB). 

Melansir US News, Jumat (17/3/2023) analis di Goldman Sachs sekarang memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS di kuartal terakhir 2022 hanya akan mencapai 1,2 persen.

Angka tersebut menandai penurunan 0,3 poin persentase dari perkiraan Goldman Sachs sebelumnya.

Seperti diketahui, bank-bank regional di AS tengah berada dalam gelombang kekhawatiran sejak SVB Financial Group ditutup oleh regulator menyusul keruntuhannya pekan lalu.

Goldman Sachs juga mengakui tekanan di beberapa bank tetap ada meskipun agen federal telah bertindak agresif untuk mendukung sistem keuangan.

Prospek Sistem Perbankan ASSebelumnya, lembaga pemeringkat Moody's juga merevisi prospek sistem perbankan AS menjadi "negatif" dari "stabil".

Selain itu, Gedung Putih juga memantau perkembangan bank-bank kecil di AS, untuk memastikan keamanan dana simpanan para nasabah imbas bangkrutnya Silicon Valley Bank.

"Kami mendedikasikan banyak waktu untuk memastikan bahwa kami melewati ini dengan baik," kata seorang pejabat Gedung Putih, dikutip dari Channel News Asia.

Pejabat itu menambahkan, Gedung Putih terus berkomunikasi dengan Departemen Keuangan AS dan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) tentang potensi masalah di bank lain, yang kasusnya hampir sama dengan SVB.

 

3 dari 3 halaman

Mantan Ketua FDIC: Silicon Valley Bank Bangkrut, The Fed Perlu Pangkas Suku Bunga

Sebelumnya, CEO baru Silicon Valley Bank, Tim Mayopoulos kini mengajak para nasabahnya untuk kembali menggunakan layanan SVB, setelah bank tersebut resmi diambil alih regulator Amerika Serikat untuk mengamankan simpanan dana nasabah.

"Hal nomor satu yang dapat Anda lakukan untuk mendukung masa depan lembaga ini adalah membantu kami membangun kembali basis simpanan kami," kata Tim Mayopoulos dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Channel News Asia, Rabu (15/3/2023).

"Baik dengan meninggalkan simpanan di Silicon Valley Bank maupun mentransfer kembali simpanan yang tersisa selama beberapa hari terakhir," sambungnya.

Seperti diketahui, Silicon Valley Bank, pemberi pinjaman utama untuk start-up di seluruh AS sejak 1980-an kolaps dalam 48 jam setelah mengalami krisis modal.

Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) ditunjuk sebagai pengendali Silicon Valley Bank, melikuidasi aset bank dan membayar kembali pelanggannya.

"Kami melakukan semua yang kami bisa untuk membangun kembali, memenangkan kembali kepercayaan Anda dan terus mendukung ekonomi inovasi," lanjut Mayopoulos.

"Kami membuat pinjaman baru dan menghormati sepenuhnya fasilitas kredit yang ada," tambah dia.

Sebelumnya, Mayopoulos telah menyatakan bahwa Silicon Valley Bank masih membuka bisnis dan layanannya seperti biasa.

Melalui sebuah pesan surat kepada klien, Mayopoulos mengatakan pihaknya akan terus memberikan informasi menyusul kebangkrutannya.

"Saya berharap dapat mengenal klien Silicon Valley Bank...Saya juga datang ke peran ini dengan pengalaman dalam situasi seperti ini. Saya adalah bagian dari tim kepemimpinan baru yang bergabung dengan Fannie Mae setelah krisis keuangan. pada 2008-2009, dan saya menjabat sebagai CEO Fannie Mae dari 2012-2018," terangnya, mengutip US News.