Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengaku siap mengimplementasikan rencana redenominasi alias penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengurangi nilai. Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang BI Marlison Hakim, usai Kick Off Semarak Rupiah Ramadhan dan berkah Idul Fitri 2023, di Kantor BI, Senin (20/3/2023).
"Kami Bank Indonesia siap mengikuti keputusan Pemerintah dalam hal ini," kata Marlison.
Namun untuk waktu pelaksanaan redenominasi, kata Marlison masih belum ada kejelasan. Tapi yang pasti jika Pemerintah memerintahkan, maka Bank Indonesia selalu siap.
Advertisement
"Kami belum dengar sih, tapi kalau diminta pemerintah kita siap," imbuhnya.
Dilansir dari laman Bank Indonesia, Redenominasi bukanlah sanering atau pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang rupiah. Redenominasi biasanya dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil dan menuju kearah yang lebih sehat.
Sedangkan sanering adalah pemotongan uang dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat, dimana yang dipotong hanya nilai uangnya. Dalam redenominasi, baik nilai uang maupun barang, hanya dihilangkan beberapa angka nolnya saja.
Artinya, redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran (uang). Selanjutnya, hal ini akan menyederhanakan sistem akuntansi dalam sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian.
Sudah Terapkan Redenominasi
Dikutip dari laman Kemenkeu, jika melihat fenomena di masyarakat, pada saat ini tanpa disadari sebenarnya masyarakat secara tidak langsung telah menerapkan redenominasi rupiah meski secara informal. Jika kita berjalan-jalan di mall, restoran, café, atau bioskop, terpampang daftar harga atau tarif dengan embel-embel “K” dibelakang digitnya.
Contohnya untuk menu nasi soto ayam seharga Rp30.000 per porsi hanya dicantumkan 30 K saja. ‘K’ di sini memiliki arti umum kelipatan seribu. Atau harga kudapan di bioskop, sekantong popcorn seharga Rp 42.000 hanya dicantumkan 42 K saja.
Bahkan di pasar-pasar tradisional kalau kita perhatikan, transaksi antara pedagang dan pembeli juga sudah mulai sederhana dalam penyebutan nominal rupiah saat tawar-menawar. Misalnya, pedagang buah menawarkan sekilo jeruk dengan harga Rp30.000, dan pembeli menawarnya hanya menyebut 20 saja yang artinya Rp20.000 per kilogram.
Dari fenomena tersebut, tanpa disadari, sebetulnya masyarakat secara tidak langsung sudah menerapkan redenominasi rupiah meski secara informal. Artinya selama ini tidak ada ketentuan resmi dari otoritas moneter Bank Indonesia, namun masyarakat sudah biasa melakukannya dalam transaksi dan pencatatan rupiah sehari-hari.
Heboh, Redenominasi Uang Rp 100 Bergambar Jokowi
Sebelumnya, kemunculan uang rupiah baru yang sudah redenominasi menghebohkan media sosial. Uang tersebut bergambar Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pantauan Liputan6.com pada Senin (8/2/2021), video uang tersebut diunggah akun jakarta.keras di Instagram.
"Katanya Indonesia mau redenomisasi. Jadi mata uangnya mau dikecilin nominalnya kayak dollar gitu," demikian keterangan yang tertulis. Video ini merupakan unggahan ulang dari TikTok.
Di dalam video tersebut tampak uang Rp 100 yang didominasi nuansa merah putih. Kemudian ada gambar Jokowi di salah satu sisinya.
Selain itu juga terdapat tulisan Bank Indonesia di bagian atas uang tersebut.
Link video Instagram: https://www.instagram.com/p/CK_DaKtAfbG/?utm_source=ig_web_copy_link
Advertisement
BI: Uang Baru Rp 75.000 Ribu Tak Ada Hubungan dengan Redenominasi
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Rosmaya Hadi, mengatakan penerbitan Uang Peringatan Kemerdekaan (UPK) Rp 75.000 tidak ada hubungannya dengan rencana redenominasi mata uang rupiah. Penulisan angka 75 yang lebih besar hanya ingin menonjolkan peringatan HUT RI ke-75 saja.
"Angka nol yang lebih kecil itu bukan dalam rangka redenominasi, itu lain ceritanya," kata Rosmaya dalam Taklimat Media, Uang Peringatan Kemerdekaan 75 Tahun Republik Indonesia, Jakarta, Selasa (18/8).
Penerbitan UPK Rp 75.000 dibuat dalam rangka menyambut kemerdekaan Indonesia ke-75 tahun. Sementara redenominasi memiliki tujuan yang berbeda, yakni untuk efisiensi tulisan dalam digit yang lebih sederhana.
Pelaksanaan redenominasi juga harus mempertimbangkan banyak hal. Kebijakan itu akan dilakukan saat situasi perekonomian dan kondisi yang dianggap pas.
"Redenominasi akan kita berlakukan pada saat perekonomian dan kondisi yang pas," kata dia.
Apalagi, tim yang membahas rencana redenominasi berbeda dengan tim yang baru saja mengeluarkan uang khusus ini. Dia menegaskan tim yang mengeluarkan UPK dalam metode tukar uang.
"Itu beda tim dan ada step-step-nya lagi dan ini beda soal karena ini kita dalam metode tukar uang," kata Rosmaya mengakhiri.