Sukses

Cadangan Beras Pemerintah di Bulog Terus Menipis, Kok Bisa?

Cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola Perum Bulog kian menipis.

Liputan6.com, Jakarta Cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola Perum Bulog kian menipis. Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menyebut hal ini disebabkan CBP Bulog sering digunakan pemerintah untuk menekan harga beras di pasar. 

“Masalahnya, kalau CBP terus terkuras untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras seperti saat ini, volumenya akan habis tandas,” kata kepada merdeka.com, Jakarta, Senin (27/3/2023). 

Dia melanjutkan sejak Januari sampai 24 Maret 2023, Bulog sudah menyuntik beras lewat operasi pasar sebanyak 543.472 ton. Hanya saja, upaya tersebut tidak lantas membuat harga beras stabil bahkan tetap mengalami tren peningkatan.

“Tapi harga beras tetap tinggi, bahkan cenderung naik,” kata dia.

Khudori menuturkan kalau jumlah CBP terbatas, pemerintah tidak lagi memiliki instrumen intervensi yang bisa digerakan setiap saat untuk mengoreksi kegagalan pasar. 

Penguasa dominan di pasar amat mungkin akan mendikte harga pasar. Ini tentu harus dicegah,” kata dia 

 

2 dari 3 halaman

Keputusan Impor

Dalam konteks ini pada akhirnya keputusan pemerintah melakukan  impor beras menjadi masuk akal. Apalagi pengadaan dari dalam negeri tidak lagi memungkinkan, impor bisa jadi opsi. 

“(Jadi) dalam konteks ini impor (beras) bisa dipahami),” kata dia. 

Hanya saja, volumenya tetap harus dipastikan. Jumlah beras yang diimpor harus bisa terukur dan datang diwaktu yang tepat. 

“Yang harus dipastikan adalah jumlah impor harus terukur dan waktu kedatangannya jangan meleset,” katanya.

 

 

3 dari 3 halaman

Tren Surplus CBP Bulog Terus Turun 

Memang, beberapa bulan lalu stok beras Bulog mengalami surplus. Namun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) surplus beras di Indonesia terus mengalami tren penurunan. 

“Sejak 2018 Indonesia surplus beras, tapi volume surplus itu terus turun, dari 4,7 juta ton pada 2018 hanya tinggal 1,34 juta ton pada 2022,” kata dia. 

Ketika jumlah surplus kian mengecil, soal pengelolaan cadangan dan distribusi jadi isu krusial. Ketika salah perhitungan, dampaknya bisa amat fatal.

Sehingga perlu ada upaya-upaya yang serius untuk menggenjot produksi dan produktivitas. Apalagi produksi dari 2018 ke 2022 terus menurun. 

“Produktivitas memang naik, tapi minor,” katanya. 

Apalagi tahun ini, tantangan produksi diperkirakan jauh lebih sulit ketimbang tahun lalu yang masih mengalami La-Nino. Tahun ini, mulai April akan terjadi El-Nino, sehingga jika merujuk pengalaman biasanya produksi turun.

 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com