Liputan6.com, Jakarta Wacana redonominasi mata uang Rupiah tak kunjung menemui titik terang. Padahal, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024 yang salah satunya menjelaskan tentang Rancangan Undang-undang tentang Redenominasi Rupiah.
Nantinya, penyederhanaan rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang. Misalnya mata uang pecahan Rp 1.000 menjadi Rp 1.
Melansir dari laman djkn.kemenkeu.go.id, redenominasi didefinisikan sebagai penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya. Redenominasi bertujuan untuk menyederhanakan jumlah digit pada pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai rupiah terhadap harga barang dan/atau jasa.
Advertisement
Secara teknis, uang yang sudah diredenominasi jumlah angkanya akan mengecil tapi nilainya tetap sama. Misalnya dalam pecahan uang Rp10.000, maka tiga angka di belakang akan dihilangkan, penulisannya berubah Rp10 saja dan nilai uang masih sama dengan sepuluh ribu rupiah.
"Jika kita biasanya membeli susu seharga Rp10.000 per kaleng, setelah redenominasi rupiah, maka harga tersebut berubah Rp10 per kaleng," jelas Kemenkeu dikutip, Selasa (21/3/2023).
Sudah Diterapkan
Jika melihat fenomena di masyarakat saat ini, tanpa disadari sebenarnya masyarakat secara tidak langsung telah menerapkan redenominasi rupiah meski secara informal. Jika kita berjalan-jalan di mal, restoran, cafe, atau bioskop, terpampang daftar harga/tarif dengan embel-embel “K” dibelakang digitnya.
Contohnya untuk menu nasi soto ayam dengan harga Rp30.000 per porsi hanya dicantumkan 30 K saja. ‘K’ di sini memiliki arti umum kelipatan seribu. Atau sekantong popcorn di Bioskop seharga Rp 42.000 hanya dicantumkan 42 K saja.
"Bahkan di pasar-pasar tradisional kalau kita perhatikan, transaksi antara pedagang dan pembeli juga sudah mulai sederhana dalam penyebutan nominal rupiah saat tawar-menawar. Misalnya, pedagang buah menawarkan sekilo jeruk dengan harga Rp30.000, dan pembeli menawarnya hanya menyebut 20 saja yang artinya Rp20.000 per kilogram," tulis Kemenkeu.
Dari fenomena tersebut, tanpa disadari, sebetulnya masyarakat secara tidak langsung sudah menerapkan redenominasi rupiah meski secara informal. Artinya selama ini tidak ada ketentuan resmi dari otoritas moneter Bank Indonesia, namun masyarakat sudah biasa melakukannya dalam transaksi dan pencatatan rupiah sehari-hari.
Uang Kertas dan Logam yang Beredar pada Desember 2022 Capai Rp 897,8 Triliun
Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada Desember 2022 tumbuh positif.
Mengutip laman resmi BI, Selasa (24/1/2023) posisi M2 pada Desember 2022 tercatat sebesar Rp. 8.525,5 triliun atau tumbuh 8,3 persen (yoy).
Namun, pertumbuhan M2 ini lebih kecil dibandingkan November 2022 yang tumbuh 9,6 persen (yoy).
BI mengatakan, perkembangan tersebut didorong oleh pertumbuhan Uang Beredar Sempit (M1) sebesar 9,5 persen (yoy) serta uang kuasi sebesar 6,8 persen (yoy).
Laporan analisis uang beredar BI per Desember 2022 menunjukkan, komponen giro rupiah tercatat tumbuh 17,9 persen (yoy), setelah bulan sebelumnya tumbuh sebesar 21,5 persen (yoy).
Sementara itu, dana float uang elektronik pada Desember 2022 tercatat sebesar Rp 10,0 triliun dengan pangsa sebesar 0,2 persen terhadap M1, atau terkontraksi 10,2 persen (yoy), setelah sebelumnya tumbuh positif sebesar 17,1 persen (yoy) pada November 2022. T
Adapun tabungan rupiah yang dapat ditarik sewaktu-waktu dengan pangsa 46,0 persen terhadap M1, tercatat sebesar Rp. 2.225,8 triliun pada posisi laporan, atau tumbuh sebesar 4,4 persen (yoy), setelah bulan sebelumnya tumbuh 6,5 persen (yoy).
Advertisement
Uang Kartal
Sedangkan uang kartal yang beredar di masyarakat pada Desember 2022 tercatat sebesar Rp. 897,8 triliun, atau tumbuh 8,0 persen (yoy), setelah tumbuh sebesar 8,4 persen (yoy) pada November 2022.
Uang kuasi, dengan pangsa 43,0 persen dari M2, pada bulan Desember tercatat sebesar Rp. 3.666,3 triliun atau tumbuh 6,8 persen (yoy), setelah pada bulan sebelumnya tumbuh 6,9 persen (yoy).
Perkembangan uang kuasi terutama disebabkan oleh pertumbuhan simpanan berjangka sebesar 1,9 persen (yoy) pada Desember 2022, setelah tumbuh 2,1 persen (yoy) di bulan sebelumnya.
Selain itu, tabungan lainnya juga tercatat tumbuh 13,1 persen (yoy), setelah pertumbuhan 15,4 persen (yoy) pada November 2022, dan giro valas tumbuh sebesar 29,0 persen (yoy).
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com