Sukses

Imbas Jatuhnya Silicon Valley Bank, Nasabah di AS Kurangi Simpanan di Bank Kecil

Simpanan nasabah di bank kecil AS menurun hingga USD 119 miliar atau Rp 1,8 kuadriliun menjadi USD 5,46 triliun dalam pekan yang berakhir pada 15 Maret 2023. Penurunan ini terjadi usai jatuhnya Silicon Valley Bank.

Liputan6.com, Jakarta - Jumlah simpanan nasabah di bank-bank kecil Amerika Serikat (AS) turun menyusul kolapsnya Silicon Valley Bank pada 10 Maret 2023. Penurunan itu diungkapkan melalui data yang dirilis oleh Federal Reserve (The Fed).

Mengutip CNN Business, Senin (27/3/2023) simpanan nasabah di bank kecil AS menurun hingga USD 119 miliar atau Rp 1,8 kuadriliun menjadi USD 5,46 triliun dalam pekan yang berakhir pada 15 Maret 2023.

Penurunan tersebut juga lebih besar dua kali lipat dari rekor penurunan sebelumnya dan penurunan terbesar sebagai persentase dari keseluruhan simpanan sejak 16 Maret 2007.

Sedangkan pinjaman di bank kecil, terkecuali di 25 bank komersial terbesar AS, meningkat sebesar USD 253 miliar ke rekor USD 669,6 miliar, menurut data mingguan The Fed.

"Akibatnya, bank-bank kecil memiliki USD 97 miliar lebih banyak uang tunai di akhir pekan, menunjukkan bahwa sebagian dari pinjaman itu untuk membangun peti perang sebagai tindakan pencegahan jika para deposan meminta untuk menebus uang mereka," kata analis Capital Economics, Paul Ashworth.

Sementara itu, simpanan di bank-bank besar AS naik hingga USD 67 miliar dalam sepekan menjadi USD 10,74 triliun.

Secara keseluruhan, simpanan bank AS telah menurun setelah sempat naik tajam menyusul bantuan pandemi pada tahun 2020 dan awal 2021.

Kenaikan tersebut setara dengan sekitar setengah dari penurunan simpanan di bank-bank kecil, menunjukkan sebagian uang tunai mungkin telah masuk ke dana pasar uang atau instrumen lainnya.

Bank-bank besar juga meningkatkan pinjaman dalam seminggu, sebesar USD 251 miliar.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Usai Silicon Bank Valley Kolaps, Senator: Mau Kaya Jangan Kerja di Bank

Tutupnya Silicon Valley Bank (SVB) membuat resah para investor berbagai negara, termasuk China hingga ke Indonesia. Kegagalan SVB merupakan kegagalan bank terbesar nomor dua di Amerika Serikat. Tak heran jika hal tersebut mengingatkan masyarakat kepada krisis finansial 2008. 

Forbes melaporkan bahwa 50 pemimpin di sektor teknologi meminta pemerintah di Washington DC agar bertindak untuk menyelamatkan SVB. Akan tetapi, Senator Elizabeth Warren memberikan kritik pedas ke dunia perbankan. 

Senator Warren menyebut kolapsnya SVB akibat lobi-lobi untuk melakukan deregulasi, sehingga bank-bank lebih berani mengambil risiko. 

Pada 2018, Kongres AS meloloskan UU Pertumbuhan Ekonomi, Peringanan Regulasi, dan Perlindungan Konsumen (S.2155). Aturan itu disetujui pemerintahan Donald Trump. 

Situs Roosevelt Institute menyebut UU itu mengurangi ketatnya pengawasan kepada bank dengan aset besar pasca-krisis 2018. (Baca penjelasan di halaman selanjutnya.)

Setelah SVB kolaps, Elizabeth Warren pun meminta agar aturan kembali diperketat.

"Pekerjaan kita adalah memikirkan seluruh sistem. Itu artinya kita perlu Kongres bertindak. Kongres harus menggulung regulasi peringanan bank dari Trump. Kita harus membuat perubahan dalam hukum," ujar Elizabeth Warren saat wawancara dengan MSNBC, dikutip Kamis (16/3/2023). 

Elizabeth Warren berkata aturan itu akan menambah pengawasan pemerintah, serta mengurangi pemikiran CEO di perbankan agar bisa "mendapat jutaan dolar, dan banyak bonus, dan pesawat jet". 

Orang-orang yang ingin banyak duit pun diminta tidak bekerja di perbankan, karena sektor tersebut bukan untuk mengambil risiko. 

"Perbankan seharusnya membosankan. Siapa pun yang ingin mengambil banyak risiko, dan menghasilkan banyak uang, harusnya tidak berada di perbankan," tegas Elizabeth Warren.

3 dari 3 halaman

SVB: Antara Deregulasi dan The Fed

Elizabeth Warren berkali-kali menegaskan bahwa deregulasi pada 2018 (S.2155) yang melemahkan pengawasan ke perbankan adalah faktor yang membuat SVB runtuh. 

Berdasarkan penjelasan situs Roosevelt Institute, aturan 2008 mengurangi pengawasan kepada bank-bank yang asetnya sudah miliaran dolar, termasuk jika asetnya belum menembus US$250 miliar. 

Sebelum regulasi, bank dengan aset US$50 miliar saja sudah harus diperiksa ketat. Akibat deregulasi, bank yang asetnya antara US$100 hingga US$250 miliar hanya melakukan "stress test" secara periodik saja. 

The Fed menjelaskan stress test sebagai evaluasi kuantitatif dan kualitatif untuk mengetahui ketahanan bank.

Evaluasi kuantitatif berfungsi mengetahui ketahanan modal bank ketika ada stress pada ekonomi dan pasar keuangan. Evaluasi kuantitatif dilakukan untuk mengetahui apakah bank punya perencanaan ke depan yang kuat untuk menghadapi risiko-risiko unik.

Kondisi Silicon Valley Bank cukup unik, sebab bank itu mencatat kenaikkan aset yang luar biasa. 

Situs Macro Trends mencatat aset SVB "hanya" US$70 miliar pada 2019. Setahun kemudian, asetnya naik hingga US$115,7 miliar. Asetnya naik lagi pada 2021 menjadi US$211,3 miliar. 

Roosevelt Institute menyebut SVB tidak dilakukan stress test pada 2021 karena pertumbuhannya yang cepat. Pada 2022 juga ternyata bank itu tidak dites.

Senator Elizabeth Warren pun turut menyalahkan Gubernur The Fed Jerome Powell karena dinilai mendukung deregulasi. Ia lantas meminta Powell tidak ikut-ikutan pada review internal yang dilaksanakan The Fed. 

"Agar pemeriksaan the Fed mendapatkan kredibilitas, Powell harus secara publik dan segera mengeluarkan dirinya dari review internal ini," ujar Senator Warren di situs resminya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.