Sukses

Kemenkop UKM dan Smesco Buka Hotline Buat Pedagang Baju Bekas Impor, Sayangnya Respons Masih Lambat

Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) bekerja sama dengan Smesco Indonesia sudah menjalankan layanan saluran pengaduan (hotline) melalui call center.

Liputan6.com, Jakarta Sejak pekan lalu, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop dan UKM) bekerja sama dengan Smesco Indonesia sudah menjalankan layanan saluran pengaduan (hotline) melalui call center. Hotline ini bertujuan untuk menerima laporan dari pelaku UMKM yang terdampak larangan penjualan pakaian bekas impor.

Hotline untuk pedagang pakaian bekas ini diperuntukkan bagi mereka yang hilang pekerjaan bisa lapor melalui layanan tersebut. KemenKopUKM sediakan alih usahanya,” kata Menteri Teten, dikutip dari InfoPublik, Sabtu (25/3/2023).

Tindakan ini menjadi salah satu bentuk solusi yang diberikan Kemenkop UKM bagi para pedagang demi mencegah maraknya penjualan pakaian bekas impor ilegal. Kegiatan ini pun dapat ditindak sebagai pidana pasal penadahan.

Direktur Bisnis dan Pemasaran Smesco Indonesia Wientor Rah Mada menjelaskan, kerja sama ini akan membuka peluang terhadap alternatif produk substitusi bagi UMKM terdampak karena Smesco memiliki banyak database terkait produk-produk UMKM yang sudah dikurasi.

Saluran pengaduan tersebut dapat dihubungi melalui nomor 0811-1451-587 (khusus pesan teks WhatsApp) dan nomor telepon 1500-587 (beroperasi saat jam keria pada Senin-Jum'at pukul 08.00-16.00 WIB) atau dengan melaporkan lewat saluran link.

Respons Masih Lambat

Sayangnya, pelaku UMKM mengeluhkan respons yang lambat terhadap laporan mereka. 

Dijelaskan oleh Miftahudin, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Ikatan Pedagang Pasar (DPW IKAPPI) DKI Jakarta bahwa call center tersebut tidak bisa ditelepon oleh beberapa pedagang.

Mifta juga menyarankan Kemenkop UKM untuk langsung jemput bola atau mendatangi langsung ke pedagang yang terimbas.

Hal ini juga menuai tanggapan dari Wientor Rah Mada. Menurutnya, tidak semua juga menghubungi untuk melaporkan terdampak UMKM tersebut, ada yang hanya memberi dukungan, bahkan baru-baru ini ada pula yang melaporkan praktik impor pakaian bekas di Batam.

“Kan ini kita lagi mengumpulkan dulu datanya 'kan? nanti setelah datanya terkumpul, ya kita urus satu-satu. Rencananya minggu ini kita,” jelas Wientor saat ditemui di Kantor Kemenkop UKM, Senin (27/3/2023).

2 dari 4 halaman

Sebanyak 12 Perusahaan Bekerja Sama

Perkembangan terbaru dari hasil kerjasama Kemenkop UKM bersama Smesco adalah tersedianya 12 perusahaan yang siap menjadi produsen untuk membantu UMKM terdampak.

Wientor mengaku bahwa mereka menyiapkan opsi sehingga perusahaan tersebut tidak hanya dari bidang pakaian, ada pula kosmetik hingga FnB. Salah satu dari 12 perusahaan tersebut adalah Rosella, yang terkenal sebagai usaha pakaian muslim.

Bagi pedagang yang ingin mendaftar pun tidak ada persyaratan tertentu, begitu pula bagi yang ingin menjadi produsen, bisa langsung menghubungi mereka.

Daerah yang bekerja sama dengan 12 perusahaan ini sudah ada total 21 laporan. Ada 17 laporan sudah terverifikasi dan 4 lainnya masih tanpa identitas yang artinya belum terverifikasi. Data per daerahnya adalah sebanyak 6 dari Jawa Barat, 6 dari DKI Jakarta, 1 dari Riau, 1 dari Yogjakarta, 1 dari Sulawesi Utara, 1 dari Sulawesi Selatan, dan 1 dari Banten.

Wientor berkata, “Kami juga masih membuka kalau ada yang mau masuk hotline, nanti kita akan data satu per satu untuk solusi.”

3 dari 4 halaman

Soal Larangan Thrifting, Wapres Ma'ruf: Kalau Bisa Buat Sendiri, Kenapa Harus Impor Baju Bekas?

Sebelumnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyatakan Indonesia tengah menggalakkan cinta produk dalam negeri. Untuk itu ia menyebut larangan impor baju bekas tak perlu dipersoalkan karena industri dalam negeri sudah mampu memproduksi tekstil sendiri.

"Kenapa kalau kita bisa membuatnya sendiri, kenapa kita harus mengimpor baju yang bekas? Jadi, kita sedang menggiatkan bangga dengan produk sendiri," kata Ma'ruf di Pelalawan, Riau, Senin (20/3/2023).

Ma'ruf menyebut larangan impor baju bekas karena membahayakan industri tekstil nasional dan juga ada bahaya kebersihan dan kesehatan di baju bekas tersebut.

"Tekstil kita sudah lama punya, nanti mati itu, industri tekstil kita akan terganggu dan bisa mati," kata Ma'ruf.

Sebelumnya, Politisi PDIP, Adian Napitupulu, menanggapi larangan impor pakaian bekas atau thrifting. Adian mengaku tak setuju dengan kebijakan tersebut.

"Kalau dikatakan bahwa pakaian Thrifting itu membunuh UMKM maka izin saya mau bertanya, data apa yang digunakan para menteri itu? Menurut data Asosiasi Pertekstilan Indonesia impor pakaian jadi dari negara Cina menguasai 80 persen pasar di Indonesia. Kita ambil contoh di tahun 2019 impor pakaian jadi dari Cina 64.660 ton sementara menurut data BPS pakaian bekas impor di tahun yang sama hanya 417 ton atau tidak sampai 0,6 persen dari impor pakaian jadi dari Cina," kata Adian dalam keterangan yang diterima Sabtu 18 Maret 2023.

"Di tahun 2020 impor pakaian jadi dari Cina sebesar 51.790 ton sementara pakaian bekas impor hanya 66 ton atau 0,13 persen dari impor pakaian dari Cina. Tahun 2021 impor pakaian jadi dari Cina 57.110 ton sementara impor pakaian bekas sebesar hanya 8 ton atau 0,01 persen dari impor pakaian jadi dari Cina," lanjut Anggota DPR tersebut.

4 dari 4 halaman

Impor Pakaian dari Cina Capai 80 Persen

Adian mengatakan, jika impor pakaian jadi dari Cina mencapai 80 persen, lalu pakaian jadi impor Bangladesh, India, Vietnam dan beberapa negara lain sekitar 15 persen, maka sisa ruang pasar bagi produk dalam negeri cuma tersisa maksimal 5%. Itu pun sudah diperebutkan antara perusahaan besar seperti Sritex, ribuan UMKM dan Pakaian Bekas Impor.

Dari 417 ton impor pakaian bekas itu pun tidak semuanya bisa di jual ke konsumen karena ada yang tidak layak jual. Rata-rata yang bisa terjual hanya sekitar 25 % hingga 30 % saja atau dikisaran 100 ton saja.

"Jika dikatakan bahwa pakaian bekas impor itu tidak membayar pajak maka itu juga bisa diperdebatkan karena data yang saya sampaikan di atas adalah data BPS yang tentunya juga harus tercatat juga di bea cukai." Adian menandasi.