Liputan6.com, Jakarta Pengusaha yang membayar upah pekerja di bawah upah minimum dapat dikenakan sanksi penjara selama 4 tahun. Hal itu tertuang dalam Peraturan Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) yang disahkan menjadi Undang-Undang Cipta Kerja oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023, pada Selasa (21/3) lalu.
Berdasarkan Pasal 185 UU Cipta Kerja tertulis pengusaha yang membayarkan upah pekerja di bawah upah minimum akan dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000 dan paling banyak Rp 400.000.000.
Baca Juga
Sementara, pada Pasal 88E Ayat (1) UU Cipta Kerja dijelaskan bahwa Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (l) dan ayat (2) berlaku bagi Pekerja/Buruh dengan masa kerja kurang dari 1 tahun pada perusahaan yang bersangkutan.
Advertisement
Dari pasal 88E ayat 1 tersebut diperjelas lagi dalam ayat 2 nya yakni Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Artinya, jika pengusaha melakukan hal itu akan dikenakan sanksi pidana sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 185 UU Cipta Kerja.
Kendati demikian, pada Pasal 88F dijelaskan bahwa "Dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan Upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2)."
Upah Minimum Provinsi
Kemudian pada Pasal 88C ayat (1) Perppu Cipta Kerja disebutkan, Gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi. Selain itu, gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota, seperti tercantum dalam Pasal 88C ayat (2).
Diperjelas kembali pada Pasal 88C ayat 3 yakni "Penetapan Upah minimum kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam hal hasil penghitungan Upah minimum kabupaten/kota lebih tinggi dari Upah minimum provinsi."
Namun sebagaimana Pasal 88C ayat 4 dan ayat 5, disebutkan penghitungan upah minimum juga berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan, yang datanya bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik seperti BPS.
Kemnaker: Pengusaha Boleh Pangkas Upah Buruh, Asal Pekerja Setuju
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menegaskan perlu ada kesepakatan antara pengusaha dan pekerja soal pemotongan upah buruh dan penyesuaian jam kerja. Merujuk aturan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023.
Beleid itu mengatur tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Binwasnaker dan K3) Kementerian Ketenagakerjaan, Haiyani Rumondang menyebut hal itu.
Kesepakatan tersebut, ucap Haiyani menyangkut penyesuaian waktu kerja, penyesuaian besaran upah dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tidak melebihi dari yang telah ditetapkan oleh Permenaker Nomor 5 Tahun 2023.
”Pengusaha wajib mencatatkan kesepakatan kepada dinas ketenagakerjaan di kabupaten/kota dan ditembuskan kepada dinas ketenagakerjaan tingkat provinsi dan Kemnaker,” kata Haiyani dalam keterangannya, Sabtu (25/3/2023).
Beri Ruang ke Industri Padat KaryaDirjen Haiyani mengatakan, Permenaker ini memberikan ruang kepada perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global untuk melakukan penyesuaian upah dengan ketentuan bahwa upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh paling sedikit 75 persen dari upah yang diterima.
Adapun kebijakan penyesuaian upah tidak berlaku sebagai dasar perhitungan iuran dan pembayaran manfaat jaminan sosial, kompensasi pemutusan hubungan kerja dan hak-hak ketenagakerjaan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pengaturan penyesuaian waktu kerja dan pengupahan hanya dapat berlaku berdasarkan kesepakatan bersama antara pengusaha dengan pekerja/buruh,” ujarnya.
Advertisement
Peran Pengawas
Lebih lanjut, Dirjen Haiyani menekankan, pengawas ketenagakerjaan harus melakukan pemeriksaan apakah perusahaan yang menyesuaikan waktu kerja dan pengupahan telah mempunyai bukti pencatatan kesepakatan dari Disnaker kabupaten/kota atau belum.
“Jadi ketika kita lakukan pemeriksaan dan menerima pengaduan, tentu kita harus melihat bukti pencatatan dari Disnaker kabupaten/kota. Kalau tidak memiliki bukti pencatatan, kita wajib melarang untuk menyesuaikan waktu kerja dan pengupahan,” katanya.
Sementara itu, Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Kemnaker, Yuli Adiratna menambahkan, selaku pemerintah yang telah mengeluarkan suatu kebijakan, fungsi pengawas ketenagakerjaan harus mampu bekerja berdasarkan pada Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 serta peraturan perundangan lainnya.
“Tugas pengawas ketenagakerjaan tidak ringan, kita harus bisa memberikan warna bagaimana implementasi dari kebijakan pemerintah ini bisa terlaksana dengan baik,” ujar Yuli.