Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengadakan rapat bersama dengan Komisi XI DPR RI pada Senin 27 Maret 2023. Dalam rapat ini Sri Mulyani menjelaskan kronologi transaksi janggal atau transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Untuk diketahui, beberapa pekan lalu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyebutkan bahwa berdasarkan informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ada transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun yang terkait Kemenkeu.
Sri Mulyani menjelaskan, pada Rabu 8 Maret 2023 Menkopolhukam Mahfud MD mengumumkan transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di Kemenkeu kepada publik. Usai pengumuman tersebut, Kemenkeu pun menanyakan hal tersebut ke Menkopolhukam dan PPATK karena belum menerima surat apapun.
Advertisement
"Menurut Pak Ivan (Kepala PPATK Ivan Yustiavandana) ada surat yang dikirim, saya cek semua belum ada," kata Sri Mulyani seperti ditulis pada Selasa (28/3/2023).
Ternyata, surat tersebut baru dikirim pada 9 Maret 2023 dengan tertanggal 7 Maret 2023. Surat tersebut adalah surat pertama yang diterima oleh Kementerian Keuangan. Dalam surat ini, Sri Mulyani menyatakan tidak mencantumkan angka sama sekali.
"Jadi saya tidak tahu kenapa ada angka, tetapi saya menerima surat yang hanya berisi seluruh surat-surat PPATK yang dikirim sejak tahun 2009 hingga 2023." jelas Sri Mulyani bercerita kepada anggota Komisi XI DPR RI.
Di dalamnya terdapat 196 surat dalam 36 halaman yang berisikan surat PPATK yang dikirim ke Inspektorat Jenderal Kemenkeu. Sri Mulyani menekankan bahwa di surat ini tidak ada data mengenai nilai.
Menurutnya,surat PPATK ini tidak seperti biasanya karena baru pertama kali ini PPATK menyampaikan sebuah kompilasi surat kepada Kementerian Keuangan. Selama ini, surat surat antara Kemenkeu dan PPATK adalah surat-surat yang berhubungan dengan penyelidikan dan lainnya atau per kasus saja.
"Jadi ini agak di luar pakem memang," tambah Menkeu.
Surat Kedua
Karena surat pertama tidak mencantumkan angka sama sekali, maka Sri Mulyani menyampaikan masyarakat bahwa dia tidak pernah mendapat surat yang berisikan transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di Kemenkeu.
Kemudian pada 13 Maret 2023, Kepala PPATK menyampaikan surat kedua. Dalam surat kedua ini format yang disampaikan hampir mirip dengan surat yang pertama yaitu kompilasi seluruh surat PPATK kepada Kementerian Keuangan sepanjuang 2009 hingga 2023.
"Jumlah suratnya mencapai 300 surat dengan total transaksi mencapai Rp 349 triliun," kata Sri Mulyani.
Jumlah halaman dalam surat ini mencapai 43 halaman yang berisi daftar 300 surat.
Dari Transaksi Rp 349 Triliun yang Dinilai Janggal, Hanya Rp 3,3 Triliun yang Berkaitan Langsung dengan Pegawai Kemenkeu
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan mengenai ditemukannya transaksi janggal atau transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Penjelasan soal transaksi mencurigakan ini dilakukan di hadapan Anggota Komisi XI DPR RI hari ini, Senin (27/3/2023). Â
Sri Mulyani menjelaskan, dari total transaksi Rp 349 triliun yang dinilai janggal oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), hanya Rp 3,3 triliun yang berkaitan langsung dengan pegawai Kemenkeu.
"Jadi yang benar-benar nanti berhubungan dengan Pegawai Kemenkeu itu Rp 3,3 triliun. Ini 2009 hingga 2023," ujar Sri Mulyani.
Angka Rp 349 triliun merupakan total transaksi yang dianalisa oleh PPATK periode 2009-2023. Laporan tersebut disampaikan PPATK ke Kementerian Keuangan dan aparat penegak hukum.
Sebanyak 100 surat yang disampaikan PPATK ke aparat penegak hukum, nilai transaksinya sebesar Rp 74 triliun. Sementara surat yang disampaikan ke Kementerian Keuangan total transaksinya mencapai Rp 253 triliun yang berasal dari transaksi debit kredit operasional perusahaan-perusahaan, dan korporasi yang tidak ada hubungannya dengan pegawai Kementerian Keuangan.
"Jadi Rp 253 triliun adalah sebetulnya transaksi dari korporasi, Rp 74 triliun itu ada surat PPATK ke APH (aparat penegak hukum)," ucapnya.
"Sehingga yang benar-benar berhubungan dengan kami terkait dengan kalau ini menyangkut tupoksi pegawai Kemenkeu itu ada 135 surat nilainya Rp 22 triliun. Bahkan Rp 22 triliun ini Rp 18,7 triliun itu juga menyangkut transaksi korporasi yang enggak ada hubungan dengan Kemenkeu," imbuh Sri Mulyani.
Advertisement
PPATK Ungkap Transaksi Mencurigakan Rp349 T di Kemenkeu Terkait Kasus Ekspor Impor hingga Pajak
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menjelaskan asal usul Rp349 triliun transaksi mencurigakan yang dilaporkan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Transaksi mencurigakan Rp300 triliun lebih itu merupakan hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Ivan mengatakan, Rp349 triliun tersebut bukan merupakan tindak pidana yang terjadi di Kemenkeu. Tetapi laporan yang disampaikan kepada Kemenkeu yang memiliki kewenangan melakukan penyidikan. Sebab indikasi TPPU tersebut berkaitan dengan kasus impor ekspor sampai perpajakan.
"Itu kebanyakan terkait dengan kasus impor-ekspor, kasus perpajakan. Di dalam satu kasus saja kalau kita bicara ekspor-impor itu bisa lebih dari 100 triliun, lebih dari 40 tirliun, itu bisa melibatkan," ujar Ivan saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Ivan menjabarkan, laporan hasil analisis (LHA) PPATK itu pertama terkait oknum. Kedua, terkait oknum dan institusinya misalnya dalam kasus ekspor impor dan perpajakan.
"Kedua ada LHA yang terkait oknum dan tusinya, misalnya kita temukan kasus-ekpor impor perpajakan, tapi kita ketemu oknumnya," ujar Ivan.
Ketiga, PPATK tidak menemukan oknumnya tetapi temuan dari tindak pidana asal. Tindak pidana asal itu berkaitan dengan ekspor impor dan pajak.
"Jadi tindak pidana asal misalnya kepabeaan, perpajakan, itu yang kita sampaikan kepada penyidiknya," ujar Ivan Kepala PPATK.Â
Bukan Tindak Pidana di Kemenkeu
Maka itu, Ivan menegaskan, transaksi Rp300 triliun lebih itu bukan kejadian tindak pidana di Kementerian Keuangan. PPATK menyerahkan laporan kepada Kementerian Keuangan yang memiliki fungsi penyidikan kasus terkait ekspor impor dan pajak.
"Jadi sama sekali tidak bisa diterjemahkan kejadian tindak pidananya itu ke Kementerian Keuangan, ini jauh berbeda. Jadi kalimat di Kementerian Keuangan itu juga kalimat yang salah, itu yang menjadi tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan," ujarnya.
Advertisement